Chapter 11

577 54 23
                                    

"Halo?"

"Namjoo pingsan dan ia di rumah sakit sekarang."

Sungjae tidak lagi merespon dan mematikan sambungan teleponnya dengan Sanghyuk. Ia meraih cangkir merah dari atas meja dan meneguk habis teh yang tersisa dari dalam sana. Pikirannya melayang, jantungnya berdetak tak seirama. Namjoo ada di rumah sakit dan ia tidak tahu harus bagaimana- melakukan apa. Ia merasa sudah gagal jadi sahabat yang baik.

"Kau kenapa?" suara lembut itu mengalun. Sungjae menoleh ke kiri dan mendapatkan Sooyoung tengah menatapnya khawatir.

"Sahabatku, Namjoo, kau tahu kan- yang pendek dan suka memukulku? Ia masuk rumah sakit, Sooyoung-ah. Aku harus bagaimana?" Sungjae menatap Sooyoung frustasi. Akal sehatnya sudah hilang entah kemana.

Tatapan Sooyoung mulai kosong. Ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi atas kalimat Sungjae. Darah dalam tubuhnya naik sampai ke kepala, buat wajahnya jadi merah padam.

Sooyoung ingat betul siapa Namjoo. Sooyoung tidak akan pernah lupa dengan seseorang yang punya mata setajam pisau belati dan menyudutkannya di toilet sekolah. Saat itu permasalahannya cuma karena Sungjae, Namjoo kira Sungjae membuangnya mentah-mentah hanya untuk menjadikan Sooyoung sahabat baru. Namjoo memang tidak jahat, Sooyoung tahu itu. Tapi, Sooyoung takut- ia tidak ingin dibenci lagi.

Dan, ia tidak ingin jauh-jauh lagi dengan Sungjae. Semua itu hanya bagai neraka untuknya.

"Jenguk dia, Sungjae." Sooyoung tersenyum lirih. Ia setengah hati mengucapkannya. Tapi bagaimanapun, Namjoo masih sahabat Sungjae. Ia tidak ingin dianggap penghancur.

"Tapi, bagaimana denganmu? Ayahmu masih-"

Tidak ada cara lain selain mengecup pipi Sungjae. Lelaki itu tidak akan berhenti berceloteh, mengubah arah pembicaraan hingga kesana dan kemari. Sooyoung tidak punya pilihan lain lagi, ia mengecup pipi Sungjae, dan Sungjae tentu suka kecupan.

"Aku tidak apa-apa, pergilah."

"Sungguh?"

"Iya."

"Kau tidak takut sendirian?"

"Memangnya aku anak TK? aku sudah dewasa, aku bisa jaga diriku sendiri."

Sungjae tertawa, suaranya menerbangkan Sooyoung ke langit dengan awan-awan serupa gulali. Ia sungguh tidak peduli lagi dengan siapa Sungjae akan bertemu setelah ini, Sungjae membuatnya terhipnotis. Ia tidak akan pernah mau lagi jauh dari lelaki ini.

"Oke, kalau itu maumu. Aku pergi, kau baik-baik ya." Sungjae bangkit dan tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Sooyoung. "Jangan nakal, anak manis."

Setelah mendapat anggukkan dari Sooyoung, Sungjae menyampirkan jaketnya di bahu dan bersiap melangkah pergi. Namun, Sooyoung yang cekatan, menahan lengan lelaki itu dan cengenges. "Hati-hati, kau juga jangan nakal."

Keputusannya untuk menahan Sungjae adalah kesalahan besar sekaligus kebahagiaan sempurna. Sungjae kembali padanya dan mencium bibirnya intens- memberi beberapa lumatan kecil pada bagian bawah bibirnya dan mengakhirinya dengan lima kecupan kilat.

Keduanya saling membagi senyuman sebelum Sungjae benar-benar pergi dan meninggalkan Sooyoung dengan ribuan kupu-kupu hinggap di perutnya. Ia benar-benar terasa melayang.

                                       ***

Sungjae tidak begitu familiar dengan rumah sakit. Ia berjalan lambat menyusuri lorong panjang bangunan bernuansa putih, membiarkan aroma antiseptik memenuhi paru-parunya.

Mata elangnya mencari-cari ruangan Namjoo dengan berbekal tiga deret nomor kamar yang dikirim Sanghyuk lewat aplikasi pesan. Setelah menemukannya, Sungjae dengan tergesa segera memasukki ruangan tersebut. Hatinya jatuh melihat Namjoo terbaring lemah dengan selang infus di punggung tangan kirinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 29, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Typical (Not Typical) Love StoryWhere stories live. Discover now