Part 37

9.7K 678 12
                                    

Sudah seminggu hari aku berada di dalam rumah Sean. Aku sudah mulai terbiasa dengan sikap Sean yang selalu bossy terhadapku. Aku merasa kembali seperti dulu ketika Sean dan aku berada di mansion milik Sean yang ada di Australia. Dan, apa kabar Stella? Dia sama sekali tidak mengujungiku. Aku merasa khawatir dengan keadaan Stella dan Nathan saat ini. Jika mereka benar-benar bahagia karena Mark sudah mengetahui masalah mereka, Stella pasti sudah mengunjungiku saat ini.

"Sean, bolehkah aku pergi ke supermarket sebentar?"

"Kau ingin apa?" dia masih saja bersikap seperti tadi.

"Aku ingin membeli makanan."

Ya, aku baru saja bangun dari tidur panjangku. Masa bodoh, aku sangat lapar. Salahkan dia yang tidak membangunkan aku dari tadi pagi. Aku benar-benar kelaparan saat ini. Ketika bangun dari ranjang kingsize milik Sean, aku langsung melangkahkan kakiku menuju dapur dan mencari makan, tapi sialnya aku tidak menemukan sama sekali makanan di sana. Hanya sebotol coca cola dan minuman soda lainnya. Dan kini, aku mencoba merengek pada Sean yang sedang bekerja di ruangannya untuk mengijinkan aku memebli makanan di supermarket.

"Tunggulah di sini, aku akan membelikanmu," dia menutup macbook nya dan bersiap pergi.

"Ikut," pintaku langsung di balas delikkan tajam darinya.

Aku menatapnya nanar. Tatapan andalanku ketika ia selalu mengekang permintaanku.

"Okay, ikut. Jangan menangis!" dan Sean memang sangat tidak suka melihatku menangis.

Aku memeluknya dan menyembunyikan menyembunyikan wajahku di dadanya. Akhir-akhir ini aku memang sangat menyukai dada Sean. Entahlah, mungkin aku akan kembali merajut kasih dengannya, walaupun aku masih takut untuk menjalaninya lagi.

"Makasih," gumamku dalam pelukannya dan ia memeberikanku satu ciuman di puncak kepala.

"Ayok berangkat," dia menggandeng tanganku dan satu tangannya yang lain menggenggam iPad.

Well, jarak supermarket dengan apartement Sean memang tidak terlalu jauh. Kami bisa pergi ke sana hanya dengan berjalan kaki. Itu mengapa aku merengek pada Sean untuk memperbolehkan aku karena aku pikir tidak akan terjadi hal yang membahayakan. Tapi, Sean adalah Sean, dia pria yang sangat keras kepala. Dia takkan melepaskan aku barang sedetikpun. Seperti saat ini, aku sungguh kesal dengan sikap Sean yang sangat overprotectif padaku. Sejak masuk ke dalam supermarket hingga sekarang, tangannya tidak pernah lepas dari pinggangku. Semua mata pria yang menatapku bahkan di hadiahi tatapan tajam darinya. Berulang kali aku menyingkirkan tangannya tapi Sean selalu saja kembali merangkul pinggangku dan memegangnya dengan kuat. Tapi ini tidak adil, bukan hanya aku saja yang disuguhi tatapan memangsa para pria, Sean pun juga. Para gadis dan wanita juga memandang Sean dengan tatapan memuja dan lapar. Aku kesal sekali ketika dia terlihat seperti tebar pesona saat ini.

"Kau curang."

"Curang?"
"Ya! Kau curang!" Sean menaikkan satu alisnya dan mengernyitkan dahi.

Aku mendengus kesal ketika ia tidak mengerti apa yang aku maksud. Apakah akucemburu? Tentu saja aku cemburu! Pria yang ku cintai mendapat banyak tatapan seperti itu dari gadis lain. Sial! Kenapa pesonamu begitu menawan Sean? Ugh.

Aku menyibukkan diriku memilih buah-buahan lagi. Dia kembali dia dan mengutak-atik ponselnya kembali dengan satu tangan yang terbebas dari pinggangku. Demi tuhan! Bisakah dia sebentar saja menjauh dari ponsel atau gadget nya? Aku sangat bosan melihatnya selalu menyibukkan diri dalam dunianya dan mengacuhkan aku. Aku tahu, aku tahu dia mempunyai pekerjaan yang—tunggu, pekerjaan? Kenapa aku baru menyadarinya? Sudah beberapa hari Sean di New York dan dia meninggalkan Australia hanya untukku. Bagaimana dengan pekerjaanya?

Jane [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang