" Gak bisa gitu sedikit saja lo ada perasaan sama gue?" Angkasa memperhatikan wajah Aira yang terlihat dari samping, beberapa anak rambut menghalangi wajah cantiknya.

Angkasa menghela napasnya sambil menutup matanya, berusaha agar jantungnya tidak melebihi ritme. Dengan cepat, Angkasa berlari ke kelas XI-3 Bahasa. Aira tahu, sejak tadi ia di perhatikan oleh Angkasa, namun Aira memilih menghiraukannya karena Aira takut sorot matanya akan menyakiti perasaan Angkasa.

Perempuan yang akan berulang tahun dalam beberapa bulan ini mengutak-atik ponselnya, menatap casing yang di custom dengan foto kumpulan Polaroid foto dirinya, Angkasa, dan Gilang.

" Dasar bocah ngangenin," gumam Aira cemberut sambil mengetuk foto Angkasa yang ada di galeri fotonya.

***

Terlihat Gilang ada di luar kelas Aira, menunggunya keluar sambil memainkan ponselnya. Paling juga lagi main Where's My Water atau NBA Live.

Aira memasukkan barang-barangnya ke tas, lalu berjalan keluar kelas setelah pelajaran Bahasa Jerman selesai. Gilang yang sudah melihat Aira keluar kelas lantas memasukkan ponselnya ke saku celana abu-abunya. Aira menguncir rambutnya dan mengencangkannya sehingga rambutnya terlihat rapih.

" Siap?" Aira tersenyum lalu mengangguk dengan ceria.

Selama perjalanan menuju parkiran, keduanya sibuk mengobrol dan tumben hari ini tidak ada kata pertengkaran diantara keduanya. Ah, rasanya Aira berada di langit ke tujuh saat suasana hangat kini terjalin diantara keduanya. " Lo kenapa cuek sama Angkasa?" seketika Aira membeku, dia ragu untuk menceritakan kenapa hubungannya merenggang dengan Angkasa.

Aira menghela napasnya pelan, membenarkan tasnya yang hampir terperosot dari bahunya, " Nanti pas belajar gue ceritain aja. Paling di mcd, mau?" Gilang mengangguk pertanda setuju.

Kini, Gilang mengenakan helm hitamnya lalu menyalakan mesin motor ninja merahnya. Tak lama, Aira duduk dengan posisi menyamping karena dia tipikal murid baik, bukan perempuan yang senang memakai rok yang di crop atau, ah Aira tidak mau menjelaskannya lebih panjang karena itu bukan urusannya.

Aira membiarkan rambutnya kini tergerai, tangannya memeluk pinggang Gilang. Iya, Aira memang biasanya melakukan hal seperti ini namun entah mengapa Gilang merasakan jantungnya berdegup kencang. " Shit," umpat Gilang dalam hati.

" Apa gue jatuh cinta sama Aira? Semudah itu?" gumam Gilang membatin. Dan pada sore ini, mungkin Gilang akan memberi gelar pada dirinya ' Gilang ke jebak Friendzone sama sahabatnya yang sering adu bacot '. Gilang tersenyum, menatap Aira yang tersenyum menatap jalanan Jakarta yang cukup lengang.

Aira menatap spion, terlihat Gilang yang juga menengok ke arah spion. Kaca helm Gilang yang hitam membuat Aira tidak bisa melihat ujung bibir Gilang yang terangkat karena senyumannya.

" Udah sampe, mbak," Aira memukul punggung Gilang pelan ketika ia berlagak layaknya pengemudi ojek online. Gilang terbahak, lalu melepas helmnya dan berjalan menyusul Aira yang sudah berada jauh di depannya. Kini Aira menaiki escalator toko buku yang ada di Matraman.

Aira menaikkan tasnya ke bahu lalu ia duduk, mencari spot nyaman untuk membaca sambil membantu pr Gilang. Aira mengambil beberapa novel remaja, sementara Gilang celingak-celinguk melihat toko buku. Dirinya jarang sekali ke toko buku, paling kalau Angkasa, Aira, atau teman-temannya minta di temenin.

Aira menyenderkan punggungnya di salah satu rak, sama dengan Gilang namun di arah berlawanan, kaki mereka bersebelahan walau dengan arah yang berbeda. Gilang mulai mengerjakan tugasnya, kebanyakan modus sih ke Aira dengan nanya-nanya dan sekali-sekali mencuri pandangan pada Aira. " Lo creepy ih," Aira melirik Gilang sinis membuat laki-laki itu lagi-lagi harus mengelus dadanya pelan. Dalam setengah jam, akhirnya Gilang selesai dan menunggu Aira selesai membaca novel-novel walau ia membacanya hanya paling dua bab, setidaknya ia tahu awal cerita dan bisa lain kali membelinya.

Airisya,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang