Bab 8 - Asta Lawang

483 38 1
                                    


Sesungguhnya ketika Moses mengamati tiga Warok yang sedang bermeditasi dalam sikap duduk bersila dan tangan di lutut, ketiga warok itu tengah meluncurkan tubuh halus mereka ke gerbang depan desa Randucakra. Mereka mengambang di udara di Palagan Wolu. Warok Kepik terlihat resah mengamati tanah hitam mengkilap Palagan Wolu yang tampak menggelombang dalam waktu-waktu tak tentu.

"Pergeserannya makin tak karuan, guru." Katanya kepada Warok Sentadu.

"Iya, aku bisa merasakannya. Bahkan dari dalam desa. Aneh saja pihak kerajaan belum memberi perintah apa pun." Warok Sentadu sama terlihat resahnya.

"Apakah mungkin jalur komunikasi mereka terputus? Atau ada pihak yang sengaja menghalang-halangi, seperti kala itu?" kata Warok Belibis. "Baru kemarin aku mencoba masuk ke desa sebelah dan sepertinya Warok Celepuk dan Beluk susah diajak kerjasama. Mereka bersikeras meminta bukti perintah kerajaan."

"Ada yang tidak beres. Baureksa Luhur sekarang ini lebih jarang menghubungiku. Aku takutkan pergeseran tak stabil ini membuat siklus jadi tak menentu. Kita harus siap terhadap kemungkinan buruk. Aku khawatir anak manusia yang datang pada kita terlalu terlambat untuk menjadi Astacakra. Aku tak bisa mengantarkan anak itu ke kawah Energi jika aku belum diberi akses oleh Baureksa Luhur." Ungkap Warok Sentadu.

"Apa perlu kita memanfaatkan celah tersembunyi milik kita sendiri untuk mencari kepastian?" usul Warok Kepik.

"Itu ide buruk, kau tahu itu." Sanggah Warok Belibis.

"Warok Belibis benar. Itu terlalu riskan. Celah dimensi jika terlalu sering diakses hanya akan membuatnya tambah lebar, dan itu akan membuat Warok Celepuk dan Beluk menyadari adanya celah baru selain di desa terdekat kerajaan. Berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan Warok yang lain dalam menjalani Lelana Brata mereka di dunia manusia?"

"Lebih lama dari delapan hari." Warok Kepik menjawab.

"Terlalu lama. Kekuatan tiga Warok kurasa kurang untuk mengantisipasi ancaman yang akan datang dalam ketakstabilan Palagan Wolu dan Asta Lawang ini."

"Aku heran mengapa hanya gerbang kita yang paling sering terbuka. Sementara tujuh yang lain sangat jarang dan hampir tidak pernah lagi semenjak Wayah Kelana legenda itu moksa." Ungkap Warok Belibis. Ia menunjuki gerbang pasang pohon segi delapan selain tempatnya mengambang di udara dalam wujud transparan roh.

"Itu pula yang kuresahkan. Dahulu kala ketika pusaka Bintang Cakra Satria desa kita masih utuh, kita bisa mudah mengetuk salah satu gerbang dan penghuninya membukakan dengan senang hati, kini kunci itu tercerai-berai bersama jiwa-jiwa Cakra Satria. Saluran komunikasiku dengan para sesepuh penghuni tujuh pintu yang lain itu menjadi samar-samar. Pesanku tidak sampai dan pesan mereka kurang terdengar di sini. Aku hanya bisa berhubungan dengan Nyi Sepuh dari Raung Jagad, itu pun sudah samar-samar."

"Penjahat satu tumbang, penjahat lain bermunculan." Kata Warok Kepik. "Hukum alam. Ada yang lebih kuat dari yang sebelumnya. Di atas langit masih ada langit."

"Siapakah penjahat yang kiranya menjadi dalang dari semua ini?" Warok Sentadu beretorika.

"Kita akan tahu dari Raikewan. Permainan yang mereka lakukan ini kurasakan tidak masuk akal jika tidak punya tujuan selain menumbangkan tuan Raikewan itu sendiri. Pasti ada udang di balik batu." Tanggap Warok Belibis.

"Berarti harapan kita jatuh pada anak manusia itu. Baiklah, tidak ada lain cara, kalian berdua harus membimbingnya sementara aku akan mencari tahu dan mencoba menjangkau sesepuh yang lain." Warok Sentadu menyimpulkan.

"Guru, semoga kecemasanku salah besar, apa mungkin penjara langit terbuka celahnya dan memungkinkan tawanannya keluar?"

"Aku ada pemikiran sampai ke sana. Entitas yang menciptakan Raja Siluman dan pengikut jahatnya. Semoga saja tidak sampai ke sana. Apa pun nanti bila terkuak, kita harus siap. Alam Watukayu harus mengalami berkali-kali guncangan untuk mendapati lagi keseimbangannya."

******

Moses mengajari Warok Belibis gerak dan bacaan yang disebutnya sebagai meditasi lima waktu. Disaksikan oleh Warok Sentadu dan Warok Kepik. Warok Sentadu tahu sebutan lain dari meditasi lima waktu itu. Sementara Warok Kepik tidak tampak ada dorongan untuk ikut menyusul Warok Belibis. Moses mengungkap adalah ibunya yang mengajari semua itu sejak ia kecil.

"Kau benar, meditasi ini menyehatkan dan lebih menenangkan." Kata Warok Belibis yang tadi melaksanakan meditasi lima waktu berdiri di belakang kanan Moses.

Di luar pendengaran Moses, Warok Kepik mengirim pesan dalam sambungan benak ke Warok Belibis, "itu ajaran salah satu agama manusia. Kita tidak kenal agama, Warok Belibis. Kita sudah saksikan melalui Lelana Brata kita waktu itu, agama manusia jadi alat untuk saling menjatuhkan."

Warok Belibis membalas sambungan benak itu, "Itu berarti mereka salah menggunakannya."

"Terlalu banyak. Terlalu banyak yang menggunakannya dengan cara salah."

"Sudah tidak usah mendebat. Mari kita ajari sesuatu kepada anak manusia ini."

Saat Moses selesai, Warok Sentadu sudah tidak terlacak keberadaannya di Cakragraha. Kemudian ia diajak Warok Kepik dan Warok Belibis ke alun-alun desa tempat penduduk desa Randucakra beraktifitas jual beli. Di sebuah bangunan yang serupa dengan Cakragraha, namun lebih kecil ukurannya, Moses diajari dasar-dasar bela diri ala Warok Randucakra. Itu kegiatan yang amat membuatnya lelah. Ia jadi ingat temannya yang ikut silat. Moses diajak berlari berkeliling desa sebanyak delapan kali, sementara desa Randucakra sangat luas. Kemudian olah fisik untuk menguatkan otot-otot tubuh. Semua dilakukan dengan unsur angka delapan. Baik itu delapan saja, delapan puluh, dan delapan ratus.

"Di alam ini beda. Mungkin kau tidak akan kuat mengangkat tubuh lebih dari delapan puluh hitungan. Di sini, delapan puluh adalah angka paling kecil. Tubuhmu di alam ini akan lebih kuat dari alammu sana." Warok Kepik memberitahu dengan nada menggurui.

"Bagus sekali Moses. Kau tidak mengeluh sedikit pun." Puji Warok Belibis.

Selagi Moses mengambil posisi kuda-kuda yang telah berkali-kali dikoreksi dengan kasar oleh Warok Kepik, Warok Belibis memberinya satu pengetahuan lagi. Yaitu mengenai Asta Lawang. "Ingatkah kau tentang gerbang-gerbang dari pohon di Palagan Wolu?"

Moses mengatur napasnya, telah delapan ratus hitungan ia menekuk lutut dan meluruskan tangan ke samping. "Iya, aku ingat. Apa itu Asta Lawang?"

"Asta Lawang memiliki arti Delapan Pintu. Setiap pintu mewakili dunianya masing-masing."

"Oke, ada delapan dunia. Akan kuingat."

"Menurut legenda Cakra Satria. Setiap pintu itu jika bisa dibuka dengan cara berbeda, dan akan memberi pancaran energi kekuatan untuk diklaim setiap jenjang Cakra Satria. Setiap Cakra Satria hanya dapat membuka sesuai jumlah yang menjadi gelar mereka. Cakra Satria pertama hanya dapat membuka satu, begitu seterusnya. Betapa beruntungnya Cakra Satria ke-delapan, dapat membuka pintu pancaran energi sebanyak delapan. Tapi tentu saja, hal itu akan makin sulit dilakukan. Menurut sejarah yang sudah-sudah, tidak banyak Cakra Satria yang mampu membuka sebanyak gelar yang disandangnya."

"Berarti aku dapat membuka delapan pintu pancaran energi kekuatan." Moses membayangkan dirinya disirami cahaya berenergi dari delapan penjuru. Ia membayangkan diri seperti batu baterai yang dialiri listrik sampai penuh dan dapat menggerakkan peralatan elektronik dengan sempurna.

"Itu tergantung dirimu. Apakah kau akan mulus menjadi Astacakra yang sebenarnya atau tidak. Astacakra yang sebelumnya kebanyakan hanya mampu membuka empat pintu energi." Warok Kepik sepertinya sengaja menurunkan harapan Moses.

"Aku yakin aku bisa." Kata Moses tak peduli.

"Mari kita buktikan itu besok. Kau akan diajari membuka Asta Lawang dengan cara Cakra Satria."

"Bagaimana caranya? Aku tidak punya kunci apa pun." Ah, Moses menyesal mengucapkan hal yang membuatnya tampak bodoh. Ah, peduli setan.

"Kunci bukan kunci seperti yang kau pikirkan, manusia. Jangan lupakan tato yang terajah di dadamu."

Ah, Moses benar-benar lupa dirinya sekarang punyatato. Tato yang berasal dari sabuk bintang berujung delapannya. Transformasi misteriusbenda padat menjadi tinta kulit yang dapat bercahaya. Kuda-kuda Moses goyahkarena kegugupannya memikirkan hari esok. Ia makin dekat dengan menjadiGatotkaca versi Watukayu.    

ASTACAKRAWhere stories live. Discover now