Second

3.7K 592 26
                                    

- Jeon Jungkook -

Aku memutar stir lamborgini hitamku menuju salah satu cafe ternama di daerah gangnam. Sedikit repot memang, mengingat aku baru lulus tiga puluh hari yang lalu dari tes mengemudiku.

Tapi aku berusaha keras untuk membuat semua terasa lebih praktis. Aku benci terus diantar jemput seolah aku adalah seorang buronan internasional. Meski terkadang bolehlah aku membangga karena anggapan orang-orang awam yang menatapku seperti seorang putri.

Entahlah, entah apapun itu. Yang jelas aku bukan wanita manja yang terlalu lemah untuk terus diantar jemput. Terkadang aku butuh privasi meski dengan kesadaran penuh aku sadar jika hal seperti itu sudah terlalu langka untuk kudapatkan dalam waktu singkat ini.

Kulirik kaca kecil yang kemudian membuatku mengumpat kecil dalam seperempat detik. Sialan, mereka memang tak punya pekerjaan lain selain melaporkan kegiatanku pada taehyung, ya?

Aku melirik mobil sedan dikiri dan kananku jengah. Nah, kan. Seperti yang selalu kukatakan. Privasi adalah barang langka didunia bebas ini.

Aku mengencangkan letak kacamata prada milikku sebelum memutar stir menuju arah kiri. Penunjuk jalan itu dengan cepat menunjukkanku letak sebuh kafe sebelum kuputuskan untuk berhenti dan membiarkan langkahku membelah pintu masuk yang mendentangkan bel kecil menggemaskan.

Dia berdiri tepat diujung ruangan ketika dengan cepat kusadari jika wanita jalang berpenampilan menggelikan itu memang dirinya. Kuputuskan untuk tak berlama-lama karena janji berhargaku untuk mendatangi butik tiffany hanya tinggal satu setengah jam mulai detik ini.

Aku duduk dengan rasa congak yang kupertahankan sempurna. Kim Taehyung mengajarkanku banyak hal baru. Salah satunya adalah cara untuk tetap mempertahankan harga diri yang dalam dua tahun ini aku bangun tinggi-tinggi.

Meski aku hanya seseorang yang tinggal dalam satu atap bersamanya, taehyung tetap memperlakukanku dengan sempurna. Terkadang ia begitu lembut, terkadang begitu keparat dan terkadang ia begitu menunjukkan cintanya secara tersirat.

Ia benci menyatakan perasaannya. Tapi mengaguminya selama dua tahun dan menjalani hidup selama lebih dari dua tahun berikut bersamanya membuatku mengerti apa apa yang ia katakan meski hanya lewat mata.

Aku ini seorang putri. Tak perduli seperti apa orang lain memandangku keji. Aku tetap seorang putri.

"kau terlambat sepuluh menit, jeon jungkook-ssi"

Aku menatapnya tajam meski aku berekspresi manis dengan senyum tipis yang menusuk-nusuk matanya dalam diam. "itu etika seorang kalangan atas, yuna." Kubiarkan tulang dudukku menyapa tempat duduk yang kini tepat berhadapan dengannya lalu meletakkan tas bawaanku tanpa repot-repot mau menatap matanya yang terbuka lebar.

"kau bermaksud mengatakan jika kau berada diposisi itu?"

Kedua alis matanya naik tinggi-tinggi diselingi tawa yang perlahan melukai harga diriku. Dengan kata lain, aku memang jauh lebih rendah dari apa yang ia bayangkan. Aku tak setinggi anggapanku. Itulah yang sedang ia coba utarakan kini.

Tapi aku sudah kebal. Harus berapa kali kukatakan aku sudah kebal.

Aku sudah tak terpengaruh pernyataan macam itu. Aku sudah terlalu sering direndahkan. Aku sudah terlalu sering dipertanyakan dan aku sudah terlalu sering dianggap tak berdaya hanya karena mereka lahir dari keluarga yang jauh lebih berada dariku.

Tapi aku tak perduli. Kuberikan ia senyuman ringan yang membuatku terkesan begitu tak ambil pusing didepannya.

"harus kuakui, aku tak terlahir dalam keluarga fantastis sepertimu, yuna" kuhela nafasku ringan, dia benar-benar cari mati kali ini. "tapi aku tetap hidup bahagia dengan kesederhanaanku"

『Unexpected 』v.kTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang