u-14

861 167 1
                                    

Athifa duduk di kasur dengan Ervin di sebelahnya. Keduanya sibuk memikirkan kata-kata yang tepat sebelum dilontarkan lewat suara.

"Fa,"

"Vin."

Keduanya saling tatap lalu tertawa pelan. "Kenapa? Lo duluan deh," ucap Ervin.

"Gue udah memikirkan ini. Jadi," ujar Athifa menggantung. Ia menarik napas lalu menghembuskan kembali. "Karena besok hari terakhir kita di Cina, gue gak mau kita jadi aneh kayak gini. Lagi pula, buang-buang waktu. Kapan lagi ke Cina, kan?"

Ervin menatap Athifa dengan lamat-lamat, telinganya mendengarkan penuh minat.

"Gue hanya menginginkan lo di sini, hanya di Cina. Gue gak mau kita lebih dari temen, Vin. We better off this way. Gue bukannya menolak lo karena Risya yang suka sama lo atau Deka yang baru aja nembak gue sebelum kita pergi ke Cina. Mungkin itu juga salah satu alasan gue, tapi sepenuhnya karena perasaan nyaman ini memang cuman sebatas temen. Gak lebih. Gue berusaha untuk meyakinkan lo kalau gue memang gak punya perasaan yang sama kayak lo, tapi mungkin lo gak paham akan itu." Athifa berujar dalam satu tarikan napas.

Ervin tersenyum miris. Menyadari kebodohannya selama ini, meyakini pada harapan yang ia buat sendiri.

"Kalo gitu, jadi milik gue untuk sehari, ya?" pinta Ervin tiba-tiba. Dibalas dengan anggukan ragu Athifa.

unrequited.Where stories live. Discover now