Pembicaraan Tentang Kontrak

2.2K 152 7
                                    

Aku tahu, pria tua itu nampak cemas dengan keadaan diriku belakangan ini. Aku juga tak mengerti apa yang sedang terjadi padaku sejak siang hari di mana aku bertemu seorang asing bermata merah itu. Sesekali ucapannya kala itu, masih tergambar jelas dalam dengungan daun telingaku dan terus terulang dalam pikiranku, hingga selalu tersirat hal tersebut terjadi pada hari sebelumnya dan hari setelahnya. Ketakutan mulai terlalu sering melingkupi malam-malamku, sekali pun begitu aku menyembunyikannya baik-baik sebagai sebuah kengerian yang coba aku selesaikan sendiri.Tapi sampai detik ini, aku masih belum mampu mengenyahkan kecemasan yang merantaiku.

Dalam diamku, aku mengamati tuan Leon dan Lanni yang selalu menjagaku. Hari ini aku jengah dan ingin menghirup udara pagi. Tapi aku tak tahu, apakah tuan Leon akan mengijinkanku keluar berjalan-jalan. Dia terlalu membatasi ruang gerakku, seolah aku akan melarikan diri. Dia harusnya tahu jelas, jika itu tidak akan terjadi.

"Aku ingin keluar berjalan-jalan" aku melirik ke arah tuan Leon yang tengah berdiri tepat di depanku. Sekilas ia melirik dan wajah tuanya yang sudah berusia setengah abad itu terdiam dengan menatap sekilas ke arah tembok.

"Saya akan menemani anda keluar berjalan-jalan" ujarnya dengan dilingkupi nada keraguan-raguan dari suaranya yang serak dan terdengar berat. Kuraih gelas teh yang telah di isi Lanni, pelayan setia sekaligus kawan baikku. Ia berdiri di sebelahku dan menyajikan kudapan kue pie hangat. Hanya beberapa menit aku menikmatinya karena ingin lekas keluar mansion, menghirup lekat bau musim semi dan sinar matahari yang hangat.

Nyonya Anet mengambilkan mantelku, memakaikannya sebelum aku pergi. Tuan Leon berjalan di depanku, menuntun arah ke luar mansion berbatu abu-abu kecoklatan dengan kubah-kubahnya yang tinggi, pilarnya yang kokoh, jendelanya yang lebar berukir dan asap tipis-tipis dari cerobong asapnya. Aku menatapnya sejenak, mansion yang mirip dengan gambaran rumah para dewa dalam mitologi Yunani. Untuk pertama kali kulihat tempat itu setelah tiba dan tinggal semasa setahun di sini. Waktu yang cukup lama hanya untuk tahu bentukannya, sama seperti pemiliknya.

Memasuki hutan, kami melintasi pohon hijau cemara, eucarytus, oak, maple dan beberapa pohon buah yang tumbuh subur dan liar. Ketika sampai di tengah hutan, kami berjalan di sepanjang jalan setapak berbatu kecil terselubungi rumput hijau yang kemudian jatuh terkulai ketika kakiku menginjakknya.

Sepanjang jalan aku hanya sibuk memandangi tempat itu yang sedikit cerah dengan bias-bias matahari di celah daunnya. Suara burung bertengger dan mengipas sayapnya begitu ramai di pucuk-pucuk pohon yang tinggi. Mereka nampak asing padaku saat kupikir mereka megamatiku dengan tajam. Aku melangkah cepat dan menyusul tuan Leon di depanku karena mendadak merasa cemas pada tatapan itu. Pria tua itu hanya memandangiku sejenak. Aku memasang wajah tenang dan memandang ke bawah kakiku. Hanya menengok sesekali.

"Akan kemana kita?" kataku ingin tahu pada pria pria tua yang selalu nampak serius dan tanpa senyum.

"Ada danau tak jauh di pinggir hutan, saya kira anda akan senang jika melihantya" aku berdiam setelahnya dan tak bertanya lagi. Aku tidak tahu apakah aku benar-benar akan gembira setelah melihat tempat itu atau tidak, karena sejujurnya apa yang kupikir adalah kesenangan adalah melihat sinar mata hazel yang selalu membakarku.

Tiba di ujung jalan setapak masih ada rimbun pohon, meski tak sepadat barusan namun, pohon di tempat itu lebih tinggi dan berdaun jarang dengan batangnya yang berwarna abu-abu pucat, panjang dan kurus. Setelah melintasinya, dari jauh bayangan air yang berkilau di terpa sinar matahari keemasan memantul-mantul dan menyambar di ujung mataku.

Warnanya menyilaukan tapi indah, seperti warna emas yang sedang berhamburan. Airnya benar-benar jernih saat aku mendekat, hingga ikan-ikan di dalamnya tampak jelas berenang dan kadang bersembunyi di antara sela batu dan rumput-rumput hijau yang menjuntai turun dari pinggir cekungan danaunya. Di seberang danau yang biru, masih tertutupi hutan yang lebat dan nampak lebih gelap dan hijau dari hutan yang kulalui barusan tadi.

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang