Chapter 13 - Mimpi Buruk

2.7K 153 8
                                    

"Dasar badak! Hapus nggak!"

"Nggak mau! Ini muka lo jelek banget soalnya."

"Giga!"

"Apa sayang?"

"Jijay, sayang sayang! Hapus! Sini kamera lo!"

Matahari masih terbit dari timur, burung-burung masih berkicau, dan kedua sahabatnya masih saja mempermasalahkan hal yang tidak penting. Cukup tiga bukti itu untuk memastikan bahwa hari Lexa berjalan normal.

Lexa berjalan menuju tempat duduknya.

"Jadian aja kenapa sih?" katanya lalu menyalakan ponselnya untuk membalas LINE Lio.

Dira dan Giga menoleh serentak.

"Apa? Gue? Sama si mata tiga ini?" Dira menunjuk Giga dan kamera yang menggantung di lehernya bergantian.

"Sampai Obama jadi supir angkot pun gue nggak bakalan jadian sama cewek macho ini."

Dira tertegun mendengarnya, begitu pula Lexa.

Giga, laki-laki berkumis tipis itu mengatakannya tanpa beban.

Masalahnya adalah, Dira menyukai Giga sejak lama. Langsung saja Lexa merasa tidak enak hati pada Dira. Ia sama sekali tidak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut Giga.

"Dira..."

"Ah, lama-lama liat muka si mata tiga jadi kebelet gue." Dan Dira melesat begitu saja keluar kelas.

Begitu gadis itu menghilang, Giga langsung panik dan menghampiri Lexa.

"Lex, gue keceplosan!"

Lexa tertawa. "Mama dorong!"

"Hah?"

"Mom push!" Lexa tertawa lagi.

"Jahat lo."

Giga meletakkan kameranya di meja lalu duduk di sebelah Lexa. Wajahnya terlihat cemas.

"Gimana nih?"

"Ya makanya jadian aja."

"Pengennya sih gitu, tapi gue mm --"

Lexa memutar bola matanya. "Jadian ya jadian, nggak pake tapi-tapi."

Lexa mengambil kamera Giga dan melihat isinya.

"Gue takut kalau ternyata dia cuma nyaman sama gue sebagai temen. Gue nggak mau dia berubah Lex." Giga terlihat frustrasi saat mengatakannya, tapi Lexa malah memandangnya geli.

"Sekarang gue tanya, kalau Dira udah punya cowok, lo mau gimana?"

Giga melotot kaget. "Emang Dira udah punya cowok?"

Lexa menahan senyum sambil mengangguk, lalu memerhatikan wajah Giga yang semakin lama semakin nelangsa. Sebenarnya Lexa cuma menggoda saja.

"Lo bohong 'kan Lex." Giga tampak memucat.

Tak tahan akhirnya Lexa tertawa.

"Tai lo! Anjir gue udah deg-degan gila!"

"Language please!" Lexa membidikkan kameranya ke sembarang tempat. "Kalau seandainya itu kenyataan, gimana?"

"Nggak usah berandai-andai lah," kata Giga kesal sendiri.

Lexa memotret wajah Giga, -zoom in di hidung- lalu tertawa pelan. "Cuma seandainya."

Giga terdiam, bibirnya bergoyang-goyang lucu.

"Yang jelas gue sedih."

Lexa menyangga kepalanya dengan tangan, menunggu Giga melanjutkan.

Aluna & AlexaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang