Extra Part 2

5.3K 300 10
                                    

Still Sean POV

2 Bulan kemudian....

Jauh lebih indah dari yang aku bayangkan sejak dulu.  Hidupku benar-benar luarbiasa dengan Jane. Dia istri yang begitu terampil untuk segala hal.  Pintar melayani segala kebutuhanku termasuk di ranjang. Kepintarannya membuatku tergila-gila setiap hari padanya. Entahlah mengapa pria tak sempurna sepertiku ini memiliki istri yang sangat hebat. Aku sungguh berterimakasih pada Tuhan atas segalanya, kalau bukan karena-nya aku tidak mungkin bisa tidur di samping istri tercintaku saat ini.

"Sean, " suara Jane yang lirih masuk ke dalam telingaku.

Aku membuka kedua mataku dan mendapati wajah manis istriku mendongak ke arahku.

"Lelah?" tanyaku lembut dengan satu tanganku bebas membelai punggung telanjangnya.

Jane bergelung kembali ke dalam pelukanku dan mengangguk. Merasakan sikap manjanya padaku membuat senyumku tanpa sadar hadir. Aku suka sekali ketika Jane bersikap manis dan manja padaku.  Entahlah, aku merasa seperti dia sangat membutuhkan perhatianku.

"Apa kau tidak lelah tiap hari melakukannya?" tanya Jane lebih terdengar seperti sebuah gumaman.

Aku terkekeh, "untuk satu hal itu, aku tidak akan pernah lelah sampai kapanpun sayang."

Jane menggigit dadaku kesal lalu menjauhkan dirinya dari tubuhku dan memposisikan dirinya bersandar pada kepala ranjang. Kedua tangannya memegang erat selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Sepasang mata indah yang selalu aku puja menutup tampak seperti meresapi sesuatu. Rasa penasaran menggelitiku secara cepat melihat sikap istriku yang berbeda akhir-akhir ini.

Sambil bergerak untuk bangun aku bertanya padanya, "ada apa sayang?" aku mendekatkan diriku dengan tubuhnya, tanganku mengusap lembut pipinya.

Dia menggeleng seraya kedua matanya kembali terbuka. Dia menoleh ke arahku, menyandarkan kepalanya ke bahuku dan mendesah. Aku memberikan tiga kali kecupan di puncak kepalanya sambil mengusap lembut rambut hitam miliknya yang indah.

"Jangan terlalu sering melakukannya Sean," gumam Jane memunculkan kerutan di keningku.

"Melakukan apa?"

Dia mendesah lagi dan menjawab kesal, "Bercinta. Kau pikir hal apa yang sering kau lakukan?"

Aku tertawa pelan mendengar omelannya. Dia benar, hanya bercinta dengannya dan memanjakannya lah yang sering aku lakukan.

"Maafkan aku sayang. Kau tahu kan, kau itu seperti candu bagiku. Aku tidak bisa menahannya setiap kali melihatmu," jelasku.

"Aku tidak peduli Sean. Kau harus mengontrol gairahmu sendiri. Hanya untuk sementara ini aku tidak bisa sesering seperti dulu. Kau mengerti kan?" protes Jane.

Mendengar protesnya, rasa penasaran dalam diriku semakin membesar.

"Memangnya kenapa?  Kemarin-kemarin kau tidak pernah menolaknya, bahkan kau yang memintanya sendiri pad--Aw!" aku mengaduh kesakitan ketika Jane mencubit bibirku.

Dia menjauhkan kepalanya dariku dan menatapku tajam.

"Tidak usah banyak alasan. Pokoknya kau harus mengurangi hobi barumu ini, okay?"

"Tidak,  untuk apa aku berhenti?" aku tidak terima.

"Pokoknya harus, Sean!" tolaknya.
"Kenapa memangnya?" aku tak mau kalah darinya. Enak saja, tidak mungkin kan aku mengurangi kegiatan yang luar biasa ini.

Jane turun dari ranjang, memakai piyamanya dengan cepat. Lalu, Jane berjalan ke meja rias, dia membuka salah satu laci yang ada di sana, mengambil sesuatu dalam laci itu dan berjalan kembali ke arahku.

Sambil memberikan sebuah amplop cokelat berbentuk persegi panjang yang cukup besar padaku, dia berkata, "aku tidak mau tahu. Pokoknya kau harus menguranginya. Mengerti?"

Aku menerima amplop itu dengan wajah bingung, "apa ini?"

Jane menghendikkan bahunya dan menjawab "buka saja. Aku malas menjelaskannya padamu. Sudah ya, aku mau mandi."

Jane meninggalkan aku dan masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam tangan kananku, masih tergengam amplop yang Jane berikan tadi. Pelan-pelan aku mulai membuka isi ampol itu. Terdapat dua kertas rumah sakit dan sebuah testpack. Mataku meneliti lebih, melihat sebuah testpack dengan dua garis di sana, lalu membaca isi surat rumah sakit.

"Oh Tuhan! Aku... aku akan menjadi Daddy? Istriku hamil?" aku masih tak percaya tapi semua bukti sudah ada.

Aku bahagia, sangat bahagia. Aku bahkan berpikir, aku adalah orang yang paling bahagia saat ini. Istriku hamil, istri kecilku yang aku cintai hamil. Aku akan menjadi seorang ayah sebentar lagi.

Rasa bahagia dalam diriku memuncak membuatku dengan crpat membuang surat dan juga testpack yang Jane berikan padaku di ranjang. Aku keluar dari ranjangku tanpa memperdulikan tubuh telanjangku dan menyusul Jane ke dalam kamar mandi. Tanpa permisi, aku membuka pintu kamar mandi dan menemukannya di bawah pancuran shower. Melihatnya tampak sehat dan manis seperti biasanya, aku langsung bergegas memeluknya.

"SEAN, KENAPA KAU MENGGANGGU ACARA MANDIKU DAN TELANJANG!!!"

Ah, aku tidak peduli dia berteriak. Aku sangat bahagia saat ini.

[...]

9 bulan kemudian...

"Tidak," tolakku saat Jane datang ke kantorku dalam keadaan hamil tua dan meminta izinku untuk pergi bersama Daniel.

"Ah, ayolah suamiku sayang yang paling tampan. Kali ini terakhir! Aku berjanji tidak akan pergi lagi dengan Daniel," rayunya.

Aku tidak peduli ini terakhir kali atau apapun. Dia tidak boleh terlalu sering bergaul dengan Daniel karena itu tidak baik. Daniel adalah mantan pria yang pernah ia cintai dan aku tidak ingin istriku kembali mencintainya. Tidak sayangku, kau tidak akan aku biarkan jatuh dalam pesona pria muda itu.

"Sebaiknya kau istirahat di rumah. Dua minggu lagi anak kita akan lahir, kau harus banyak istirahat untuk kesehatanmu," jawabku setelah meletakkan iPadku di atas meja kerja.

Jane berdecak kesal, turun dari pangkuanku. Aku tahu, setelah ini pasti dia akan keluar dari keluar dari ruang kerjaku dan menuruti perkataanku dengan pasrah. Tapi, sebelum dia benar-benar pergi dariku, aku menahan tangannya dan berdiri dari dudukku. Aku membalikkan tubuhnya agar menghadap padaku. Sudah aku duga, wajahnya kini terlihat sangat menggemaskan dalam mode merajuk. Dia masih seperti gadis kecil yang aku kenal dulu.

Satu tanganku mengusap pipinya dan tangan yang lain mengusap lembut perut besar Jane.

"Jangan merajuk. Aku tidak ingin kau terlalu sering bergaul dengan mantan pria yang kau cintai itu. Aku tidak ingin kau meninggalkan aku. Selain itu, aku tidak ingin dia..." mataku bergerak ke arah anakku yang berada di dalam perut Jane, "aku tidak ingin dia jauh-jauh dari pengawasanku di saat ia akan lahir ke dunia. Mengerti?"

Jane mengdesah pelan, diam untuk beberapa saat hingga pada akhirnya mengangguk.

"Aku tahu. Maafkan aku."

Aku tersenyum mendengarnya. Tidak tahan lagi, aku bergerak menciumnya lembut dalam waktu singkat.

Dia kembali tersenyum dan aku selalu saja berhasil mendapati diriku terpesona dengan senyuman itu.

"I Love You Mommy, " ucapku lembut.
"I Love You Daddy, " balasnya.

[...]

Guys aku kembali lagi dengan new part!  Ini belum end kok. Masih ada satu lagi! Tunggu yak!  Keep comment and vote. And don't forget to follow my ig and add my LINE!

Ig dan LINE : janeds13

Jane [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang