Perasaan Sesungguhnya dan Jawaban yang Menentukan Akhir

695 72 14
                                    

       Salah seorang asing yang memegang tanganku lantas membuka jubah yang menutup wajahnya. Sedikit terkejut, saat itu lah aku bisa menatap wajah Sebastian yang begitu dekat denganku, hingga bau mint dan kayu cendana yang selalu tercium dari nafas dan tubuhnya membuatku terpana. Meski ketika itu dia tahu kalau aku berada di sisinya, dia tidak mau melihatku dan hanya memandangi wanita di depannya.

"Saya minta maaf, karena hanya dengan cara seperti ini saya bisa meminta Anda bertemu dengan saya" kata wanita itu, sedangkan Sebastian tidak mengatakan apa-apa. Ia menyapu helaian rambut gelap yang menjuntai di antara alis tebal dan mata hazelnya yang bulat bersinar. Tanpa henti aku terus menatap raut mukanya.

"Kau bisa pergi sekarang!" aku mengalihakan pandanganku pada perempuan itu.

Sama sepertiku dia juga menatap Sebastian penuh arti yang mendalam. Di antara bayangan matanya yang tak mengedip, aku bisa melihat kesedihan sekaligus harapan yang berbinar samar-samar. Ia lantas mengatupkan bibirnya rapat menahan kata-kata, lalu mengalihkan pandangannya segera. Ia berbalik dan berjalan beberapa langkah jauhnya dari kami, setelah itu ia menghilang seperti asap. Begitupun dengan seorang asing lainnya yang memegang tanganku.

Aku buru-buru tersadar jika hanya ada aku dan Sebastian di sana. Belum sempat aku mengatakan apa pun padanya, dia beranjak pergi. Aku berjalan cepat untuk mengejar langkahnya, lalu dengan sedikit berani aku menarik lengannya.

"Kenapa kau pergi seperti itu, kenapa kau meninggalkan aku seperti ini?" Sebastian berbalik menatap padaku. Aku mencoba menerka apa pun yang ia pikirkan saat itu, namun ketenangan dan sikap dinginnya yang selalu seperti tembok kokoh, membuatku tak bisa menangkap apa pun.

"Kau pernah mengatakan padaku kalau kau mencintaiku, apa kau bisa memulainya dengan percaya padaku?" sinar matanya menyendu, membuatku berpikir sejenak mengenai ucapan dan raut mukanya yang nampak berbeda.

"Kenapa kau tiba-tiba bertanya?" balasku ingin tahu.

"Jika aku memberikanmu penawaran yang berbeda, apa yang bisa kau lakukan dengan perasaanmu?" perkataannya membuatku memerlukan waktu beberapa lama untuk mencernanya.

"Bukankah kau hanya menganggapku sebagai budak biasa? Kau juga sudah memiliki seseorang yang menjadi alasan bagimu menolakku?" tiba-tiba saja Sebastian menarikku dalam dekapannya. Aku kehilangan kata-kata. Apakah ini benar, apa dia sungguh Sebastian yang aku kenal. Jika itu dia, apa yang telah mengubahnya sedemikian rupa saat ia kembali.

Aku tak ingin berpikir lain. Jemari tanganku perlahan menyusuri punggungnya, mendekapnya seperti sebuah mimpi, karena aku merasa takut dia akan menghilang seperti asap jika aku tidak melakukan hal itu. Dalam kesunyian aku mendengarkan nafasnya dan kali pertamanya dalam hidup aku berpikir ini adalah kegelapan yang tak aku harapkan untuk berakhir.

Dia lalu melepaskan pelukannya, kemudian berbicara lewat matanya yang nampak lelah. Tatapan yang menderita itu mirip seperti saat aku melihatnya terbakar dalam mimpiku yang lalu.

Sebastian meraba sesuatu dari balik jubahnya dan mengeluarkan sebuah pisau kecil seukuran telunjuk jari, berwarna keemasan dengan sebuah rantai menggantung di ujungnya,berukiran huruf arab dan aram di masing-masing sisinya. Pisau itu ia sematkan di leherku, lalu ia letakkan dalam pergelangan tanganku.

"Jika suatu saat nanti kau kehilangan kepercayaanmu, masa itu sama saja dengan kau kehilangan cintamu.Maka saat itu, kau boleh mengambil hidupku dengan tanganmu," katanya sambil mendekap tanganku dengan jemari tangannya yang dingin dan kaku. Ia menuntun arah tanganku mendekat ke arah dadanya "di sini, kau bisa menusukku di sini dan aku akan menghilang selamanya seperti sebuah kegelapan dan mimpi buruk" kesedihan memenuhi perasaanku mendengarnya mengatakan demikian. Apa ini sebuah perpisahan lagi yang akan membuatku akan menangis selama berhari-hari.

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang