" Lama banget lu," dengus Valerin kesal sambil memeluk tasnya di dada, sementara Valerie setuju. " Gak usah komplen, Bunda tadi abis berantem lagi sama Ayah," bisik Gilang mengambil dua koper adiknya itu dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil CRVnya yang berwarna hitam itu.

" Tante Fiona, maaf ya kalau adik saya ngerepotin, sekarang udah gak kok, mereka aku ajak tinggal di apartemen. Makasih ya, Tan," Fiona mengangguk, mencium dahi keponakannya itu dan membiarkan mobil hitam tersebut keluar dari pekarangan rumahnya.

Valerie membuka buku diarynya, menuliskan sesuatu.

Tuhan,
Apakah ini jalan yang terbaik?
Jalan dimana aku harus menangis
Jalan dimana aku hanya bisa diam
Dan Jalan dimana semuanya terasa buntu
Dan hampa di makan oleh udara dari utara

-Valerie, dua tujuh bulan ke tiga.

Kini yang hanya Valerie andalkan adalah kakaknya, tempat dirinya menghabiskan waktu untuk curhat. Sesampainya di apartemen, Valerie mengganti bajunya dan pergi ke kamar Gilang.

" Kak," panggil Valerie sambil membuka pintu. Ia mendapatkan kakaknya sedang melaksanakan ibadah shalat. Valerie merasa bahagia memiliki kakak seperti Gilang, sosok yang baik dan optimis, Valerie juga berdoa agar sang kakak memiliki pendamping hidup yang baik.

Gilang mengusap wajahnya lalu menengok ke sumber suara, " Kenapa, Val?" sang kakak sambil melipat sajadah, Valerie berjalan menuju tempat tidur kakaknya sambil berjalan ke balkon, menikmati senja Jakarta.

Gilang menghampiri adiknya itu yang menggenggam erat besi balkon. Langit mulai menampakkan warna oranye, bahwa senja telah di mulai.

" Kak, gue sempet diam-diam kerja jadi pelayan di kafe, dan ini hasilnya. Sampai sekarang gue masih kerja buat ringanin kerjaan Bunda." Gilang kaget, Valerie mengeluarkan amlop berwarna cokelat dan isinya cukup tebal. Valerie mengusap air matanya, iris matanya yang berwarna biru yang di wariskan oleh kakeknya ini menyiratkan rasa sedih yang mendalam. " Gue gak kuat, kak. Gak kuat."

" Val mau buktiin ke dunia bahwa Val gak serapuh itu!" Valerie terisak, tangisnya membeludak ketika Gilang kini mendekapnya erat dengan kasih sayang. Valerie mengepalkan tangannya lalu memukul dada Gilang dengan tenaga seadanya. " Val cape kak, Val cape," kata gadis itu berulang-ulang di tengah tangisannya membuat hati Gilang teriris-iris.

" Val cape di bilang gak punya otak."

Val cape di bilang gak punya otak.

Jantung Gilang tertohok. Sebegitu kejamnya dunia ini? Sampai ada orang teganya mengatakan bahwa adiknya tidak punya otak. Gilang memegang kedua bahu Valerie, " Siapa orangnya? Kakak gak segan merusak wajahnya," Valerie tertawa sendu. " Gak apa-apa kak, udah selesai kok masalahnya."

Gilang menggoda, " Val udah jatuh cinta yaa."

Valerie membulat, " Kak!" protesnya kesal. " Nanti gue kapan-kapan jemput Val ah supaya bisa liat cowoknya kayak gimana."

Valerie terbahak, " Kak Aira gimana?"

Apa cinta harus di pertanyakan?

***

Aira menderapkan langkahnya menuju keluar kelas bersama Namira, sementara Namira sedari tadi tersenyum sendiri membuat Aira berpikir bahwa gadis itu sedang di rasuki.

" Nam kenapa sih lo?"

Namira tertawa sambil menggeleng, " Enggak, mikirin Rizky doang," jawab gadis itu santai.

Aira memicingkan matanya ke arah lapangan yang terhitung sepuluh orang mengangkat papan kea rah lantai tiga gedung bahasa yang di pecah sepuluh bertuliskan Will you be my girlfriend Airisya Audya Pratama?

Airisya,Where stories live. Discover now