#사 : Disappear

183 25 11
                                    

"K-kau?" ucap Nara sambil menunjuk pria berplester itu dengan ujung jemarinya.

"Sehun? Kau kah itu?" terka Luhan. Ia sibuk membersihkan remahan-remahan kuenya karena ia makan dengan tidak rapi. Luhan tampak tergesa-gesa.

"Bukankah kau yang masuk ke toilet wanita di kafe tadi?"

Sehun tampak menunjukkan urat malunya. Wajahnya memerah.

"Apa?!" pungkas Luhan dengan ekspresi terkejut sambil menghentikan aktivitasnya dengan tiba-tiba. "Kau mengintip?"

Sehun menekuk tubuhnya sekali lagi kepada Nara.

"A-aku.." ucap Sehun sambil terus mendetap-detapkan lantai marmer apartemen tanpa irama. "Aku tidak memiliki maksud apapun. Aku hanya ingin merenungkan sesuatu di tempat yang sunyi. Karena toilet pria sedang penuh, aku.."

"Baiklah, baiklah. Tak usah dilanjutkan. Aku mengerti." Potong Nara. Sebenarnya ia ingin mengetahui kelanjutan pengakuan dari pemuda itu, namun ia urungkan. Ia tidak melihat seberkas titik kebohongan pun dalam kedua manik pemuda berplester itu. Malam ini juga sebenarnya ia tak ingin banyak bicara, tenggorokannya sedikit sakit. Mungkin karena terlalu banyak mengonsumsi minuman berwarna cokelat pekat itu. Tapi hasrat keingintahuannya sempat mengurungkan tekadnya.

"Maafkan aku, Nona," ucapnya lagi. Nara mengangguk takzim.

"Eung, Luhan, apa dia adikmu?"

"I-iya. Perkenalkan, dia Sehun." Jawab Luhan gugup dengan pelipisnya yang sedikit mengkilap karena tetesan keringat. "Sehun, perkenalkan, dia Ahn Nara. Tetangga baru kita di apartemen 293."

Sehun mengangguk seraya tersenyum dan segera melenggang pergi dengan terburu-buru, mungkin menuju kamarnya. Sekilas Nara melihat ketika pria albino itu melewati Luhan, ia menghilangkan senyumnya, memasang wajah datar. Nara sendiri menjadi bingung dengan sikap Sehun yang berbeda-beda.

"Kenapa kau gugup seperti itu? Ada masalah, Luhan?" tanya Nara setelah Sehun keluar dari ruang tv.

"T-tidak ada." Jawab Luhan pada pertanyaan Nara, namun kedua netranya menatap kosong ke luar jendela yang berada di dekat sana.

"Baiklah, sekarang aku akan kembali ke apartemenku, aku tidak ingin mengganggu kalian karena terlalu lama di sini. Lagipula, ada tugas perusahaan yang harus kukerjakan. Aku permisi, terima kasih tumpangannya, Luhan,"

Luhan mengangguk seraya tersenyum. Sesudah Nara pergi, ia berjalan dengan penuh hati-hati menuju kamar adiknya, dengan tongkat yang selalu menemaninya.

Ia mengetuk pintu kamar Sehun dengan pelan, pelan sekali, seakan tak ingin daun pintu itu terlepas dari kusennya. Ck, jika terlalu pelan, mana mungkin Sehun bisa mendengarnya, Luhan?

Namun tidak. Dengan suara ketukan sepelan itu pun, kedua telinga Sehun bisa menangkap getaran suara yang ditimbulkan. Ia memiliki pendengaran yang sangat sensitif dan tajam.

"Apa yang kau inginkan?" cercah Sehun dari dalam kamar dengan nada malas.

Luhan meneguk salivanya kasar, "Ap-apakah.." ucap Luhan dengan terbata-bata.

"Cepat katakan apa maumu, Luhan. Aku sibuk." Jawab Sehun dingin serta ketus dengan nada yang melemah.

"Aku hanya ingin bertanya, apakah kau ingin kumasakkan sesuatu? Atau menyiapkan air hangat untuk kau mandi?" tanya Luhan dengan nada sedikit takut-takut.

Dua detik, tiga detik, empat detik, hingga satu menit. Sehun tak kunjung menjawab Luhan. Pria berparas cantik itu pun memberanikan diri untuk memasuki kamar adiknya, dengan perasaan ragu yang tak henti menerpanya.

REMINISCING [Sehun EXO]Where stories live. Discover now