"Bajumu sudah banyak yang tidak cukup. Lihat baju yang kau pakai sekarang. Itu terlihat tidak nyaman dan terlalu kecil. Apa kau ingin Raito tidak bisa bergerak bebas di dalam?" Satoru melihat kaos lama, jelek, dan sempit yang tengah dikenakan Nagisa seharian ini.

" Tapi aku tidak mau memakai baju-baju dengan warna-warna perempuan seperti itu Nobi-chan!" Nagisa memprotes kembali.

"Akhir-akhir ini warna seperti ini juga sedang digemari oleh laki-laki Nagisa! Tapi kalau kau masih menolak, jangan salahkan aku, kalau baby Raito tidak bisa bergerak bebas hingga ia hanya memiliki tinggi badan yang sama sepertimu." Nagisa membelakan matanya tanda terkejut. Setelah itu tanpa ba-bi-bu ia langsung membuka bajunya tepat di depan Satoru. Membuang kaos lamanya, dan memakai kaos biru muda cerah pemberian Satoru dengan tulisan I Love Papa di tengahnya.

Nagisa tidak ingin anaknya memiliki tinggi badan yang hanya 162 seperti dirinya. Setidaknya Nagisa ingin anaknya meniru Satoru yang memiliki tinggi 180. Ternyata dia tidak terlalau menyesali tindakanya. Kaos yang ia pakai saat ini ternyata memiliki bahan yang halus dan longgar di tubuhnya. Pasti mahal. Pikir Nagisa.

Satoru terkejut dan juga ingin tertawa pada waktu bersamaan melihat tingkah konyol Nagisa. Menurut Satoru tidak ada yang lebih mengibur dari pada menggoda dan menjahili Nagisanya.

Cup.chococip

No copas

Hari baru dimulai. Nagisa memulai harinya dengan sebuah telfon di pagi hari oleh nomor yang selama ini tersimpan dalam Smartphone-nya dengan baik. Tidak lain adalah Iruka-Sensei.

Saat ini Nagisa tengah menunggu giliranya untuk mandi. Satu hal yang diketahui Nagisa setelah tinggal berdua bersama Storu (seranjang pula) adalah ia sangat menyukai ritual yang bernama mandi. Dia bisa menghabiskan waktunya berjam-jam di kamar mandi. Nagisa sempat curiga apa saja yang dilakukan tuan muda itu di dalam sana. Pernah ia mencoba bertanya, dan berakhir dengan ajakan mandi bersama. Alhasil Nagisa enggan bertanya lebih lengkap perihal hal tersebut dan memilih bungkam.

("Nagisa, kami sedang kurang tenaga pengajar. Apakah saat ini kau tidak dalam liburan musim panasmu?") Kata Iruka Sensei yang selalu melupakan bahwa Nagisa kini bukan anak SMA lagi.

"Sensei! Aku ini pria dewasa berusia 24 tahun dan bukan pelajar SMA yang memiliki libur musim panas atau musim dingin." Kata Nagisa jengkel.

("O ia, aku lupa. Huft~ Tapi aku benar-benar membutuhkan bantuan saat ini. Mereka terlalu banyak untuk aku urus sendirian. Guru bantu hanya datang pada hari jumat, sabtu, dan minggu. Sedangkan untuk hari-hari yang lain. Aku, Gai, dan Seito harus merawat sekaligus mengajar anak-anak. Kau akan kaget mengawasi para guru yang dibuat panik karena tingkah mereka yang sungguh hiperaktif. Mungkin hanya kau yang dapat menjinakan mereka.")

Nagisa pernah bekerja paruh waktu sebagai pengajar di panti asuhan. Walau gajinya tidak besar, dan harus bermodal tenaga dan kesabaran tinggi, tetapi Nagisa menyukai pekerjaan itu karena ia senang dengan anak-anak.

Mungkin saat ini adalah waktu paling tepat untuk berdeikasi penuh pada bidang itu, karena ia juga dalam masa cuti hamil yang kelewat lama sampai ia bosan berada dalam kamar besar milik Satoru. Dia ingin keluar dan bekerja untuk hidupnya. juga untuk menjaga harga dirinya sebagai seorang laki-laki sehat, yang tidak ingin menggantngkan diri dari belas kasih seseorang. Pekerjaan ini adalah yang paling tepat bagi Nagisa mengingat kondisi hamil 4 bulannya yang hanya mampu melakukan aktifitas dalam taraf sedang.

"Sensei. Aku rasa kita harus bertemu terlebih dahulu sebelum kau menawariku pekerjaan ini." Kata Nagisa.

("Baiklah. Kau bisa datang kapanpun di panti asuhan. Aku akan selalu menunggu kedatanganmu.")

Apapun Dirimu (TAMAT)Where stories live. Discover now