Page 19

353 37 0
                                    

Malam itu, tepat sebelum Nisa terbunuh oleh Alcander.

Seorang pemimpin yang dijuluki top commander itu sedang sibuk memikirkan sesuatu, sebagai kepala kepolisian kota Saracaz dia sedikit mengetahui detail dari rencana pembersihan ini.

Kalau dipikir sekali lagi dengan matang, memang yang terperangkap di sini hanyalah orang-orang yang berpengaruh di kota. Dia pernah mendengar kalau ada aturan seperti ini bila kota tersebut mempunyai tingkat kriminal yang tinggi. Itu sebabnya menjadi seorang polisi atau detektif adalah pilihan masyarakat, melihat betapa besarnya bayaran yang akan mereka dapat.

Sekali, Alcander pernah mendengar tentang pembersihan ini. Sebuah rencana untuk menurunkan tingkat kriminalitas di masyarakat, rencana yang mengharuskan pemerintah membuang penjahat serta detektif agar melahirkan generasi yang baru.

Para tokoh-tokoh penting kota memang berada di sini. TERORIS 7, serikat detektif yang beranggotakan empat laki-laki dan tiga perempuan adalah organisasi yang menguasai Saracaz bagian utara. Alcander, kepala kepolisian utama kota Saracaz. Inspektur Kim, polisi solo yang mengukir banyak sejarah di kota lain. Andrei, detektif pindahan yang namanya langsung berada di atas angin. Nana, ditugaskan sebagai detektif tapi lebih seperti pembunuh yang merupakan agen terbaik sekolah detektif. Dokter tulang, sampai sekarang namanya masih menjadi misteri, merupakan seorang psikopat dengan koleksi tulang manusia segudang. Adi, psikopat yang belum pernah ditangkap TERORIS 7 karena kecerdikannya. Untuk sisanya hanya pelengkap yang dulunya dikenal sebagai buronan.

Nisa, anggota T7 yang sangat dicurigai Andrei, sejak ada surat darinya Andrei tidak pernah berhenti memikirkan si Nisa itu. Sejak pertama mereka bertemu dan melihat percakapan serta ekspresi wajah Nisa, Alcander sadar ada keanehan.

Baru saja sore tadi ada sebuah modus baru dari seseorang yang mengaku sebagai kepala sekolah, Jacob. Alcander sangat terkejut mengetahui bahwa orang tersebut bisa mengetahui masa lalunya.

Dia terus memikirkan apa yang harus dilakukan, dengan modus seperti itu tidak mungkin akan terjadi pembunuhan selanjutnya, persennya sangat kecil. Apalagi kalau mengetahui isi surat yang ditunjukkan padanya, pesan yang memiliki makna tersirat bahwa waktu pertemuan yang dimaksud adalah esok pagi saat aula pertama terbuka.

Alcander bersandar di ranjangnya sambil menyeruput secangkir kopi, dia harus tetap terjaga saat memikirkan sesuatu. Ada banyak kemungkinan di kepalanya, mungkin saja hal yang tidak terduga akan terjadi.Yang terburuk, mungkin saja pelaku selanjutnya adalah dirinya.

Alcander bangkit setelah kopinya habis, dia keluar kamarnya sambil membawa bantal, sebuah percobaan kecil akan terjadi. Alcander kini tepat berada di bawah senapan mesin yang menjaga tangga menuju lantai dua. Kalau pemikirannya benar, maka dia akan berhasil sampai ke lantai dua. Alcander melemparkan bantalnya ke sisi kiri tangga, menunggu reaksi senapan mesin itu lalu berlari naik melalui sisi kanan tangga.

Hancur lebur, senapan mesin itu menembakan pelurunya pada bantal milik Alcander. Dia terengah-engah, menatap kebawah dan berfikir, senapan mesin ini otomatis akan menembak target pertama walaupun bukan manusia.

Alcander melirik jam tanggannya lalu berjalan menuju gudang senjata, mengambil beberapa mili racun lalu kembali menuruni tangga. Membersihkan sisa bantalnya yang rusak dan membuangnya di toilet, perkiraannya tepat untuk yang kedua kalinya, senapan mesin itu hanya menyerang target dari lantai bawah, tidak berlaku bagi orang yang berada di lantai dua.

Sedikit yakin, Alcander berfikir kalau semua sistem ini digerakan secara offline dengan pola-pola yang sama. Walaupun ada satu yang membuatnya bergidik ngeri, kenapa sistem offline mengetahui kalau ada seseorang yang meninggal dan membukakan pintu selanjutnya?

Alcander pergi menuju dapur, membuat dua cangir kopi luwak dan menaburkan racun yang barusan diambilnya ke cangkir pertama, diaduknya hingga merata. Semua aktifitasnya dia lakukan di depan CCTV yang ada di dapur. Kalau rencana ini diketahui musuh pastilah dia tidak akan mengambil tindakan yang membahayakan nyawanya. Sebaliknya, bila rencana ini tidak diketahui musuh, tinggal tersisa dua kemungkinan yang ada. CCTV ini hanya ancaman atau yang menjaga menang tidak pernah ada.

Setelah menunggu waktu beberapa menit, Alcander membawa dua cangkir kopi itu ke aula tepat setelah aula itu terbuka, meletakkan cangkir pertama di kursi yang kosong, dia mulai memainkan sandiwaranya.

Tepat setelah itu Nisa memasuki aula, duduk di tempat yang telah disediakan Alcander lalu menyilangkan kakinya. “Pintar! Memang tidak salah kau menyandang gelar top commander.”

“Jadi? Kau tau siapa dalang dibalik semua ini?” Ucap Alcander sambil memancing dengan meminum kopi panasnya.

“Begitulah, tapi kau harus sedikit berusaha. Pembunuh atau dalang di balik semua ini sangat dekat dengan kita.” Nisa ikut meminum kopi yang disiapkan memang untuknya.

“Hmm.” Alcander membiarkan ada sedikit jeda, “Kau mau memberi teka-teki untukku?” Balas Alcander gembira. Dia melirik jam tangan miliknya, tinggal hitungan menit.

“Sebelumnya aku bingung kenapa detektif hebat sepertimu tidak bisa menemukan pembunuh ini dengan cepat, padahal ini sudah 25 hari kita terjebak.” Sindir Nisa.

Alcander tertawa, “Aku pun bingung, kenapa aku bisa dikalahkan oleh detektif sepertimu ya?”

“Kurasa memang benar kau itu detektif hebat. Sayangnya, aku lebih hebat darimu.” Nisa melanjutkan basa-basinya.

“Kalau begitu, beritahu kepada detektif payah ini siapa pelaku di balik semua ini?” Alcander merendah.

“Ya ampun, sampai sebegitunya kamu penasaran.” Nisa tertawa kecil, terpancar kebahagiaan di wajahnya. “Pelakunya adalah Detektif Hitam.”

“APA?!” Alcander berdiri.

Nisa kembali tersenyum, “Mengejutkan bukan? Tapi memang itulah kenyataannya.”

“Mengejutkan, sangat mengejutkan!!” Cetus Alcander.

“Kau sudah tau, bagaimana kalau kita bunuh dia bersama. Pasti tidak akan sulit, karena kau adalah orang yang paling mereka percayai. Kita bisa membuat dia terpojok hingga kita tidak usah repot-repot mengotori tangan kita.” Nisa tertawa pelan.

Alcander tertawa. “Mengejutkan sekali bahwa dalang di balik semua ini mempunyai modus untuk meng-kambing hitamkan orang lain!?”

“Sialan!!” wajah Nisa serius, “Tapi tidak apa-apa, kau sudah mengetahuinya ya rupanya? Kau memang detektif hebat. Tapi waktumu hanya sampai di sini.” Nisa mengeluarkan pistol dan menodongkannya pada Alcander.

“Tidak perlu repot-repot membunuhku. Kita hitung bersama-sama dulu.” Alcander mengacungkan tiga jarinya. “Tiga…. Dua….satu… dor!!”

Nisa kejang-kejang lalu lemas seketika. “Brengsek kau Alcander, lihat saja, kau akan diburu TERORIS 7.” Kata-kata terakhir itu keluar dari mulut Nisa sebelum dia meninggal.

“Dendam sebesar apa yang kau miliki pada Eza sehingga kau menyiapkan semua ini agar bisa membunuhnya di tanganku?”

“Itulah ceritanya, terserah kalian mau percaya atau tidak.” Jelas Alcander. Eza dan yang lainnya hanya bisa manggut-manggut.

“Lalu kau membuat itu menjadi sebuah kasus pembunuhan biasa agar yang lain tidak curiga?” Tanya Eza.

“Betul.”

“Dan apa alasanmu membuat Nisa telanjang begitu?”

“Menikmatinya dulu lah….” Rusnade yang menjawab dengan iler menetesnya terpental setelah buku Alcander melayang tepat ke kepalanya.

“Aku hanya mencari ini.” Alcander meletakan benda kecil di meja. Benda yang terlihat seperti radar itu berwarna hijau mengkilat. Dia meletakan yang satunya lagi. “Dan yang ini milikku.”

“Apaan ini?” Tanya Hata kebingungan.

“Dengan begini lantai empat akan terbuka.” Jawab Alcander santai. “Sebaiknya kalian melepasnya juga, ini tertanam di belakang leher kalian.

“APA?!!” Teriak Eza, Hata, Rusnade, Zahra, dan Didi serempak.

See you in page 20

TERORIS 7 (Completed)Where stories live. Discover now