Rai: Si laki-laki Pluviophile

1.5K 167 79
                                    

    "Kamu tahu nggak orang itu?"

    "Orang mana?"

    "Orang yang lagi berdiri di luar itu."

    "Emang di luar ada orang, ya? Kan di luar hujan."

    "Iya, masa Nara nggak liat?"

    "Kakak gimana sih, kan aku buta!"

    "Oh iya, kakak lupa, hehe."

    Dua orang itu duduk di samping jendela kayu. Mereka tampak memperhatikan keadaan di luar sana-eh bukan. Hanya salah satu dari mereka, karena satunya lagi adalah gadis buta yang tengah menolehkan kepala seakan-akan menatap jendela.

    Di luar hujan lebat, angin berhembus kencang membuat pohon-pohon berdaun lebat terpaksa menggugurkan daunnya.

    Nara dapat mendengar suara gorden yang disampirkan oleh si perawat berseragam putih. Gorden biru yang tadi setengah menutupi jendela kini benar-benar disingkirkan olehnya ke pinggiran jendela---menampilkan kaca yang berembun.

    "Di luar sana, ada pasien yang dirawat sejak seminggu lalu karena mengidap leukimia. Dokter Alvin dekat sekali dengannya, karena mereka sama-sama suka hujan." Perawat yang bername tag Oriza Kanavriska itu memulai ceritanya.

    "Beneran? Dokter Alvin suka hujan? Kok aku nggak tahu, Kak? Jangan-jangan Kak Riska penggemar rahasia Dokter Alvin, ya? Ngaku deh!" Nara segera menyela cerita Riska dengan candaannya, dan menghadirkan semburat merah tipis di wajah Riska. Untung saja Nara buta.

    "Nara apaan, sih! Udah jangan motong cerita Kakak," gerutu Riska seraya menepuk kencang paha Nara yang dibalut celana hijau muda khas pasien.

    "Iya-iya, lanjutin."

    "Tapi, Dokter Alvin hanya sekedar suka aroma hujan sama kesejukannya aja. Kalo orang itu bener-bener suka hujan. Bahkan setiap hujan turun, dia selalu keluar. Mandi hujan." Lanjut Riska, ia berhenti sejenak. Menarik nafas untuk melanjutkan ceritanya. "Dan orang itu yang selalu rajin nganterin kamu bunga."

    Nara sontak mendelik, ia membuka lebar bibirnya. "Hah?!"

    "Iya, dia selalu letakin berbagai bunga di atas meja ini," Riska menunjuk salah satu meja yang terletak di hadapannya dan ia langsung menepuk jidatnya, lupa kalau gadis di hadapannya itu tidak bisa melihat.

    Nara mengerti meja yang dimaksud perawatnya, ia mangut-mangut sambil tersenyum.

    "Asyik nih, Nara punya penggemar baru!" ia mengepalkan tangannya sambil terkikik geli setelah mendengar cerita-cerita dari Kak Riska.

    Riska adalah salah satu perawat baru yang ditugaskan dokter merawat Nara, perawat lama Nara mengambil cuti untuk beberapa bulan ke depan. Selain itu, Riska juga masih pemula di rumah sakit ini, ia diterima sekitar dua minggu yang lalu.

    Riska tersenyum geli sembari mengacak-acak puncak kepala Nara, setelah itu matanya melirik jam dinding yang tergantung di sudut dinding. Pukul 16.30. Tiba-tiba gadis itu menepuk kencang jidatnya, kemudian mendorong kursi besi---yang didudukinya---ke belakang dan beranjak pergi dari ruangan.

    "Kak, mau kemana?" tanya Nara yang mendengar suara langkah kaki menjauh dari tempatnya berada.

    "Mau ambil obat kamu," jawab Riska sebelum benar-benar keluar dari ruang rawat Nara. Setelahnya, Nara tidak mendengar suara langkah kaki lagi. Ruangan itu mendadak sunyi.

    Nara meraba-raba meja yang ia yakini terletak di hadapannya, tangannya menyentuh sesuatu yang sedikit tajam. Nara langsung mengambilnya dan tersenyum sebelum membuka kulit buah salak itu dengan tangannya yang halus.

Story Under the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang