Nadi mencoba melakukan segala cara untuk menutupi matanya yang bengkak karena menangis semalaman. Bodohnya Nadi karena menghabiskan persediaan air matanya semalam, sampai membuat matanya seperti habis terkena bogem petinju seperti ini.Nadi menyerah, apapun yang Nadi lakukan matanya masih terlihat bengkak. Nadi memilih untuk mengenakan kaca mata alih-alih softlenss, yah setidaknya itu bisa menyamarkan bengkaknya.
"Neng Nadi tumben pake kaca mata?" Tanya Pak Mok yang berjaga di depan kosan.
"Jelek ya Pak?"
"Wuihh siapa atuh yang bilang jelek? Agak beda aja neng."
"Hahaha ganti gaya pak." Katanya lalu berpamitan untuk ke parkiran.
Hari ini Nadi pasti jadi bulan-bulanan teman kantornya, akibat matanya yang membengkak ini. Tapi sudahlah Nadi tidak mau ambil pusing. Masalahnya selama ini cukup membuat pusing sampai nyaris botak memikirkannya.
*****
"Wow, itu mata kenapa Neng? Abis ngintipin siapa nyampe bintitan gitu." Nadi mendengus keras saat Azwar BO* mereka mengejeknya.
"Nadi kamu sakit mata?" Bukan sakit mata bu, tapi sakit hati.
"Iya bu, tapi bukan yang belekan itu kok." Jelasnya pada Bu Susi.
"Ya ampun, jangan lupa ke dokter ya." Nadi mengangguk, lalu ikut bergabung di lingkaran yang telah mereka buat untuk melakukan briefing morning.
Nadi melihat Fera dan Ine beberapa kali melirik ke arahnya, mungkin ingin memastikan apakah Nadi benar-benar sakit mata atau ada alasan lainnya.
"Lo nangis semaleman ya?" Tanya Fera saat mereka sudah duduk di kursi counter.
"Lagi nggak mau bahas Fer." Fera berpura-pura mengunci mulutnya lalu membuang kunci tak kasat mata itu ke belakang tubuhnya. Nadi memutar bola mata dan memilih menyalakan komputer.
Nadi tidak tau apakah ada di antara teman-temannya ini yang melihat aksi tangis menangis yang terjadi di parkiran semalam. Kalau ada yang melihat Nadi pastikan ini akan menjadi hot news dan langsung menyebar hingga ke KCU*. Rasanya percuma Nadi memutuskan resign dari perusahaan lama, kalau ternyata perusahaan barunya kini bekerja sama dengan tempat kerjanya yang lama.
Sepertinya cerita Nadi dan Willy memiliki liku yang sangat panjang. Mungkin jika dibuat buku, akan banyak sekali serinya. Melebihi serinya Harry Potter.
"Antrian tiga silakan." Nadi memanggil nasabah yang mengantri di CSO. Seorang pria berdiri lalu berjalan ke meja Nadi, cowok itu cukup tampan, dia melemparkan senyumnya pada Nadi.
"Selamat pagi Bapak, silakan duduk." Resiko kerja di Bank, sesedih apapun harus tetap tersenyum.
"Pagi Mbak." Ugh suaranya berat dan seksi. Tipe suara cowok banget. Nggak yang cempreng kayak Azwar.
"Dengan saya Nadhira, Dengan bapak Siapa?"
"Sakha."
"Bapak Sakha ada yang bisa saya bantu."
"Saya mau buka rekening baru mbak." Nadi tersenyum lalu meminjam kartu identitas Sakha. Cowok ini enak diliat sih, mukanya nggak ganteng banget. Tapi nggak bosen buat dipandangin, biasanya Nadi jarang muji orang pribumi, karena Nadi biasanya suka sama cowok berkulit putih dan bermata sipit, lebih charming saja kayak Willy... ah dia lagi.
Nadi mulai menginput nomor KTP yang tertera di menu data kependudukan. Arsakha Abimanyu tahun lahirnya 1988 beda setahun sama Nadi. Biasanya kalau dapet nasabah yang enak diliat begini emang suka kepo sih. Ngeliatin tahun lahirnya, statusnya terus ngelirik ke jari tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Nadhira (DI HAPUS SEBAGIAN) TERBIT DI TOKO BUKU JANUARI 2019
RomanceBagi Nadhira Azmi, mencari cowok tampan dan mapan dengan status single bagaikan mencari jarum ditumpukan jerami. Zaman sekarang rata-rata cowok yang mendapat predikat suamiable pasti sudah punya pasangannya masing-masing, kalau belum nikah ya pasti...