LIMA

3.1K 42 0
                                    

Hari ini adalah hari yang kunanti-nantikan. Soalnya lomba tari akan dimulai. Waktu sudah menunjukkan pukul 09.45 WIB. Sejak pagi, aku sudah berada di pusat perbelanjaan ini. Dengan rias wajah dan rambut yang dikerjakan oleh ibuku sendiri, serta pakaian yang ku kenakan, aku merasa cukup serasi dengan tarian yang akan aku tarikan ini.

Ketika paniti lomba mulai menaiki panggung dan mengatakan bahwa lomba akan dimulai. Seluruh badanku rasanya bergetar, kaku dan tanganku terasa dingin. Seolah-olah suhu di ruangan ini bertambah dingin sekali.

Aku memperhatikan penampilan peserta pertama sampai keenam. Tiba giliran nomorku dipanggi. Ibuku berbisik kepadaku, “Baca Bismillah serta konsentrasi ya Cantika. Semoga kau beruntung.” Ibu memberikan semangat.

“Terima kasih bu.” Kataku nyaris tak terdengar.

Aku segera naik ke atas panggung dan mulai melakukan gerakan tari begitu musik sudah terdengar. Aku menggerakan tubuh sesuai dengan gerakan yang diajarkan mbak Mirah. Kulakukan gerakan ini sepenuh hati. Sepertiya gerakanku ikut menyatu dengan musik pengiring.

Sesekali aku melirik kearah penonton dan juri. Mungkin mereka merasa asing dengan tarian yang aku tarikan ini. Aku yakin tarianku mencuri perhatian penonton dan dewan juri.

Setelah musik berhenti, aku mendengar tepuk tangan yang begitu meriah dari penonton dan dewan juri. Serta beberapa juri mulai berbisik-bisik. Aku tidak tahu apa yang sedang dibicarakannya.

Rasanya lama sekali menunggu pengumuman pemenang yang akan dibacakan. Ketika pemenang ketiga dan kedua telah dibacakan, hatiku rasanya ciut dan gamang. Serta aku tidak yakin akan memenangkan lomba ini.

“Pemenang pertama lomba tari daerah tingkat SMP dimenangkan oleh…” suara panitia membuat jantungku terasa berdebar-debar.

“Dengan jumlah nilai 950. Dimenangkan oleh… peserta nomor…007 bernama Cantika Azzahra. Silakan naik keatas penggung!”

Aku tak percaya mendengar semua ini. Kupandangi wajah ibuku untuk meyakinkannya. Ibuku menganggukkan kepala dan memelukku serata berkata,

“Benar Cantika. Naiklah keatas panggung.”

Dengan kaki bergetar, aku segera naik ke atas panggung. Aku melihat wajah mbak Mirah diantara para penonton. Dia tersenyum senang sambil menganggukkan kepalanya.

Air mata menetes dari pelupuk mataku, ketika panitia memberikan piala dan bingkisan untukku. Tepuk tangan yang gemuruh menyadarkanku.

“Selamat Cantika. Kamu telah menari dengan bagus dan menampilkan tari ronggeng yang telah dilupakan menjadi tarian yang memiliki estetika yang tinggi.” Ucapak panitia membuatku merasa senang.

Rasanya ingin cepat-cepat mengucapkan terima kasih kepada mbak Mirah. Lalu, aku segera menuruni panggung untuk mencari mbak Mirah yang kulihat tadi diantara penonton. Tapi, sosok mbak Mirah sudah tak tampak diantara penonton.

“Apa yang kamu lihat Cantika?” tepukan ibu di pundakku mengejutkanku.

“Em, Mbak… Mirah bu. Mbak Mirah.” Jawabku terbata-bata.

“Mbak Mirah siapa?”

“Mbak Mirah guru tariku. Tadi aku melihatnya diantara penonton.” Kataku.

“Mana, Cantika?”

“Sudah tidak ada, bu. Aku ingin mengucapkan terima kasih kepadanya bu. Tapi mbak Mirah sudah pergi.”

“Yasudah, Cantika sekarang kita pulang dulu. Besok kamu bisa mengucapkan terima kasih kepada gurumu.”

“Iya bu.”

“Oh iya. Selamat ya! Cantika memang hebat!”

“Terima kasih bu.”

#############

Sang Penari (SELESAI)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن