Part 16

7.8K 262 13
                                    

Hai semua!
Maaf kalau ngga bisa update tiap hari. Karena kayanya tulisanku ini memang bakal slow update. Oya jangan lupa komen dan vote kalau ada kritik dan saran. Happy reading ya guys!

Andre POV
Hari ini ku sempatkan waktu untuk mampir ke rumah orang tua Maura. Ya seperti saran Bram aku harus memperbaiki hubunganku dengan Maura. Sesampainya di rumah itu aku langsung diajak sarapan bersama dengan keluarga Maura, ada Bram, Papa, dan Mama Maura. Kata Tante Tiara Maura nggak mau keluar kamar karena badannya lemas. Setelah selesai sarapan dengan Keluarga Santoso aku beranjak ke lantai atas ke kamar Maura. Ku ketuk beberapa kali tapi tidak ada jawaban. Lalu ku buka pelan - pelan pintu kamarnya. Yang pertama kulihat adalah ruangan itu sangat gelap, tidak ada penerangan sama sekali. Gordennya pun belum dibuka. Perlahan aku mencari tombol lampunya dan ku hidupkan lampu kamar Maura. Setelah lampu menyala aku melihat dengan jelas gadis yang tidur meringkuk seperti bayi dengan beberapa novel berceceran di tempat tidurnya. Ternyata dia suka membaca juga, jujur fakta ini baru ku ketahui. Ya karena dari awal hubunganku dengan Maura tidak baik jadi aku belum begitu tau kepribadiannya kecuali dari cerita Bram dan Tante Tiara. Lalu perlahan aku mendekati Maura dan duduk di tempat tidurnya. Wajahnya yang pucat sama sekali tidak mengurangi kecantikannya. Kulitnya putih bening namun terlihat sangat lelah. Maura tidur sangat nyenyak sampai tak menyadari keberadaanku di kamarnya. Ku pandangi wajahnya dan karena tak tahan aku membelai pipinya yang halus lalu dia mulai bergerak namun tidak terbangun.

"Ra, bangun Ra udah pagi." Ucapku sambil mengusap - usap rambutnya yang hitam legam itu.

"Erghhhh" tanganya menepis tanganku. Mungkin karena merasa tidur nyenyaknya diganggu.

"Ra, bangun saya mau ngomong sebentar habis itu kamu boleh tidur lagi. Saya nggak ada banyak waktu, Ra." Ucapku lagi.

"Ah ganggu aja!" Ujarnya ketus tapi matanya sudah terbuka. "Ngapain pagi - pagi kesini?" Ujarnya lagi setelah sadar penuh.

"Saya minta maaf ya atas kejadian - kejadian yang lalu yang mungkin enggak mengenakkan buat kamu. Saya mohon kita coba lagi hubungan kita ini. Kita coba buat sama - sama saling memahami. Saya mohon beri saya kesempatan."

"Bukannya dokter yg udah setuju buat pembatalan pertunangan ini? Kenapa jadi mohon - mohon kesempatan kaya gini?" Ujarnya masih dengan nada ketus.

"Saya bilang seperti itu karena saya lihat kamu yang nggak setuju sama perjodohan ini. Sampai - sampai keadaan kamu jadi lemah seperti ini. Makanya saya ngalah dan bilang seperti itu."

"Oh ngalah? Bukannya karena dokter udah ada hubungan sama dokter Vannesa yang cantik jelita itu?" Ujar Maura dengan nada yang semakin sinis.

"Saya sama Vannesa hanya berteman." Jelasku

"Oh berteman. Hmm gimana ya dok. Aku nggak percaya dokter sama Dokter Vannesa itu cuma berteman. Soalnya kalian itu deket banget kayak magnet. Apalagi dokter Vannesa juga suka banget nempel - nempel ke dokter."

"Yasudah terserah kamu saja. Saya pergi." Ujarku yang ikut kesal dengan sikap Maura dan juga karena memang sudah harus buru - buru ke Rumah Sakit Medistra.

"Dok!! Iya aku mau." Ujar Maura yang langsunh membuatku berhenti dan menengok ke arahnya.

"Jadi? Kita sudah resmi berhubungan?" Kataku mencari penjelasan dari dia.

"Iyaa. Udah ah dok sana pergi ntar telat lagi." Ujarnya sambil cekikikan.

"Yaudah saya pergi dulu. Kamu makan yang banyak. Pokoknya harus sembuh ya. Bye."

"Dok bisa nggak sih jangan kaku - kaku. Masa udh pacaran ngomongnya "saya" mesra dikit nggak bisa apa? Dasar kaku!" Ujarnya dengan muka cemberut.

"Yaudah oke aku pergi dulu ya sayang." Ujarku sambil mendekatinya dan mencium keningnya.

Maura tidak menjawab. Dia hanya mematung.

"Jangan ngalamun dong! Yaudah ak pergi dulu ya" ujarku langsung keluar kamarnya.

"Oh iya ati - ati ya." Balasnya sambil tersenyum.

Aku tak hentinya tersenyum seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Entah kenapa rasanya sangat bahagia saat lihat Maura takluk padaku. Biasanya diajak bicara saja susahnya minta ampun.

Sesampai di rumah sakit aku menyapa semua orang di Rumah Sakit yang kutemui.

"Pagi, Pak Darman" ujarku pada satpam di lobi rumah sakit.

"Pagi, Dokter Andre. Wah kayaknya baru seneng banget ini dari raut wajahnya."

"Ah bisa saja, Pak Darman. Yasudah saya ke atas dulu ya, Pak. Selamat bertugas." Ujarku lalu jalan menuju ruanganku.

Maura POV
Yaampun aku masih nggak percaya sama kejadian tadi pagi. Ini beneran aku jadian sama dokter Andre? Aku pacaran sama dia? Yaampun kok bisa ya? Masih bener - bener diluar dugaan, padahal hampir aja gagal rencana pertunangan aku sama dia. Tapi kok tadi aku nerima dia dengan begitu gampangnya ya? Hmm apa mungkin aku sebenernya udah jatuh cinta sama si dokter itu? Ah kok pusing ya mikirinnya. Ribet!

Aku yang belum beranjak dari tempat tidur sejak tadi segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Rasanya badanku emang udah kecut banget. Siapa tau ntar malem diajak jalan sama dokter itu. Ya kali aja, berharap nggak salahkan? Eh! Kok aku jadi norak gini sih kaya remaja labil lagi jatuh cinta.

Tapi kalau dipikir - pikir ini memang pertama kalinya aku pacaran. Ya semoga saja ini juga terahkir kalinya. Bukanya bentar lagi aku juga bakal tunangan sama dia? Hmm kok cepet banget ya rasanya. Padahal aku belum merasa mengenal dengan sepenuhnya dokter itu. Apa aku usulin ke Mama kalau pertunangannya diundur aja? Tapi kayaknya perlu bilang ke Andre dulu deh baru nanti bakal di rembug bersama - sama. Lagian aku nggak mau tunangan kalau belum kenal jauh. Masa iya baru jadian langsung tunangan? Nggak deh nggak yakin aku. Ntar deh telpon Andre.

Semoga suka ya. Jangan lupa vote!

Me And The Doctor ( Slow Update )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang