12 - Bye-Bye Mr. Guanna

Mulai dari awal
                                    

"Hah? Gue cemburu?" kaget Iqbal untuk beberapa detik." Nggak lah! Ngapain juga!!"

"Masak? Tadi kayaknya marah banget gitu waktu nyebut nama Rian"

"Gue nggak cemburu!" tegas Iqbal tajam.

Acha mendengus sebal.

"Iya iya Acha percaya Iqbal nggak cemburu" tukas Acha sedikit kecewa. "Iqbal kan nggak suka sam Acha!"

Acha merogoh ponselnya di saku seragamnya. Kemudian menyodorkannya ke Iqbal. Sedangkan, Iqbal menatap ponsel itu dengan bingung. Kenapa hari ini banyak sekali orang yang ingin memberinya ponsel!.

"Gue nggak lagi ultah!" sentak Iqbal

"Bukan itu...." ucap Acha dengan nada ragu. "Iqbal tau Juna kan? Ketus osis sekaligus teman sekelas Acha"

"Hm" deham Iqbal singkat.

"Juna suka sama Acha, dia dari kemarin maksa banget buat nganterin Acha pulang dan ngajak Acha makan"

Iqbal diam saja, menyimak apa yang di-utarakan gadis ini.

"Acha nggak pernah jawab, soalnya Acha sukanya sama Iqbal"

Iqbal mendesis pelan.

"Terus? Hubungannya sama gue?"

"Kalau Iqbal ngelarang, Acha nggak bakal nge-iyain permintaanya Juna" sahut Acha dengan nada penuh harap bahwa Iqbal akan melarangnya.

Kini giliran Iqbal yang mendekat satu langkah.

"Gue perjelas lagi, biar lo lebih paham, Natasha!" tajam Iqbal.

Mata Iqbal menyorotkan ketidak-sukaanya secara jelas.

"Hidup lo urusan lo! Hidup gue juga urusan gue! Gue sama sekali nggak punya urusan sama hidup lo!"

"Jadi, terserah lo mau pacaran sama siapa, mau suka sama siapa, mau ada yang suka sama lo pun itu bukan urusan gue!"

"Karena apa?" pincing Iqbal, satu sudut bibir terangkat, memandang Acha sinis.

"Gue nggak pernah sedikitpun ada rasa sama lo!"

"Jadi berhenti ganggu gue!"

Setelah itu Iqbal melanjutkan lagi langkahnya, tak membiarkan Acha untuk membuka suara lagi. Acha juga tak bisa berkata apapun, bibirnya terasa keluh untuk bersuara. Acha terdiam, membeku ditempat. Rasanya begitu sakit dan menusuk di semua organ tubuhnya. Apalagi hatinya.

"Apa aku seburuk itu dimata kamu, Bal?"

"Apa aku memang tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk mendapatkan hatimu?"

"Jika ada penawar yang bisa membuat hatimu luluh untukku, aku akan membelinya"

"Tapi apa ada?"

Acha menghela berat, sudah berkali-kali ia bergumam sendiri setelah Iqbal meninggalkanya. Bahu Acha terasa semakin menurun, ia berjalan ke kelasnya dengan langkah lemas. Semakin hari, ia merasa tidak punya harapan sama sekali untuk mendapatkan cinta Iqbal.

"Apakah aku harus berhenti sekarang? Menyerah sekarang? " Acha mulai lagi berbicara ke dirinya sendiri.

" Tapi bapaknya Biskuit Kong-huan kan belum ketemu!"

"Jatuh cinta kepadamu membuat mata hatiku semakin buta dan tersiksa!"

****

Keesokan paginya pun, Acha masih tak menyerah. Ia melupakan segala pernyataan menyakitkan yang dilontarkan Iqbal untuknya. Acha masih saja membawakan bekal untuk Iqbal. Seperti saat ini.

MARIPOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang