Dunia Nadhira - 1

326K 11.8K 701
                                    

Dunia Nadhira – 1

"Nadiiiiii bangunnnn!!!! Subuhhh!!! Subuhhh!!!" Siapa sih, malem-malem gini teriak-teriak! kayak kurang kerjaan aja. Mending nyuci pakaian kotor punya aku deh daripada teriak-teriak kurang kerjaan gini. Pikir Nadi yang masih sibuk dengan tidurnya.

"Nadiiii! Astaghfirullah! Bangun! Subuh!!!" Oww ternyata suara nyokap.

"Ibuu berisik banget, Ngantuk nih."

"Kamu itu mau jadi apa sih Nadi! Ini udah subuh, Sholat dulu sana!"

Ibu Nadi ini manusia paling cerewet di dunia. Sepertinya tidak ada yang menandingin kecerewetan Ibunya di dunia ini.
Hiporbolis banget! Tapi kenyataannya memang begitu.

"Nadi lagi nggak sholat Bu." Nadi memang lagi menstruasi, sudah selesai sejak dua hari lalu sih, tapi karena malas jadi Nadi belum sempet mandi wajib. Kebiasan yang tidak berubah sejak dulu.

"Kamu itu mau jadi apa sih Nad. Sholat itu tiang agama, kamu seenaknya aja main tinggal..... Blablablabla....." Rasanya Nadi ingin menutup telinga saja dengan bantal, tapi nanti malah Ibunya semakin marah. Makanya dia hanya berusaha tidak mendengarkan ocehan Ibunya itu. Bagaimana caranya? Sepertinya hanya Nadi yang tau.

Inilah malasnya Nadi kalau pulang ke rumah. Pasti selalu jadi sasaran ocehan Ibunya. Nadi capek loh, baru sampai dua hari lalu dari Jakarta. Tau gini mending lebaran di Jakarta aja. Bodo amat deh sendirian di kosan. Daripada kena omel begini. Gerutunya dalam hati.

"Ya kan orang lagi kotor nggak boleh sholat Bu."

"Kamu itu cuma malas, kebiasaan dari dulu! Heran deh, anak Ibu yang ini kok gini banget. Nadhara nggak kayak kamu! Nurut sama ayah, Ibu... Blablablablabla...." ​Nadi menghitung satu sampai seratus dan memfokuskan pikiran pada angka-angka yang sedang dirapalnya sampai akhirnya Ibunya memutuskan untuk keluar dari kamarnya setelah ocehan panjang itu selesai.

Demi Tuhan Nadi bukannya tidak sayang dengan Ibunya. Anak mana sih yang tidak sayang dengan Ibunya sendiri? Apalagi Ibu dan Ayahnya sudah membesarkannya, menyekolahkannya, Nadi kan bukan anak yang tidak tau terima kasih. Tapi Nadi itu selalu salah di mata Ibunya. Ibunya itu selalu membandingkan Nadi dengan Nadhara – adiknya yang kalem dan penurut.

Setelah memastikan Ibunya benar-benar sudah meninggalkan kamarnya, Nadi  perlahan membuka mata, Lalu duduk di atas ranjang. Masih dalam suasana libur lebaran, yang artinya Nadi seharusnya bisa tidur lebih lama, tapi Ibunya bilang, lebaran itu waktunya buat silaturahim. Menyapa tamu, bukannya leha-leha di kamar. Agh! Orang tau dan pemikirannya.

Tadinya Nadi malas untuk pulang kampung, sudah harus membayar tiket pesawat dengan harga mahal. For God Sake! Nadi sudah membeli dari jauh hari, tapi harganya masih juga mahal. Tiket pulang pergi Jakarta-Palembang yang biasanya dia dapatkan cuma lima ratus sampai enam ratus ribu, berubah jadi satu juta dua ratus. Belum lagi dia harus naik travel sekitar delapan jam untuk sampai di kampung halaman tercinta ini. Tapi yang dia dapat adalah omelan panjang dari Ibunya. Siapa yang tidak kesel?

"Ayuk*, di panggil Ibu tuh." Adiknya yang selalu jadi kebanggaan di keluarga ini berdiri di depan kamar Nadi.
"Iya! Iya! Mau mandi dulu." Nadi bangkit dari kasur sambil menenteng handuk yang tadi malam disampirkannya di handel lemari, terlalu malas untuk menjemur di tempat yang seharusnya.

Setelah mandi Nadi ikut bergabung bersama Ayah, Ibu dan Nadhara. Ibunya melihat Nadi sambil memutar bola mata, sedangkan Ayah menepuk tempat di sebelahnya. Kalau Ibunya cerewet, Ayah Nadi pendiam. Tuhan maha adil dan Nadi bersyukur karena itu.

Nadi mengambil potongan ketupat yang ada di mangkuk besar dan memindahkannya ke piring. Mengambil rendang, dan juga kuah ketupat serta sayur buncis. Makan pagi dengan porsi besar!

Dunia Nadhira (DI HAPUS SEBAGIAN) TERBIT DI TOKO BUKU JANUARI 2019Where stories live. Discover now