Dua

13.7K 1K 110
                                    

"Bapak ingin kamu segera menikah."

Mendengar ultimatum sang ayah, si anak sedikit ragu. Apa benar kata-kata itu ditujukan padanya. Terlebih mereka tidak hanya berdua, ada wanita lain di sana. Wanita yang dikawini bapaknya juga melahirkannya.

Aihh ... Tak mungkin bapaknya rela dipoliandri.

Mungkin saja yang disuruh kawin si Bagus-adeknya yang ikut nimbrung sambil mijitin hape.

Itu juga mustahil. Si Bagus baru kelas empat SD, baru kemaren sunat.

Jadi, fix dia yang disuruh kawin, tapi sama siapa coba? Pacar saja tak punya.

"Kami punya jodoh yang baik untukmu." Si emak ikut sumbang suara.

"Tapi, S2-ku?" Muka melas mengharap pengertian kedua orang tuanya. Syukur-syukur si arek bantuin.

"Na, kamu kan cuma lulus SMA," pernyataannya menghina, tapi emang bener ... tetep aja bikin nyesek. "Kalo nunggu S2 keburu tua. Kawin saja dulu, syukur-syukur suamimu kasih ijin sekolah lagi." Kelanjutan dialognya intinya sama, tiada harapan bermimpi meraih pendidikan lebih tinggi.

"Tapi, Na belum pengen kawin."

"Nunggu pengen itu sampai kapan?" Si bapak tak banyak bersuara, beliau hanya mengamini semua perkataan emak. "Sampai adekmu lulus SMA? Na, teman-temanmu semua sudah pada punya anak bahkan si Milah sudah mau nikah lagi padahal kamu tahu sendiri dia baru cerai kemaren."

"Kenapa Si Milah yang jadi acuan? Ibuk kan tahu sendiri itu perempuan kagak bener. Punya anak kagak jelas bapaknya semua."

Jika si emak ngomong pakek kecepatan 125 km/jam, si anak tak mau kalah, tarik gas pol. Adu mulutpun tak terelakkan hingga sang ayah harus turun tangan melerai dan si adek ... memilih masuk kandang.

"Na, mengertilah maksud kami baik."

"Ok, aku akan menikah."

"Jangan bilang setelah S2," emak memperingatkan.

Na cuma bisa nyengir, "biarkan kami saling mengenal dulu, itu saja."

Emak dan bapak saling berpandangan. Ini bocah menakutkan kalo lagi bener.

"Jangan buru-buru datang ke rumah. Biar Na ketemuan, ngobrol, dan memutuskan. Selayaknya orang dewasa."

Mengerikan, Na pasti sudah punya rencana jahat.

***

Na tak benar-benar ingin bertemu. Berangkat janjian pun ia sengaja tak mandi. Setengah jam lebih awal gadis itu sudah pamit keluar, tapi baru setelah dua jam menunggu ia menampakkan batang hidungnya.

Dengan penuh keyakinan Na langsung duduk di meja milik seorang pria yang ciri-cirinya kurang lebih sama dengan apa yang emak jabarkan. Tak ada photo.

Etdah, takut kena santet kali ini orang.

"Maaf, menunggu lama," Na coba berbasa-basi sambil nyopot kacamata item punya bagus yang sejak tadi bawaan pengen prosotan mulu.

Si pria tak membuka suara, mungkin ngambek. Na tak tahu, ia juga tak peduli.

"Na," Na memperkenalkan diri. Si pria masih cuek dan tak mau menyambut uluran tangan Na. "Lo tahu, makanan di sini sebenarnya ngga enak, tapi wifinya kenceng makanya gue paling betah kalo nongkrong di mari."

Na masih penasaran kenapa si pria masih tak mau bicara. Padahal kata emak dia orangnya ramah. Apa lagi sariawan?

Sebenarnya Na pengen to the point, tapi liat muka si abang sangar jadi atut. Ia harus sabar hingga akhirnya mendapatkan celah yang tepat untuk bisa keluar dari masalah yang ada.

SijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang