15. Terkuak

48.1K 2.8K 133
                                    

Sudah seminggu ini Aina tidak pernah melihat Meta. Dia ingin menanyakan pada Zico, namun Zico juga sangat sulit untuk ditemui. Zico selalu pergi pagi dan pulang larut malam.

Apakah mereka bertengkar? Jika ya, apakah karena dirinya? Sepertinya dia memang pembawa masalah. Aina tidak pernah melihat mereka berdua mesra seperti dulu.

Apa yang harus dilakukannya supaya mereka berbaikan? Dia harus melakukan sesuatu. Tapi, jika itu berhasil, bagaimana dengan dirinya? Apakah dia sanggup melihat kemesraan mereka. Biarlah, yang penting mereka bisa berbaikan.

Suara deruan mobil terdengar. Aina mengintip dari jendela kamarnya. Ternyata dugaannya benar, mobil itu milik Zico.

Aina tersenyum lega ketika orang yang pertama kali keluar yaitu Meta. Sepertinya mereka berdua sudah baikan. Meta kembali duduk dikursi favoritnya, membuka ponselnya yang dari seminggu lalu mati. Banyak sekali pesan yang masuk dari kedua abangnya. Pasti mereka sangat khawatir. Apa yang harus dilakukannya? Ini bukanlah saat yang tepat untuk menceritakan semuanya pada mereka.

Meta keluar dari mobil tanpa menunggu Zico, dia langsung menuju kamarnya. Zico yang melihat tingkah laku Meta hanya menghela napas berat. Sudah seminggu dia membujuk Meta, tapi tidak berhasil. Apalagi sejak pertemuannya dengan dia tadi. Meta sama sekali tidak berbicara, dia hanya diam mematung.

Zico menyusul Meta. Dilihatnya dia sedang duduk termangu dipinggir ranjang. Zico duduk disampingnya, memegang tangan Meta yang sedingin es.

"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Zico.

Meta menoleh kearah Zico, "kau membohongiku selama ini." hatinya terasa remuk redam, orang yang sangat dipercayai dengan tega menutupi sebuah rahasia yang sangat besar.

"Aku tidak bermaksud membohongimu, Meta. Aku hanya tidak ingin membuatmu merasa bersalah."

"Tapi ini yang membuatku merasa bersalah. Apa yang harus aku lakukan?" merebahkan kepalanya pada dada Zico. Ingatannya kembali pada beberapa jam yang lalu.

Zico sedang bekerja ketika sebuah ponselnya berdering. Dia sungguh terkejut ketika Meta mengirimkan sebuah pesan jika dia ingin bertemu dengan orang itu.

Zico menjemput Meta disebuah butik. Dia memang sedang melakukan survei untuk membuka butiknya. Tidak ada kata sepanjang perjalanan.

"Kita sudah sampai," ujar Zico. Meta yang melihat sekelilingnya bingung. Tidak ada tanda-tanda orang hidup disini. Bahkan tidak ada rumah yang berdiri kokoh.

"Dimana ini?" tanyanya penasaran.

"Ikuti aku," ujar Zico, menggandeng tangan Meta. Mereka menyusuri jalan setapak, mungkin hampir sepuluh menit mereka berjalan. Meta dapat melihat sebuah rumah yang berdiri kokoh ditengah hutan ini. "Ini adalah salah satu rumah keluargaku. Kami menempatinya ketika sedang ada dalam masalah bisa dibilang rumah relaksasi." jelas Zico.

Zico mengeluarkan sebuah kunci dari saku celananya. Setelah pintu sudah terbuka, Zico menuntun Meta menuju lantai dua. Kamar lelaki itu berada.

Meta melihat sosok lelaki yang sedang berdiri didekat jendela. Meta tahu betul siluet tubuh itu, pria yang hampir satu setengah ini dia kira meninggal dengan kokohnya masih berdiri disana.

Lelaki itu membalikkan badan. "Kau sudah datang?" memamerkan senyum yang selalu disunggingkannya.

Meta luruh kelantai. Tidak sanggup menerima semua kenyataan ini. Dicubit lenganya berkali-kali untuk memastikan semua ini adalah mimpi.

"Ini mimpi, Mentari ayo bangun!" ucap Meta berkali-kali. Zico memegang kedua lengan Meta.

"Hentikan! Kau menyakiti dirimu sendiri." kata Zico.

Aku, Kamu Dan DiaWhere stories live. Discover now