-DILAMAR BRONDONG-

6.3K 237 2
                                    

Selesai mengajar, Mei mei dijemput ojek langganannya.
Menuruni gunung melalui jalan setapak berbatu yang diselimuti tanah liat licin, membelah hutan karet yang terhampar akar-akar licin, melewati jembatan gantung sejauh puluhan meter untuk kemudian bertemu jalan raya.

Sampai di rumah, Mei-mei sholat dzuhur dan beres-beres. Emaknya di dapur sedang memasak berbagai kuliner untuk berbuka puasa dibantu oleh bibi dan tetehnya.

"Emang gimana ceritanya kak, ujug-ujug ada yang mau ngelamar mei-mei?" Tanya bibi sambil mengulek bumbu

"Kakak juga ga tahu. Ujug-ujug datang dua orang ke sini. Kayaknya yang satu mah ustadz. Terus biasa, ngenalin diri. Terus nanya mei-mei udah ada yang lamar belum? Gitu"

"Oh....kok bisa gitu ya?" Bibi heran

"Kan Mei-mei pernah ngajar di sekolah yang dia kelola, dulu. Jadi mungkin dari situ"

"Oo..iya juga ya.."

"Emang kaya gimana orang yang mau ngelamarnya? Orang mana?"

"Kalo pemudanya, kakak juga belum tahu, tapi katanya orang jawa. Kerja di kementrian keuangan"

"PNS?"

"Iya katanya"

"Syukurlah kalo gitu. Kan Mei-mei juga PNS, jd cocok lah.." kata bibi.

"Mudah-mudahan aja begitu"

Ba'da ashar, Ustadz Hilman dan rombongan tiba di rumah Mei-mei. Karena Bapak sedang tidak ada di rumah, jadi para tamu duduk di kursi teras. Para tuan rumah yang semuanya perempuan, intip mengintip dari dalam rumah, penasaran yang mana pemuda yang mau melamar.

Mei-mei yang baru selesai sholat ashar, keluar kamar. Sepintas dia melihat ketiga tamu itu dari kaca jendela.
Yang satu ustadz Hilman, yang satu ustadz...entah, dia lupa nama ustadz itu, tapi dia tidak asing dengan ustadz itu. Mei-mei mencoba mengingatnya tapi lupa sama sekali.
Tamu ketiga adalah seorang pemuda berusia sekitar delapan belas tahun jika dilihat dari tampangnya. Mungkin dia pemuda mu'alaf yang belajar islam ke ustadz Hilman, pikir Mei-mei.

Sampai di dapur, tetehnya bicara.

"Kamu kenal ga, sama orang-orang itu?"

"Yang dua kenal, tapi yang satu mah enggak" jawab Mei-mei

"Yang mau ngelamar kamu yang mana?" Tanya tetehnya lagi.

"Mana Mei-mei tahu?"

"Yang itu kali tuh, yang tinggi gede" tunjuk teteh dan bibinya sambil ngintip dari jendela rumah bagian samping ke arah teras depan.

"Kayanya bukan deh. Itu mah ustadz siapa gitu. Udah punya anak istri itu mah. Orang aku pernah ketemu anak istrinya"

"Terus yang mana?" Tanya teteh dan bibinya

"Gak tahu ah!" Tutup Mei-mei sambil menyimpan sapu ke tempatnya.

Setelah Bapak sampai di rumah, tamu pun dipersilahkan masuk. Lalu Bapak dan tamu mengobrol, entah ngobrolin apa karena para wanita sibuk do dapur menyiapkan hidangan berbuka. Mei-mei menggelar tikar di ruang tamu seluas lima kali tujuh meter kemudian menghidangkan hidangan berbuka puasa, bahu membahu bersama bibi dan tetehnya.

Selesai acara makan-makan, ustadz Hilman menyampaikan maksud kedatangannya pada seluruh penghuni rumah.

"Nah, ini orang yang mau ngelamarnya" lengan ustadz Hilman menepuk pundak pemuda yang sedari tiba sampai kini terus menundukkan wajahnya.

Pemuda itu begitu mungil, wajahnya tampak sangat imut. Dia lebih tampak murid SMP daripada seorang pemuda yang hendak menikah.

Semua terperanjat. Tak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka.

Yang benar saja! Masa anak kecil? Pikir mereka.

Ustadz Hilman menyadari hal itu, lalu beliau merogoh sakunya.

"Mana ya, biodatanya? Sebentar, sebentar" ustadz Hilman mengeluarkan setumpuk kertas dari saku celana kanannya, dari saku kemejanya, kemudian dari saku celana kirinya.

"Ini biodata semua ini. Sama, mau ngelamar juga, tapi calonnya di tempat lain" ucap ustadz Hilman memberi penjelasan kenapa banyak sekali lipatan-lipatan kertas di sakunya.

"Maa sya Allah, banyak amat?" Bapak Mei-mei terheran-heran sambil tak bisa menyembunyikan senyum.

"Yah..biasalah. Begini ini kalo mak comblang, bawa biodata orang kemana-mana ha...ha...ha.." tawa ustadz Hilman. Yang lain ikut tertawa.

"Nah...ini" ustadz Hilman menyerahkan selembar kertas beserta foto ke arah Mei-mei. Mei-mei mengambilnya. Bibi, teteh dan emaknya langsung berkumpul di belakangnya, ingin ikut membaca.

Nama : Rasyid Alif
Ttl : Malang, 25 Maret 1996 (21 tahun)
Pekerjaan : OC di Kemenkeu

Orang tua :
Ayah : Ghofur
Ibu : Istianah

Pekerjaan ayah : Buruh
Pekerjaan ibu : wiraswasta

Saudara : anak ke satu dari dua bersaudara

Adik : sekolah SMA

Usianya 21 tahun? Lebih muda dua tahun? Ga jadi masalah sih. Oke. Semuanya oke. Tampangnya juga oke meskipun ga kaya Brad pitt.

Sebuah suara berbisik di kepalanya

Dia orangnya, ini waktu yang tepat

Selesai membaca biodata itu, Mei-mei pamit undur diri ke dapur untuk bermusyawarah bersama emak, bibi dan tetehnya.

Jodoh Di Bulan RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang