Dunia Nadhira - 2

326K 23.1K 957
                                    


"Lebaran haji kamu pulang Nad?" tanya Ayahnya saat Nadi sedang membereskan pakaian. Besok pagi-pagi sekali Nadi akan naik travel  ke Palembang, lalu pulang ke Jakarta. Risiko punya kampung halaman jauh, harus di tempuh berjam-jam dulu baru bisa sampai. Sebenernya ada sih penerbangan langsung ke sini, cuma Nadi sudah terlanjur beli yang ke Palembang, mau di refund nggak bisa, namanya juga beli tiket promo.

"Nggak deh Yah, kan liburnya cuma sehari." Nadi biasanya cuma pulang ke kampung sekali setahun, cuma waktu lebaran aja. Jatah cuti biasanya Nadi habiskan untuk liburan bersama teman-teman kantornya. Mereka itu tergabung dalam kumpulan pecinta tiket promo.

"Kamu tuh sering-sering pulang Nak. Ayah sama Ibu kan kangen, masa cuma setahun sekali." Kali ini ibunya ikut nimbrung.

"Ya gimana bu, Nadi kan kerja."

"Kamu kan bisa cuti, memang perusahan kamu itu nggak ngasih cuti apa? Mending kamu berhenti aja terus bantu Ayah di pabrik."

"Ibu." Tegur Ayah.

Ibu Nadi ini memang nggak suka gitu Nadi kerja di tempat jauh, katanya Nadi jadi nggak terkontrol. Mana tau Nadi di sana macem-macem, kayak tinggal sama cowok atau apa gitu. Salah satu alasan Nadi boleh tinggal di Jakarta adalah Nadi harus tinggal di kosan khusus wanita dengan jam malam yang jelas. Ibunya nggak akan mengizinkan Nadi tinggal di apartemen, katanya bisa aja Nadi nanti masukin cowok di sana, dan nggak ada yang tau.

"Nadi nyaman kerja di sana. Gajinya juga lumayan bu."

"Terserah kamu lah, pokoknya kamu harus pulang waktu nikahan adik kamu nanti. Dara nikahnya bulan desember, awas kalau kamu nggak dateng."

"Iya lah bu, pasti dateng kok. Masa adik nikah nggak dateng."

"Buktinya kamu nggak dateng waktu Ibu sama Ayah naik haji." Nadi meringis, dulu waktu Ayah dan Ibu pergi ke tanah suci Nadi memang sedang berhalangan. Nadi harus ikut pelatihan untuk tahap awal sebelum jadi karyawan tetap. Toh cuma nganter sampe bandara doang, bukan sampai ke Jeddah. Pikirnya dulu.

"Ibu inget aja sih."

"Inget lah, kamu satu-satunya yang nggak dateng. Adik kamu sama Irfan bahkan bela-belain dateng, padahal mereka lagi sibuk banget, mereka yang dokter aja punya waktu! masa kamu yang karyawan biasa nggak bisa nyempetin sih." Nadi memejamkan mata menahan amarah yang siap meledak. Iya Nadi memang karyawan biasa, bukan dokter kayak mereka. Apa itu salah? Apa setiap orang harus jadi dokter? Terus siapa yang jadi pasien?

"Udalah, ibu ini anaknya mau pulang besok bukannya di sayang-sayang malah diomelin." Tau nih Yah, istri ayah nih cari gara-gara mulu sama Nadi.

Ibu Nadi keluar dari kamarnya meninggalkan Nadi dan ayahnya. Nadi menyandarkan kepala di bahu Ayahnya. Dari dulu cuma ayahnya yang mengerti Nadi. Untung ayahnya selalu mendukung apapun yang Nadi mau selama itu positif.

"Gimana kerjaan kamu?" Tanya Ayah sambil mengusap kepala Nadi.

"Baik Yah. Nadi betah di sana."

"Ya udah, kamu kerja yang bener. Jangan dengerin omongan ibu kamu, dia cuma kangen sama kamu, cuma nggak bisa ngungkapinnya. Makanya kamu sering dimarahin begitu." Nadi mengangguk. Dia paham sekali sifat ibunya, yang menunjukkan rasa sayangnya dengan sikap yang berbeda, mengomel termasuk salah satu bentuk kasih sayang ibunya. Aneh? Tapi itulah Ibu Nadhira.

Jujur Nadi bukan orang yang mudah memasukkan segala sesuatu ke dalam hati, Nadi tipe orang yang cuek. Lama di dunia marketing membuat Nadi jauh lebih tegar sih. Walaupun kalau yang berbau sensitif masih juga dia baper, urusan cinta misalnya.

"Besok ayah ikut nganter sampe Palembang ya."

"Nggak usah Yah. Pagar Alam ke Palembang itu jauh, apalagi ayah musti bolak balik, Nadi nggak maulah."

Dunia Nadhira (DI HAPUS SEBAGIAN) TERBIT DI TOKO BUKU JANUARI 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang