10. Hamil

53.4K 2.9K 132
                                    

Aina menatap makanan didepannya, tidak berniat untuk menyentuhnya sama sekali. Bahkan aroma yang dikeluarkan tidak bisa menarik selera makannya. Biasanya, hanya dengan mencium bau aroma masakan yang dibuat, Aina akan merasa lapar dan akan langsung memakannya. Tapi tidak dengan ini, dia bahkan sudah membuat berbagai makanan tapi tidak ada satupun yang dapat membuat selera makannya meningkat.

Dengan kesal Aina membiarkan makanan itu tergeletak di meja makan. Dia menuju kulkas dan menemukan sebotol susu cokelat. Tanpa pikir panjang Aina mengambil dan meminumnya. Akhir-akhir ini tubuhnya memang sangat sulit untuk menerima makanan.

Aina berjalan kearah balkon apartemen. Melihat pemandangan kota Singapura malam hari mungkin dapat menghilangkan rasa asing yang dialaminya akhir-akhir ini.

Ingin sekali dia keluar dari apartemen ini, mengelilingi kota Singapura yang terkenal akan keindahannya.

Menjelajah setiap sudut kota, mengenal aneka ragam budaya yang ditawarkan dan tentunya menyicipi makanan khas Singapura. Mencari setiap hal yang dapat membuatnya melupakan kejadian yang akhir-akhir ini selalu menghantuinya.

Aina memejamkan mata menikmati semilir angin kota Singapura. Apakah dia harus terus terkekang dalam apartemen ini? Apakah dia harus selalu menerima semua kesalahan yang bahkan tak pernah dilakukannya? Kenapa? Kenapa dia yang selalu disalahkan. Bukankah ini kesepakatan bersama? Bukan hanya dia yang setuju akan hal ini, tapi mereka juga.

Dua bulan lebih sejak mereka tiba disini, tapi masih saja Meta mendiamkannya. Bukankah Meta yang membuat kontrak itu? Dan kenapa dia yang malah memusuhi Aina?

Aina masih mengingat apa yang Meta katakan ketika mereka masih di Villa.

*****

"Maaf," lirih Meta disela tangisnya. Zico tidak menjawab, tangannya masih bergerak. Aina tidak berani menatap Zico, dia hanya menundukkan kepala.

Setelah Aina sedikit tenang. Zico meninggalkan Aina begitu saja. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Zico.

Aina melihat punggung Zico yang semakin menjauh. Dugaannya ternyata salah, Zico bukanlah lelaki yang selama ini Aina pikirkan. Zico masih peduli padanya. Itu membuatnya lega, setidaknya Zico masih menganggapnya ada.

Aina sudah bertekad, jika dia tidak akan berdebat lagi dengan Zico seperti dulu karena sekarang Zico adalah suami, panutan dan kepala keluarganya walaupun hanya sebatas kontrak.

Aina ingin seperti mamanya yang selalu setia disamping papanya. Walaupun hanya setahun, dia akan berusaha menjadi istri yang baik.

Hal yang harus dipecahkan masalahnya adalah Meta. Dia ingin Meta kembali seperti dulu, kakaknya yang cerewet dan periang. Bukan Meta yang selalu menatapnya dengan pandangan sinis dan bahkan selalu mengeluarkan kata-kata pedas untuk Aina.

Aina sangat merindukan Meta. Dia rela melakukan apapun asalkan Meta menjadi Meta yang dia kenal. Rasanya sesak ketika orang yang kita sayangi menjauhi kita.

Dengan langkah gontai Aina menuju lantai dua, meringkuk diatas kasur. Memejamkan mata, mencoba untuk menghilangkan rasa sesak yang menghampirinya.

Brak

Suara pintu terbuka sangat keras, Meta berdiri disana dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Kak Meta," lirih Aina yang sudah duduk di ranjangnya.

Suara desiran Angin malam hari tidak terdengar  ketika suara gesekan kulit terdengar nyaring. Hanya keheningan yang tercipta. Keheningan yang menyayat hati.

"Sejak kapan kamu berubah menjadi jalang, Aina?" pekik Meta.

Aina memegang pipinya yang mulai terasa perih. "Apa maksud kak Meta?" matanya berkaca-kaca menahan sakit.

Aku, Kamu Dan DiaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz