Opera Part B

1.4K 117 16
                                    

"Aku rasa kita bisa menjalin kerjasama yang bagus, kau bisa mendapatkan kehidupan sempurna dan layak selama kau mau"

"Setelah itu mati?" tandasku tiba-tiba

"Kau akan mati jika tidak mau patuh, lagi pula tanpa aku membunuhmu, orang-orang di luar sana akan mencoba membunuhmu, hanya aku yang bisa melindungimu. Bersamaku kau akan menemukan semua hal yang kau inginkan! Kau hanya perlu datang padaku dengan kemauanmu seperti sebelumnya" untuk sesaat aku berpikir dengan keras mengenai semua kejadian yang menimpaku. Datang padanya lalu mati, atau meninggalkan dia dan hidup sebagai gelandangan. Mana di antaranya yang bisa aku jalani. Mana yang mungkin?.

"Kau bisa memikirkan segalanya lagi, tapi kau tidak memiliki pilihan untuk menolak. Hidup sebagai gelandangan di pinggir jalan dan mati. Hidup macam apa itu menurutmu? Semua orang akan mati, tapi kau seharusnya menyadari, kalau bagian yang menyenangkan di muka bumi adalah membuat orang lain berada di bawah kakimu, membuat mereka merasa cemburu pada semua benda milikmu. Apa kau tidak menginginkan itu?" sorot mataku perlahan menjelajahi raut mukanya. Aku masih belum menemukan jawaban dari semua ucapannya itu. Mungkin dia benar, tapi mungkin dia juga salah. Iblis akan selamanya senang menggoda manusia, jika aku mengikuti dan turut pada kemauannya, bukan karena aku tidak tahu, tentu aku paham dengan baik semua itu. Tapi, aku menginginkannya. Keserahanku memang mendambakan hal seperti itu.

Kami berhenti di depan sebuah bangunan indah dengan pilar-pilar tinggi dan kubah-kubah segitiga yang di ukir rumit, jendelanya yang terbuat dari batu berwarna gelap keabuan. Kupandangi lebih lagi, di sana ada banyak serombongan orang berjalan masuk melewati tangga-tangga panjangnya. Mereka mengenakan gaun mewah, pakaian terbaik, kereta kuda terbagus dan sepatu-sepatu termahal. Saat aku mencari wajah Sebastian, kulihat dia sudah turun lebih dulu dari kereta. Tangannya mengulur ke arahku. Aku merasa akan kehabisan nafas, ketika membayangkan tangannya yang bersih itu ternoda dengan darah seseorang. Gigiku gemertak dan permukaan tanganku terasa basah oleh keringatk, dengan sedikit enggan dan cemas kuberanikan untuk menyentuh ujung jemarinya dan ia membagi sebaris senyumnya padaku. Kuturuni kereta sambil menggenggam tangannya. Ini tak biasanya dia bersikap begitu baik padaku. Apa dia sedang bermaksud membujukku?.

Ketika melintas koridor yang penuh lukisan, dekorasi bunga segar pada vas-vas keramik aneka warna, kudengar bunyi musik samar-samar. Suara lembut dari senar harpa, berpadu denting piano dan sesekali dari gesekan biola. Ketika aku melihat Sebastian untuk sejenak, dia tidak menatapku dan hanya terpaku serius pada jalan yang di tutupi karpet merah. Sedangkan orang-orang lalu lalang disekitar kami, terdengar begitu antusias. Aku belum berani bertanya pada dia, di mana kami sekarang berada dan untuk tujuan bagaimana.

Saat aku baru tersadar dari lamunku, kami telah berada dalam aula besar dengan sekumpulan orang di atas panggung, sedang duduk sambil memegangi alat musik. Sebastian duduk pada bangku kedua, diikuti olehku. Kami menunggu di antara banyak perbincangan orang yang terdengar gaduh.

"Kita belum terlambat" kata Sebastian yang mengarahkan tatapannya padaku "ini adalah pertujukan musik opera minggu, yang paling terkenal. Kau bisa lihat, hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk kemari. Bukan karena mereka suka, ini hanya bagian untuk menunjukkan kelas sosial"

"Nikmatilah pertunjukan ini, dan kenakan kaos tanganmu!" dia benar-benar nampak berbeda saat itu, tidak merasa bersalah sama sekali setelah apa yang barusan saja ia lakukan.

Tak berapa lama seorang perempuan bergaun cantik memasuki panggung. Musik mengalun, mulutnya pun mengeluarkan nyanyian yang amat merdu, indah tapi sedih dalam setiap lengkungan nadanya. Kesedihan dalam lagu itu masuk ke dalam telingaku, lalu memberondongi hatiku. Aku kembali memikirkan masa laluku yang menyedihkan dan membandingkannya dengan kebahagiaanku hari ini. Yah, semua berubah dan aku memilikinya, memiliki Sebastian, memiliki dunia dan kesenangan. Namun, ketika aku pandangi baik-baik dirinya dalam kegelapan, aku tahu dia adalah hal semu, kebohongan yang paling aku dambakan di muka bumi. Kata-katanya beberapa menit lalu seperti menusukku sekali lagi di dalam relungku yang tercampakkan jauh. Di sanalah realitaku yang sesungguhnya berada, terkubur dan kuabaikan. Dalam waktu yang terasa lama dalam kegelapan, aku mempertanyakan tekadku. Apakah aku akan tinggal di sisinya, dalam lingkupnya, dalam cara hidupnya hanya karena harta, sebuah kontrak dan kesenangan luar biasa yang datang seperti satu sapuan mata? Musik dan lagu itu terus mengalun, dalam Bahasa Prancis yang indah. Mon cheri (sayangku) liriknya, becampur nada yang pelan dan menyayat.

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang