12. pulang II

Começar do início
                                    

Aina meninggalkan makanannya begitu saja. Dia menuju kamar tidur, membuka koper yang berada dipojok kamar. Sejak pindah ke apartemen ini Aina memang tidak pernah memasukkan pakaiannya dalam almari karena dia tahu apa yang dia tempati sekarang bukanlah miliknya dan suatu hari dia akan meninggalkan tempat ini. Hanya jaket yang tersimpan di lemari.

Aina menemukan foto orang tuanya. Mengusap foto itu dengan rindu. Aina rindu akan banyolan ayahnya, Aina rindu akan masakan bundanya. Aina rindu akan kehadiran mereka disisi Aina.

Aina mengusap pipinya yang basah karena menangis. Dia tersenyum ketika perutnya malah berbunyi, Aina mengelus perutnya. "Kamu lapar ya, Nak. Maafin Bunda ya. Kamu mau makan apa? Hm, Bunda ingin makan lumpia dan wingko babatnya pakdhe Jarwo. Disini pasti nggak ada cabangnya. Apa kita pulang ke Indonesia saja, ya?" tanya Aina pada dirinya sendiri. "Papa dan Mama kamu, kesininya pasti minggu depan. Jadi, kita punya waktu. Kita beberapa hari disana terus pulang ke sini lagi ya. Kita sembunyi-sembunyi saja, jangan sampai ketahuan." Aina memantapkan tekadnya.

Tiga bulan sejak dia tahu hamil. Meta dan Zico memang jarang menemuinya. Dia tahu Zico orang yang sibuk, jadi tidak mungkin dia selalu berada didekatnya sedangkan Meta dia sudah mengundurkan diri dari dunia hiburan, Meta memilih untuk fokus pada keluarganya.

Aina memang jarang bertemu dengan Meta, terakhir kali dia bertemu mungkin dua minggu lalu. Sedangkan dengan Zico tiga hari yang lalu. Itu juga karena Zico sedang dalam bisnis. Itu adalah pertama kalinya Zico berkunjung tanpa Meta disisinya.

Aina tersenyum ketika mengingat beberapa hari lalu.

"Bunda kangen bakso. Kita beli bakso yuk, Nak." ucap Aina sambil mengelus perutnya. Aina baru akan berangkat ketika dia mengingat tidak mempunyai uang Singapura sedikitpun. Lebih parahnya lagi dia tidak tahu tempat apapun yang ada di Singapura. Aina menghela napas kecewa. Mbak Darmi, pembantu yang dikerjakan Meta libur seminggu kedepan karena akan pulang ke Indonesia. Sekarang tidak ada orang yang diminta tolong, biasanya dia dan mbok Darmi akan berbelanja bersama atau mengantar ke suatu tempat terdekat yang Aina ingikan.

Suara pintu terbuka mengagetkan Aina. Aina mengambil bantal paling dekat dan mendekapnya erat, berdiri dan menghadap kearah pintu. Dia takut pencuri yang akan masuk kedalam apartemennya walaupun itu mustahil karena ketatnya penjagaan apartmen. Dia merasa lega ketika Zico yang datang.

"Kakak datang?" entah sejak kapan Aina memanggil Zico kakak. Zico juga sepertinya tidak keberatan Aina memanggilnya kakak.

"Aku sedang menemui client disini. Sekalian saja mampir." ujar Zico datar.

Aina bersyukur Zico tidak memasang wajah tidak sukanya. Akhir-akhir ini Zico memang sedikit berubah, dia lebih hangat padanya.

"Kak Meta mana?" tanya Aina mencoba mencairkan rasa canggung diantara mereka.

"Dia tidak ikut. Dia sedang sibuk menyelesaikan kontrak sebelum benar-benar keluar dari dunia hiburan."

Aina menganggukkan kepala. Dia tahu Meta sangat menyukai dunia modelling, keluar dari dunia yang disukainya memang keputusan yang berat. Aina salut akan keputusan Meta. Itu artinya anaknya kelak akan mendapatkan kasih sayang yang sangat banyak dari papa dan mamanya.

Tanpa terasa Aina mengusap perutnya pelan. Zico memperhatikan gerakan yang dilakukan Aina, dia memandang perut Aina yang sudah membuncit.

"Agh, dia gerak." Aina mengelus perutnya yang bergerak. "Anak Bunda pintar ya. Gerak terus kalau ada Papa disini, tapi Mama nggak disini sayang." Aina larut dalam pembicaraannya sendiri, mengabaikan Zico.

Zico akan melangkahkan kakinya ke arah Aina ketika Aina berkata bayinya bergerak. Sungguh, dia ingin mengelus pelan perut Aina. Langkahnya terhenti ketika Aina mengatakan 'mama', Zico tahu yang dimaksud mama adalah Meta.

Aku, Kamu Dan DiaOnde histórias criam vida. Descubra agora