"Hey, tunggu Sakura jangan menyelaku—"

"Tidak Konan sudahlah. Kau dan pacarmu itu sudah sering sekali mencoba mengenalkanku dengan berbagai macam pria mulai dari yang berpenis besar sampai yang kecil sekecil jari kelingku!" Ujar Sakura seraya mengacungkan jari kelingkingnya.

Wanita ungu itu terbahak mendengar ucapan Sakura. Agak susah memang membujuk Sakura untuk mau berkenalan dengan seorang pria, bagi Sakura pria hanya sebagai tempat penyaluran nafsu birahinya saja bukan untuk diajak berkenalan, berbasa-basi tentang cinta yang berujung pada sebuah hubungan asmara.

Oh tidak! Aku muak dengan semua ini. Batin Sakura menggerutu.

"Konan, dengarkan aku," Sakura menangkup pipi Konan dengan kedua tangannya. "Jangan berusaha lagi, oke? Ini sudah menjadi prinsip hidupku, aku tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun—"

"Sampai kapan? Sampai kapan kau akan terus trauma dengan sebuah hubungan?"

Sakura menggeleng. Lagi-lagi Konan salah paham dengan keputusannya. "Tidak bukan seperti itu, aku tidak trauma dengan hubungan. Aku, aku hanya tidak mau kebebasanku diganggu oleh pria. Aku tidak mau sibuk mengurus suami, aku tidak mau sibuk memikirkan seorang yang bahkan tidak memiliki hubungan darah denganku! Belum lagi aku harus berurusan dengan mertua yang jahat, mertua yang nantinya akan menceramahiku mulai dari A sampai Z, mengurus kebutuhan rumah ini itu dan segala macamnya. Tidak, tidak. Aku tidak mau." Sakura menggeleng tegas.

"Oke jika kau tidak mau serumit itu setidaknya cobalah untuk mencari pacar, teman kencan Sakura." Lagi Sakura menggeleng.

"Aku tidak mau berurusan rumit dengan pria sudah kukatakan bukan? Pacar hanya akan membuat pikiranmu tersita oleh hal-hal tak berguna, kau akan bertengkar hanya karena kesalahpahaman dan bertengkar itu membutuhkan tenaga kau tahu!?" Sanggah Sakura.

"Lihat aku! Nyatanya aku dan Hidan baik-baik saja selama kami pacaran, lalu kenapa? Apa yang salah dengan mencoba?"

"Salah Konan. Semuanya akan terasa salah buatku. Aku terlalu mencintai diriku sendiri jadi aku rasa aku tak perlu membagi cintaku untuk pria lain."

"Kau gila!"

Sakura tertawa dan merangkul bahu Konan, "Kau sangat mengerti seperti apa diriku, Konan," ujarnya seraya kembali meneguk bergelas-gelas alkohol.

Ya, aku akan seperti ini selamanya. Melajang, menikmati kebebasanku, menikmati hidupku yang sudah sangat sempurna dan menua kemudian mati di dalam apartemenku, lalu mayatku akan ditemukan dua minggu kemudian ketika tetangga apartemenku mencium bau bangkai dari kamarku. Aku akan mati dalam kesendirian yang membuatku terbebas dari masalah! Ya, itulah hidup dan masa depanku! Teriak Sakura dalam hati.

***

Sakura menggeliat saat dering ponsel mengganggu tidurnya, tangannya meraba-raba kasur yang dia tiduri dan keningnya berkerut kala merasakan pergerakannya terbatas, dia menoleh ke belakang dan mendapati wajah tampan seorang pria – yang dia lupa siapa namanya – tengah memeluk pinggang rampingnya dari belakang.

"Haahhh..." desahnya jengah. Perlahan dia menyingkirkan lengan lelaki yang melingkari pinggangnya lalu turun dari ranjang yang baru dia sadari bukanlah ranjangnya.

Sakura mengurut keningnya dengan tangan kanan sedang tangan kirinya sibuk menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut putih agar tidak melorot. Perlahan dia mulai mengingat satu persatu rekaman kejadian semalam, saat dirinya mabuk dan menari begitu liarnya di dance floor kemudian datang seorang pria yang mencumbunya dan akhirnya mereka berakhir di sini. Di kamar yang menurut Sakura adalah kamar hotel.

Bunyi ponsel lagi-lagi membuyarkan pikiran Sakura, dia menjelajah ke seluruh ruangan dan menemukan benda pipih tergeletak di lantai. Kakinya bergerak untuk meraih ponsel yang ternyata milik lelaki asing di atas ranjang.

SINGLEWhere stories live. Discover now