Skenario Kehidupan

374 27 4
                                    

"Menyia-nyiakan waktu lebih buruk dibaning kematian, karen menyia-nyiakan waktu akan memisahkan mu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memisahkanmu dari dunia dan para penghuninya."


-Ibnul Qayyim Al Jauxaih-

🍑🍑🍑

Riak kericuhan terjadi di permukaan kolam saat tanganku melemparkan pakan ikan. Badan ikan berwarna-warni itu meliuk-liuk dengan lincahnya menelan setiap makanan didepannya dengan buru-buru, karena berebut dengan yang lainnya.

Aku menarik napas dengan kasar, rasanya semenyesakkan ini, meski sudah hampir dua minggu berlalu. Kehilangan orang yang berarti dalam hidup memang menyakitkan. Apalagi jika penyebab perpisahan itu adalah maut.

Dulu, aku sering menghabiskan hari-hariku dengan bermain bersamanya semasa kecil. Dia yang selalu melindungi ku saat yang lain mengejekku yang cengeng. Dengan lantang dia akan berucap, "jangan ganggu adikku!"

Dan ketika beranjak remaja, dia yang selalu menjagaku, protektif saat ada orang yang menyukai ku. Sampai aku merasa kesal, karena dia yang terlalu campur tangan dengan urusan pribadiku. Namun lagi-lagi, disaat aku sedang merajuk karena ulah nya, dia hanya tersenyum, mengusap puncak kepalaku sembari berkata, "Abang gak mau sampai kamu pacaran, dosa tau. Apalagi jika kamu berpacaran dengan orang yang salah."

Dan disaat aku bersikeras meyakinan nya bahwa seseorang yang aku sukai dan juga menyukaiku adalah orang yang baik, dia akan berucap kembali dengan santai, "mana ada lelaki baik yang berani mengajakmu berpacaran. Itu sama saja seperti mengajakmu ke neraka."

Selalu aku yang kalah saat beradu argumen dengannya. Sosoknya yang religius sangat kontras denganku yang menyukai kebebasan dalam hidup.

Tapi, dia tetap lah kakakku. Seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Dan aku telah kehilangannya, untuk selama-lamanya.

Dua minggu yang lalu, Raihan--kakak ku-- mengalami kecelakaan tunggal yang merenggut nyawanya. Aku yang pada saat itu masih berada di London yang sedang mengurus urusanku setelah selesai wisuda, terlonjak kaget dan tak percaya. Karena satu jam sebelum kabar itu kudengar, kami masih saling bertukar kabar lewat sambungan vidio call. Qadarullah, semuanya harus terjadi. Meski hal tersebut menjadi penyebab luka di setiap hati orang yang ditinggal kan.

Tetes air hujan menyadarkanku dari lamunan. Aku menengadahkan kepala, melihat sekumpulan awan hitam yang siap menumpahkan bebannya.

"Allohuma soyiban nafi'an," gumamku, sebum beranjak memasuki rumah ustadz Rahman.

Aku sengaja memilih mengasingkan diri di sini. Di rumah sahabat ayah yang sudah menganggap ku seperti anaknya sendiri. Di sini, aku ingin menenangkan pikiranku dari berbagai masalah yang sedang kuhadapi. Aku memerlukan ketenangan. Dan di sinilah ketenangan ku. Dekat dengan orang-orang shalih, mendalami ilmu agamaku yang semula sangat dangkal.

Seperti yang sudah ku bilang, aku adalah seseorang yang lebih menyukai kebebasan dalam hidup. Pergaulanku bebas, itulah sebabnya dulu Bang Raihan sangat mengawasi ku dengan ketat. Dengan dalih, ayah yang sudah memandatkan tugas itu, karena memang sejatinya tugas seorang kakak laki-laki adalah menjaga adiknya, terlebih adiknya itu perempuan.

🍑🍑🍑

"Kak Dira, dipanggil Ummi. Waktunya makan malam," ucap Asiyah--putri ustadz Rahman-- yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku yang pintunya tidak aku tutup.

Senandung RasaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora