12. pulang II

40K 2.6K 89
                                    

Aina sedang menyiapkan bahan untuk makan malam ketika ponselnya berdering. Dia tersenyum senang ketika abangnya menelpon.

"Assalamualaikum, Kak." terdengar suara balasan salam dari abangnya.

"Kenapa jarang hubungi Kakak sekarang, Ai? Apa kamu lagi sibuk?" Vino memang suka to the point, tidak suka basa-basi.

"Seharusnya Kakak nanya, 'sehat nggak, Ai?' atau "udah makan apa belum?' ini langsung diomelin."

Aina dapat mendengar gelak tawa, dia yakin Vino dan Varrel sedang menertawainya.

"Apa yang lucu sih, Kak?" Aina cemberut ketika suara tawa mereka semakin terdengar. "Udah ah, aku tutup teleponnya." ancamnya.

"Eh, kok malah ngambek sih, Ai. Kakak nggak menertawakan kamu kok. Ada yang lucu di TV jadi Kakak ketawa." bujuk Varrel.

Aina melirik jamnya. Perbedaan waktu Indonesia dan Singapura hanya satu jam. Biasanya setiap jam segini, mereka bertiga akan duduk didepan televisi dan menonton sitcom. Walaupun Vino terlihat kalem dan jarang tersenyun tapi Vino-lah yang tertawanya paling kencang diantara mereka. Bahkan Aina dan Varrel tertawa bukan karena menertawakan komedi yang ditayangkan melainkan menertawakan tawa Vino. Agh, jika dipikirkan lagi, dia dan Varrel memang konyol.

"Aku nggak ngambek, Kak. Aku cuma kesal."

"Sama saja, Ai. Kamu udah makan belum? Sehatkan? Sibuk nggak?" Varrel terkikik sendiri mendengar kalimat yang dia tanyakan.

"Udah ah, aku sibuk. Tutup dulu ya Kak."

"Eh, jangan ngambek dong. Kakakkan cuma menjalankan apa yang Ai mau. Udah ditanyakan tadi?" tidak ada jawaban dari Aina. "Tahu nggak Ai, tadi aku ketemu sama pakdhe Jarwo." Varrel mencoba mengalihkan perhatian.

Aina mengerutkan kening, sepertinya nama itu sangat familier. "Siapa ya Kak?" tanya Aina penasaran.

"Kamu pasti lupa. Dia itu Sahabat Papa kamu. Beliau suka berkunjung ke sini membawa makanan pesanan kamu ketika beliau berkunjung ke rumah. Terakhir berkunjung sepertinya kamu kelas tiga SD." jelas Vino.

Aina masih tidak mengingatnya. Agh, ternyata ingatannya buruk sekali. Bagaimana dia lupa pada orang yang selalu membawakan makanan untuknya?

"Masih lupa? Dia sering bawa lumpia dan winko babat." Vino mencoba untuk mengingatkan.

Perutnya berbunyi nyaring ketika Vino mengatakan tentang makanan. Sepertinya makan lumpia dan winko babat tidaklah begitu buruk, dia menginginkannya. Tapi masalahnya apakah pakdhe Jarwo mempunyai cabangnya disini?

Aina menganggukkan kepala. "Aku ingin makan itu, Kak." sepertinya ini yang dinamakan ngidam karena dia benar-benar ingin makan lumpia dan winko babat buatan pakdhe Jarwo.

"Kalau kamu mau, pulang dong. Pakdhe Jarwo bawanya banyak. Dia tidak tahu kalau kamu tidak disini, kamu kan sering makan dua porsi. Dia juga ikut berbela sungkawa atas meninggalnya orang tua kita." kata Vino diakhir kalimatnya.

Aina tertegun mendengar kalimat terakhir Vino. Sudah lama sekali Aina tidak mengunjungi mereka. Biasanya, Vino yang selalu mengajak Aina untuk sesekali berziarah ke makam orang tuanya, dia bukannya tidak mau pergi tapi dia masih belum sepenuhnya ikhlas untuk kepergian orang tuanya karena pelaku penabrak itu belum diketahui sampai sekarang.

"Kak, udah dulu ya. Aku mau mengerjakan tugas dulu." Aina menahan tangis yang akan keluar, lebih baik mengakhiri teleponnya sekarang daripada membuat kedua abangnya khawatir.

"Ya sudah. Nanti kakak telepon lagi. Kamu hati-hati disana, jangan terlalu percaya sama orang asing, jangan lupa makan dan yang paling penting jangan pacaran sama orang sana, Kakak nggak rela." nasihat Varrel, sedangkan Aina hanya menganggukan kepala. Walaupun dia tahu Varrel tidak bisa melihatnya. Setelah salam Aina memutuskan teleponnya.

Aku, Kamu Dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang