Bab 3 - Memenuhi Janji

30.9K 3.3K 48
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.


IG @Benitobonita


Sebulan setelah kepergian mas Adam, Nina memutuskan untuk membawa pulang Kaila ke rumah orang tuanya. Ayah dan ibu berusaha menahan kepergiannya. Namun, Nina mengatakan tidak pantas terlalu lama di rumah kami setelah mas Adam tiada.

Sejak saat itu, Nina dan Kaila hanya berkunjung setiap sabtu. Kulihat tubuh mbakyu ku jauh lebih kurus dibanding dahulu dan dia semakin jarang tersenyum. Mungkin kenangan akan mas Adam masih melekat kuat dalam ingatannya.

Kami tidak pernah membahas janji yang pernah kami ucapkan kepada mas Adam, tetapi aku berniat memenuhi permintaan terakhir saudaraku. Aku memutuskan hubunganku dengan Winda sebelum kami memiliki ikatan yang lebih serius, aku pun mencari rumah yang memadai dan dapat dicicil dengan gaji bulananku.

Sepuluh bulan setelah kepergian mas Adam, saat kami bersantai di ruang tamu, ibu kembali bertanya, "David, kapan kamu mau mencari istri? Masmu sudah meninggal sebelum ngasih cucu laki-laki ke ibu, kamu apa enggak kasihan sama ibu?"

Kedua mata ibu berkaca-kaca, mengingat kenangan mas Adam.

Aku menelan ludah, sudah saatnya aku mengungkapkan niatku. "Bu, aku sudah ada calon istri."

Ibu menghentikan kegiatan memetik kangkung, bapak pun sampai mematikan televisi mendengar berita yang akan kusampaikan.

"Anak mana? Teman kerja?" tanya ibu dengan wajah berbinar menatapku.

Aku menatap mereka bergantian sebelum melanjutkan kata-kataku. "Bukan, Bu, aku mau menikahi Mbakyu."

Bapak dan ibu hanya menatapku, diam, seakan aku membawa kabar buruk. Aku kembali menelan ludah, merasa gugup. "Mbakyu pandai memasak dan mengurus anak, selain itu Kaila butuh seorang ayah, aku ingin menggantikan mas Adam untuk mereka."

Air mata ibu mendadak mengalir turun dan bapak tiba-tiba berdiri memeluk dan menepuk-nepuk bahuku.

"Kamu memang anak baik," ucap ibu terisak, wajah keriputnya basah oleh air mata.

Wajahku memerah menerima perlakuan mereka. "Bu, udah jangan nangis, kan memang dari dulu aku suka sama perempuan kaya Mbakyu, selain itu belum tentu Mbakyu mau nerima keinginanku."

"Itu betul, Sabtu depan Mbakyu mu akan datang, biar Kaila sama kami, kamu ajak dia jalan-jalan dan tanya apa dia bersedia jadi istrimu," ucap bapak kembali duduk di sofa, "Mbakyu mu orangnya sabar, tidak pernah mengeluh saat ngerawat Mas mu, benar-benar istri yang baik."

Aku teringat mendengar tangisan tertahan darinya saat melewati kamar mandi.

Tersenyum ke arah orang tuaku, aku berkata, "Seandainya Mbakyu menerima lamaranku, apa tiga bulan lagi kami bisa menikah?"

Ibu dan ayah berpandangan sejenak sebelum mengangguk. "Tiga bulan lagi artinya sudah satu tahun lebih sebulan Mas mu meninggal, sudah layak kalau mbakyu mu menikah lagi."

Bernapas lega mendapatkan restu dari orang tuaku, aku tinggal mengungkapkan keinginanku kepada dirinya dan seandainya dia memegang janjinya kepada mas Adam, tentu dia tidak akan menolak pinanganku.

Hari yang kami tunggu tiba, Nina dan Kaila datang berkunjung dengan menggunakan taksi. Nina telah lama menjual mobil warisan dari mas Adam dengan alasan lebih baik uangnya ditabung untuk keperluan sekolah Kaila.

Aura berduka masih terasa di dirinya meski sepuluh bulan telah berlalu. Kami semua merasa kehilangan mas Adam, tetapi dirinyalah yang paling terpukul akan kepergian saudaraku.

Bayang Bayang Janji SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang