Chapter 9

367 42 18
                                    

Sooyoung tidak bisa tidur.

Waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi dan Sooyoung masih terjaga dengan kedua mata besarnya yang menatap langit-langit kamar. Tidak ada alasan lain yang bisa membuatnya jadi insomnia mendadak selain seorang bocah ingusan bernama Yook Sungjae. Lelaki itu telah melakukan sesuatu yang tidak pernah bisa ia bayangkan selama hidupnya, lelaki itu menciumnya. Dan Sooyoung akan memberi judul momen tersebut 'ciuman manis di pekarangan rumah'.

Sooyoung tidak dapat membiaskan perasaannya. Ini semua terlalu tiba-tiba, terlalu manis, terlalu aneh, dan terlalu indah. Sungjae adalah orang yang spontan dan selalu punya jalan pikiran yang sulit ditebak- melenceng kemana-mana, Sooyoung benar-benar tidak mengerti tapi ia suka.

Semua kejadian malam ini menjadi jawaban atas pertanyaan yang selama dua bulan ini bersarang di otaknya sampai-sampai berdebu dan punya banyak lumut disekitarannya. Sooyoung yakin ini jawabannya, dan ia sungguh-sungguh yakin karena ia tidak mau lagi peduli apapun yang dikatakan orang mengenai keputusannya setelah ini. Ia rasa ia pantas punya kebahagiaan.

Ia tidak akan lagi menjauhi Sungjae. Keputusannya sudah benar-benar bulat dan tidak akan pernah lagi berubah sampai ada sesuatu yang benar-benar mendesak. Ia menyayangi Sungjae, Sungjae juga menyayanginya- setidaknya itu yang ia lihat dan rasakkan sekarang ini. Untuk apa saling menjauh? Untuk apa mereka menyerah? Saling menyayangi antara perempuan dan laki-laki itu normal dan tidak dosa. Ia bahagia menyayangi Sungjae, ia bahagia bersama Sungjae, ia merasa beban di tubuhnya hilang jika ada Sungjae. Sungjae itu sumber kebahagiaan, tidak pantas di jauhi.

Jadi, keputusannya sudah benar-benar bulat. Ia tidak akan pernah lagi menjauhi Sungjae.

                                       ***

Hari Sabtu adalah hari libur. Tidak ada sekolah, tidak ada pulang sore, tidak ada PR, tidak ada buku-buku soal latihan untuk ujian yang lebih tebal dari novel Teenlit, tapi tidak lebih tebal dari novel Harry Potter.

Biasanya, Namjoo punya segudang aktifitas di pagi hari. Mencuci muka, gosok gigi, memberi makan Shideum si kelinci, lari pagi, dan makan sandwich isi tuna buatan Ibunya yang punya standar rasa yang sama dengan sandwich di restoran mahal. Tetapi, hari ini ia tidak ada mood untuk melakukan semuanya dan memilih untuk berbaring di tempat tidur- bergelung di dalam selimut hangatnya.

Suhu badan Namjoo naik drastis dan tengah malam suhunya mencapai tiga puluh delapan derajat celcius sehingga ia tidak punya tenaga untuk melakukan berbagai aktifitas pagi yang biasanya rutin dilakukan. Ia tidak nafsu makan, perutnya sakit, dan kepalanya seperti ditusuk jarum pemintal. Namjoo lemah dan butuh banyak sekali istirahat.

Namjoo tidak tahu mengapa daya tahan tubuhnya jadi payah akhir-akhir ini. Mungkin karena tekanan batinnya yang membludak sehingga ia drop sampai menumbuhkan penyakit semacam ini yang begitu ia benci. Dan siapa lagi yang mampu membuat batinnya tertekan selain Yook Sungjae? Oh, tidak ada. Hanya lelaki itu yang jahat kepadanya. Namjoo benar-benar muak dengannya.

Sungguh, ia lelah. Sungjae punya hati sekeras batu dan sekokoh baja sehingga sulit sekali untuk ia terobos dan masuk kedalamnya. Lelaki itu tidak pernah melihatnya sebagai perempuan, lelaki itu tidak pernah sadar bahwa ia mulai mengurus diri, lelaki itu tidak pernah menganggapnya lebih dari sekedar sahabat.

Namjoo seharusnya cepat-cepat sadar dan menanggalkan perasaannya terhadap Sungjae tetapi perasaan itu semakin lama hanya semakin membesar hingga akhirnya ia berada pada satu titik dimana ia terlalu mencintai Sungjae dan menginginkan lelaki itu untuk tetap bersamanya dan cemburu jika ada perempuan yang mendekati Sungjae.

Atau, Sungjae sendiri yang mendekati perempuan itu.

Ia tahu Sungjae sedang jatuh cinta parah sekali kepada satu perempuan cantik yang punya rambut bagus seperti artis-artis di televisi. Hatinya sakit sekali begitu mengetahuinya dan emosinya meledak-ledak saat Sungjae bercerita panjang lebar tentang pujaan hatinya. Tetapi, ia masih cukup tegar untuk menghadapinya dan mendengarkan cerita Sungjae baik-baik walaupun itu sama saja dengan menyakiti dirinya secara perlahan.

A Typical (Not Typical) Love StoryWhere stories live. Discover now