Pengakuan

223 22 2
                                    

Vanessa's P.O.V

Tepat seminggu yang lalu, aku dan Harry merayakan Anniversary yang pertama. Aku heran mengapa selama satu tahun ini, Harry tidak pernah marah kepadaku. Padahal aku sering marah kepadanya, tapi Harry tidak pernah terbawa emosi. Ia selalu sabar dengan sikapku yang terbilang childish.

Beberapa minggu lagi, aku akan menghadapi Ujian Kelulusan, dan melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Jadi, akhir-akhir ini aku dan Harry sudah jarang ada waktu berdua karena sama-sama sibuk belajar.

Oh iya, Pricilla sekarang sudah kembali dari Perancis dan sekarang ia sedang dirumahku untuk belajar bersama. Dan, baik Harry maupun Pricilla belum tau kejadian sewaktu aku di Bradford, tentang Kenny. Jadi, aku harap sekarang waktu yang tepat bagiku untuk bercerita pada Pricilla.

"Pricilla." panggilku pada Pricilla yang tengah menulis sebuah rumus matematika dibuku nya.

"Hmm?" jawabnya tanpa menoleh ke arahku.

"Aku ingin bercerita kejadian waktu di Bradford." ucapku

"Hmm ya, berceritalah. Aku akan dengarkan." katanya sambil masih melanjutkan kegiatan menulisnya.

Aku segera menarik nafas panjang, lalu membuangnya.

"Aku memiliki saudara tiri." ucapku

"Really? siapa namanya?" tanya Pricilla, kali ini ia menghentikan kegiatan menulisnya dan menaruh pulpennya diatas meja.

"Kenny......"

Mata Pricilla langsung terbelalak, aku berani taruhan kalau ia sangat kaget saat ini. Bahkan ia sekarang menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"SERIOUSLY? ARE YOU FUCKIN' KIDDING ME?" kata Pricilla tidak percaya.

"Ayolah, apa aku terlihat bercanda saat ini?" jawabku agak kesal.

Pricilla buru-buru menggelengkan kepalanya.

"Lalu, selanjutnya bagaimana?" tanya Pricilla.

"Jadi, Ibuku menikah dengan seorang laki-laki bernama David, dan David mempunyai anak yang tidak lain adalah Kenny."

"Tapi tenang saja, aku dan Kenny sudah berdamai." lanjutku

"Oh, syukurlah. Apa Harry sudah tau soal ini?" tanya Pricilla.

Aku menggeleng pelan,

"Aku menunggu waktu yang tepat." jawabku

Pricilla hanya mengangguk penuh arti.

"Oh iya, dan sepertinya sebentar lagi aku akan punya adik." kataku pada Pricilla.

"Your mom...—?"

"Ya, dia sedang mengandung seorang bayi." ucapku lirih. Sial, aku ingin menangis saat mengingat hal ini.

Pricilla menatapku prihatin, sejurus kemudian ia memelukku erat.

"Vanessa, aku tau ini berat untukmu. Berbahagialah untuknya, aku yakin kau bisa melewatinya." kata Pricilla. Astaga, suaranya bergetar. Ia menangis.

Lalu aku melepas pelukannya,

"Hey, tenang saja. Aku tidak apa-apa kok sungguh, aku tau ini semua rencana Tuhan, karena Tuhan tau kalau aku mampu melewati ini semua." jawabku sambil tersenyum.

"Aku sangat bersyukur bisa bertemu denganmu, kau memang yang terbaik." lanjutku

Pricilla terkekeh pelan, lalu mengusap air matanya.

GAMES [h.s]Where stories live. Discover now