Chapter 2

442 60 10
                                    

                          
"Kau?"

Kedua mata Sooyoung membulat- membuatnya terlihat semakin besar. Ia sedang dalam bahaya besar kali ini. Lelaki itu lagi. Tanpa mengucapkan apapun, Sooyoung segera menutup pintu rumahnya kembali. Samar-samar ia mendengar lelaki itu memohon untuk membuka pintu itu lagi, tapi ia tidak begitu memperdulikannya.

Jantung Sooyoung kembali berdetak lebih cepat dari biasanya- Sooyoung tidak tahu apa artinya. Jadi, ia meletakkan salah satu tangannya diatas dada kirinya dan pelan-pelan mengatur napasnya. Ia janji ia akan membuka pintu itu lagi saat jantungnya sudah stabil.

"Hey, buka pintunya,"

Sooyoung mendengar pintu rumahnya diketuk beberapa kali oleh lelaki itu. Lelaki itu ternyata bukan tipe yang penyabar. Sooyoung menghela napas beratnya sebelum akhirnya membuka pintu itu dengan perlahan. Lelaki itu tersenyum padanya. Sooyoung memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki- lelaki itu terlihat normal dan berantakkan.

"Hai," Lelaki itu bergumam. Sooyoung tak membalas sapaannya. Dan, pada detik selanjutnya lelaki itu menyodorkan sesuatu yang dibungkus dengan kain merah padanya. "Ini untukmu, dari ibuku." Sooyoung menerima pemberian lelaki itu dengan takut-takut. Ia dapat mencium wangi kue beras saat menerima bungkusan itu.

"T-terima kasih." Ucap Sooyoung dengan terbata kemudian ia menundukkan kepalanya- mencoba menghindari kontak mata dengan lelaki di hadapannya. Lelaki itu hanya tertawa ringan sambil menggaruk tengkuknya. "Hmm, oke, sepertinya aku harus pulang." Sooyoung mendongakkan kepalanya- lelaki itu menunjuk-nunjuk rumah yang ada di seberang sana dengan telunjuknya. Jangan-jangan lelaki ini tetangganya?

"Jika perlu bantuan, kau bisa datang ke rumah kami, di seberang itu." Bingo, tepat sekali. Lelaki ini benar-benar tetangganya. Sooyoung tersenyum kikuk dan mengangguk pelan. "O-oke." ia memainkan ujung bungkusan itu dengan ibu jarinya- menunggu lelaki itu untuk kembali berbicara padanya.

"oke, titip salam untuk keluargamu." Lelaki itu kembali mengumbar senyuman. Sooyoung merasa ada sesuatu yang mencekit dadanya. Dan, lelaki itu berbalik- berjalan menjauh darinya.

                                     ***

"Sial!!!!" Sungjae mengacak rambutnya frustasi. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa ia bodoh sekali sampai ia lupa menanyakan nama gadis itu. Tuhan benar-benar jahat kali ini, karena telah memberi penghalang untuk dapat mendekati gadis pujaannya.

Dengan wajah yang masih merah padam, Sungjae meraih benda yang hanya sebesar telapak tangannya- handphone miliknya dan menekan sederet nomor yang sudah ia hapal di luar kepalanya. Ia harus menelepon Namjoo. Ia butuh Namjoo di saat-saat genting seperti ini. Namjoo akan menjadi penyelesai masalah yang diandalkan Sungjae.

"Halo?" Sungjae dapat mendengar suara manis itu. Suara itu lemah dan serak mirip burung gagak.

"Namjoo, kau harus dengar cerita ini."

Dengan perasaan menggebu-gebu Sungjae menceritakan kejadian yang ia alami sore ini, mulai dari Ibunya yang cerewet sampai saat bertemu untuk yang kesekian kali dengan gadis incarannya. Sungjae sedikit terengah-engah saat ia sampai pada akhir ceritanya yang lebih panjang dari essay bahasa inggris yang ia tulis untuk tugas harian. Ia terus merutuk pada Namjoo mengenai kebodohannya dan ia bersumpah tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri sampai ia berhasil tahu nama gadis itu.

"Kau benar-benar aneh." Ini adalah kalimat terpanjang yang Namjoo ucapkan selama mereka berbicara di telepon hari ini. Sungjae tahu Namjoo tidak benar-benar tertarik dengan ceritanya. Karena sedari detik pertama, Namjoo tidak menanggapi Sungjae sama sekali. Tidak seperti biasanya Namjoo begitu antusias mendengar cerita apapun darinya walaupun itu cerita yang makes no sense.

A Typical (Not Typical) Love StoryWhere stories live. Discover now