Akhir yang Semakin Dekat

553 57 7
                                    

       Kami berjalan keluar dari Stasiun Kereta Stoke Morden, untuk mencari kereta kuda yang akan mengantar kami ke Royston Manor. Di pinggir jalan yang ramai, tanpa sengaja aku menabrak seorang perempuan tua bertubuh bungkuk, menutupi seluruh dirinya dengan sebuah jubah kumal penuh tambal, kotor dan busuk. Hingga wajahnya tak terlihat dengan begitu baik, hanya menyisakan sorot mata kosongnya tertuju tajam padaku.

Telunjuk jemarinya mengacung kedepan mukaku. Ia berteriak histeris tiba-tiba hingga semua orang melirik ke arahku.

"Kau dikutuk, hidupmu sudah dikutuk! Pergi kau! Pergi dari sini!" ujarnya dengan suara memekik tajam, sedikit terbatah karena nafasnya tersengal dalam. Perasaanku tak enak, ketika menyadari semua orang melihat sinis padaku.

"Ayo kita pergi!" ucap Nona Maghdalena sambil menarik jemari tanganku menjauhi kerumunan "Kemiskinan dan kedinginan bisa membuat orang kehilangan kewarasan. Aku jadi tidak bersimpati pada orang miskin seperti mereka!" tukasnya menuju sebuah kereta tak jauh dari stasiun.

Aku termenung sebentar melihat ke arah perempuan tua itu, yang ditarik dua orang petugas penjaga keamanan stasiun menjauh dari tempat keriuhan yang ia sebabkan. Suara histeris dan pemberontakannya masih terlihat, meski ia mulai berada dalam jarak cukup dari tempatku berada.

Di tengah kerumunan orang, perhatianku bersinggungan pada seseorang. Pria yang memakai setelan jas hitam, dengan sorot mata hazel yang mencoba menyembunyikan bentuknya. Aku bertemu mata dengan ia dan yakin telah melihat Sebastian sedang berdiri di depan pintu stasiun kereta, menatap tempatku berada. Ketika menyadari aku mengetahui keberadaannya, ia segera mengenakan sebuah topi untuk menutup wajahnya. Beberapa orang berlalu menghalangi arah pandangku. Ketika suasana kembali lengang ia telah menghilang lagi dalam sekejap mata.

"Ada apa Anna?"

Aku terdiam sesaat sebelum kemudian menyahuti nona Maghdalena "Tidak, tidak ada apa-apa nona" ia tersenyum dingin, lalu menatap keluar jendela sambil menumpu dagunya.

"Jangan memikirkan omong kosong dari orang lain. Manusia dengan perut lapar akan membicarakan hal yang tidak berilmu dan kehilangan ketegaran. Musim dingin yang panjang bisa membuat banyak kematian bagi gelandangan yang hanya tahu berteduh di stasiun kereta. Malang sekali!"

"Saya tidak memikirkannya!"

"Baguslah" tukasnya tanpa melirik.

Di depan halaman rumah Nona Maghdalena yang luas tertutup salju, telah menunggu seorang perempuan berusia setengah abad. Rambutnya yang memutih ia sanggul kebelakang dengan sederhana tanpa hiasan apa pun.

Kuamati wajah pucat dengan banyak keriput di dahinya yang lonjong. Iris mata gelap yang ia miliki bersinar menyambut barang bawaan kami begitu sigap, seolah tak ada beban yang tak kuasa ditanggung tubuh mungil dan otot kecilnya yang kurus.

Ia tersenyum dingin ketika kembali menghampiri "Anda sudah datang nyonya!" sapa ia menundukkan wajah dengan suara serak, tajam dan nyaring.

"Baru saja. Jam berapa sekarang?"

"Sudah jam 05.00 sore. Akan saya siapkan makan malam" ucapnya berlalu pergi. Ditengah langkah kami memasuki rumah besar milik Nona Maghdalena ia bercerita mengenai wanita tersebut.

"Dia pelayan pengganti Elis selama berada di London untuk mengurus Philip. Vally sudah sering mengambil tugas ini, jadi dia sudah tidak begitu asing dengan kebiasaan rumah ini"

"Vally?"

"Itu namanya. Beritirahatlah di lantai atas! Aku tahu kau lelah. Begitu makan malam siap, kau bisa turun kemari!"

Sambil menaiki anak tangga, aku melirik seisi rumah tua berdinding batu putih pucat yang masih begitu terawat. Aku tak begitu nyaman di sini, namun tak memiliki pilihan selain tinggal sementara di rumah nona Maghhdalena sampai waktu pernikahan ditetapkan Philip.

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang