PROLOG

2.7K 130 36
                                    

Hah..karena ada liburan bisa nulis sedikit-sedikit lagi nih, terinspirasi dari organisasi osis di sekolah sendiri. Gara2 ketosnya agak psiko dan mengerikan.

Sebenernya sih dia temen yang baik, malahan temen sejak bayi 😂

Note : kalo diawal page ada nama tokoh, artinya itu lagi Pov dianya. Kalo gak ada nama tokoh artinya diceritakan orang ke-3.

Mungkin cerita ini agak susah dimengerti ya... maklumlah namanya cerita misteri. Dan author minta saran n commentnya kalo ada kesalahan penulisan kosakata karena si author gak terlalu patuh sama EYD. Sekian....

################################

“Agghh…!!!”

“Hmm… jadi lo mau buka mulut?” sebuah pisau terbang bagai angin dan mengenai bagian perut. Perlahan pisau itu ditarik dari tempatnya bersarang, meninggalkan bekas luka yang panjang.

“Ughh..” dia menggeram “Gue pernah ngerasain yang lebih buruk dari ini.” Suaranya gemetaran. Dia terlihat seperti orang lemah, tapi hatinya tetap berpegang teguh pada apa yang diyakininya.

Stt…ujung pisau tajam itu berayun melewati pergelangan tangannya, membuat sensasi menyenangkan bagi pelakunya. “Dasar, wahai detektif Eza. Dari dulu lo selalu konsisten pada kelompok itu ya! tapi sebentar lagi cuma ada penyesalan.”

Eza, seorang detektif muda yang mengawali kariernya dari bawah. Berjuang dengan penghasilan sendiri agar bisa menjadi seorang detektif. Dia dibekali dengan penglihatan yang sangat tajam, juga memilki daya konsentrasi tinggi. Detektif muda ini sudah banyak memecahkan kasus-kasus sulit sehingga membuat namanya tercantum di banyak surat kabar dan media.

Statusnya yang sekarang lah yang membuatnya terlibat dalam masalah. Detektif yang memulai penelitian dari nol ini adalah salah satu detektif swasta terbaik di kotanya. Gara-gara namanya yang terkenal, banyak penjahat-penjahat yang ingin uji nyali dengan menantang detektif ini, semua yang menantangnya selalu gagal. Kecerdasan yang hebat dari detektif inilah yang membuatnya selalu menang.

Tapi sekarang nyawanya sedang berada di ujung tanduk, salah melangkah kebelakang dirinya akan merasakan tajamnya tanduk banteng.

Tanduk banteng ?

Benar-benar tanduk banteng, posisinya juga kurang menguntunkan. Dia sedang dihadapkan dengan penjahat paling mematikan se-Asia, sekaligus musuh abadi atau rivalnya.

Di kanan dan kiri detektif Eza ada sebuah dinding besar yang menjulang, dibelakangnya ada sebuah pintu. Percayalah, kamu tidak akan pergi ke pintu itu jika masih ingin hidup, penjahat ini benar-benar menghayati istilah ‘di ujung tanduk’ dengan sangat mendalam.

“Ahh…di ujung tanduk, lo benar-benar gak ngasih gue pilihan sekarang.” Detektif Eza memegangi luka ditangannya untuk mengurangi pendarahan.

Si penjahat tertawa, “Gimana bro ide gue, bener-bener mantap kan? Lo terjebak di antara tembok, pisau, dan seekor banteng yang sedang marah. Maju lo mati, mundur malah kena tanduk banteng.”

Situasi yang sangat tidak menguntungkan bagi detektif Eza, tapi dia masih bisa tersenyum lebar dengan semua siksaan ini. Dia selalu punya rencana. Otaknya selalu berputar mencari ide-ide yang tak terduga.

Si penjahat menatap detektif Eza sinis “Hee? Masih bisa senyam-senyum disaat yang genting gini?”

“Sebenernya sih gak genting-genting amat, Cuma sedikit terdesak aja kok.” Ucap detektif Eza yang tiba-tiba menunduk. “jangan kira gue lagi memohon buat minta ampun ya.” dia terseyum.

Tik tik tik…..

Penjahat itu melongo, dia menyadari sesuatu akan datang. Tapi datang dari mana? Dan siapa? Suara apa ini ?

TERORIS 7 (Completed)Where stories live. Discover now