Chapter 3

369 52 5
                                    


Namjoo berjalan menyusuri lorong sekolah. Ini masih jam setengah 7 pagi, dan dia sudah di sekolah. Sebenarnya, Namjoo bukan morning person- tapi, ini semua karena Ayahnya yang pagi-pagi sekali berangkat ke kantor dan mau tidak mau Namjoo harus bangun pagi dan berangkat bersama Ayahnya.

Mood Namjoo benar-benar tidak sedang bagus hari ini. Bukan, ini bukan karena Ayahnya atau karena Ibunya yang lupa menyiapkan sarapan untuknya. Langit dan bumi mungkin sudah tahu siapa yang membuat mood Namjoo jelek, siapa lagi kalau bukan Yook Sungjae?

Semalam ini, Namjoo terus memikirkan lelaki itu. Namjoo juga tidak tahu kenapa lelaki itu mulai sering muncul dalam pikirannya, padahal dulu tidak begini. Sungjae sudah masuk di list lelaki yang tidak akan pernah Namjoo sukai atau dijadikan pacar- Jadi, Namjoo kira ia aman-aman saja bersahabat dengan Sungjae. Sungjae itu idiot, bodoh, berantakkan, tidak romantis, dan tidak punya bakat melawak. Mustahil Namjoo menyukai lelaki seperti itu- ia punya standar yang tinggi.

Namjoo meniup poni rambutnya yang acak-acakkan saat ia sampai di ambang pintu ruang kelasnya. Ia mendorong pintu berwarna abu-abu itu perlahan, dan mengintip keadaan di dalam kelas. Sunyi dan sepi. Di dalam sana hanya ada Wendy si jenius yang duduk di bangku paling depan dan sedang membaca buku super tebal dengan bahasa yang beratnya selangit. Namjoo mendengus pelan, ia menutup kembali pintu itu dan kembali melanjutkan langkahnya- entahlah, ia bingung dan kesepian.

Semoga saja Sungjae cepat datang.

***

Ini adalah hari terbaik sepanjang masa. Mengobrol dengan Sooyoung adalah impiannya sejak 3 hari yang lalu dan sudah terwujud dengan mudah hari ini. Kalau Sungjae punya kekuatan super, maka ia ingin punya kekuatan yang berhubungan dengan waktu. Ia ingin memperlambat waktu agar bisa berlama-lama dengan Sooyoung. Tapi, sebentar lagi jam 7 dan mereka harus sudah sampai di sekolah jam 7 kurang 10 menit.

"Hari ini aku ada ulangan sejarah," Sooyoung mengangkat tangan kanannya dan kedua mata besarnya tertuju pada jam tangan mungil yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sudah jam 7 kurang 5 menit." Suara Sooyoung bergetar- gadis itu panik. Sungjae tidak berkutik dan malah tersenyum. Sooyoung terlihat gemas saat panik membuat tangan Sungjae gatal ingin mencubit pipi berwarna kemerahan itu.

"Kau lucu." Bodoh. Satu kata yang terlintas di otak Sungjae adalah bodoh. Bagaimana bisa ia melontarkan kalimat seperti itu kepada Sooyoung yang baru saja mengenal dan dikenalnya pagi ini? ia benar-benar sudah lancang dan ia layak mendapat hukuman apapun.

Mungkin, setelah ini Sooyoung akan menjauhinya.

Benar saja, Sooyoung terlihat kaget dan salah tingkah. Gadis itu berusaha mati-matian menyembunyikan kedua pipinya yang semakin merah dengan rambutnya yang hanya sebatas bahu. Sungjae semakin gemas tetapi sekaligus merasa bersalah- karena Sooyoung mulai melangkah mundur dan menjauh darinya.

"Maaf, aku lancang tadi." Sungjae mengakui kesalahannya. Sungjae itu lelaki yang baik dan ia akan mudah mengakui apa kesalahan yang telah ia perbuat- setidaknya, itulah yang Ayahnya ajarkan sejak kecil.

Sooyoung terlihat berpikir, namun setelahnya gadis itu mengangguk pelan. Sungjae tak dapat menahan senyumnya lagi- ia suka lihat Sooyoung yang kebingungan seperti ini. Ah, indahnya jatuh cinta.

"Astaga!!" Sooyoung menepuk dahinya kemudian mencengkram pergelangan tangan Sungjae dan menarik lelaki itu paksa dengan langkah cepat-cepat. "H-hey, jangan cepat-cepat-" Sungjae kelabakan melihat tingkah Sooyoung yang sedang menariknya tanpa memperdulikan tangan Sungjae yang mulai terasa nyeri karena cengkramannya.

"Kita sudah telat, jangan protes."

Wow, bidadari yang galak.

***

A Typical (Not Typical) Love StoryWhere stories live. Discover now