"Coba dengarkan suara detak jantung Nagisa junior di sini. Dia bertahan. Kau harusnya menyemangatinya. Mungkin dalam tiap detakan yang kau dengar saat ini adalah ucapan terikasihnya padamu, karena telah menjaganya dalam dekapmu." Nagisa terdiam mendengar penjelasan Ito. Hatinya perih. Ia merasa berdosa, dan mulai memikirkanya kembali. Apakah tindakan ini adalah yang terbaik baginya.
"Hasegawa-sama, anda bisa kemari sebentar? Sebentar lagi saya akan menggunakan USG untuk mengecek kondisi anak anda," Satoru terbelak dengan perkataan Ito, tapi tak pula berani mengelak.
"Coba lihat dia hampir terlihat sempurna." Ito memperlihatkan sebuah gambar tiga dimensi sebuah janin yang sudah hampir sempurna pada layar monitor. Walau wujudnya masih jauh dari kata manusia, tapi sepanjang pengetahuan Satoru yang telah mempelajari ilmu biologi selama sekolah, dirinya tau, bayi Nagisa dalam kondisi baik-baik saja.
Nagisa langsung menutup mulutnya dengan tangan, takut akan adanya suara terkejut yang akan keluar dari mulutnya. Apakah itu mahluk yang selama ini mendiami tubuhnya. Mahluk mungil yang tidak tahu dari mana dia berasal, yang mengacaukan hidupnya. Tapi perasaan benci itu tidak lagi menguasai pikiran Nagisa. Kali ini terasa berbeda. Adalah rasa ingin tahu.
Bagaimana bisa bayi itu ada didalam tubuhnya?
Bagaimana kondisinya?
Bagaimana wajahnya nanti?
Laki-laki atau perempuan?
Akankah ia akan terlihat seperti dirinya?
Apakah sikapnya akan sama sepertinya?
Dan dapatkah ia membesarkannya dengan baik nanti?
Terlalu banyak pertannyaan yang tidak bisa terjawab.
Nagisa memalingkan wajahnya dan langsung menagis. Ia sudah bertekat untuk membunuh apa yang ada dalam tubuhnya saat ini. Tapi apa yang ada dipikiranya saat ini, malah membuatnya merasa sangat berdosa, untuk rencananya membunuh darah bayi tidak berdosa. Karena ia telah menerima keberadaan anak yang ada dalam rahimnya.
"Ada apa Nagisa?" Tanya Satoru mendapati Nagisa yang telah memalingkan wajah dari layar yang menampilkan janinnya.
"Dia hidup-" Tak dapat berkata lebih dari itu. Kalau mungkin suara tangisnya akan pecah di tengah kalimat panjangnya.
"Tentu saja. Karena dia bersamamu." Satoru menggengam tangan Nagisa untuk menenangkannya.
"Aku bahkan tidak pernah membayangkan akan memiliki seorang anak Satoru. Bagaimana kalau nanti dia membenciku karena mempunyai ibu yang tidak normal," lelehan itu mengalir semakin deras di pipi Nagisa, membasahinya lembut untuk mengurangi tekanan batin.
Satoru menyentuh pipi basah itu dengan lembut, menyingkirkan lelehan sebening Kristal, pada kulit halus Nagisa. Memandangnya penuh arti, kemudian menyatakan pendapatnya.
"Kau tak hanya akan menjadi normal untuk anakmu, kau akan menjadi ibu yang sempurna untuknya. Aku tahu kau bisa, karena ibumu juga melakukan hal yang sama. Kau selalu menceritakan padaku bagaimana ibumu. Tentang ketulusan, kelembutan, dan kasih sayanganya. Sekarang giliranmu untuk membuat anakmu merasakan hal yang sama. Limpahkan cintamu padanya, berikan dia pengertian tentang arti cinta sejati, seorang ibu terhadap anaknya," Itu adalah kata-kata paling menyentuh yang pernah Nagisa dengar dari sosok Satoru.
Selama yang Nagisa tau, Satoru selalu terkesan cuek dan tidak peduli saat dirinya berceloteh riang mengenai ibunya. Bahkan Satoru pernah cukup marah pada Nagisa, karena terlalu sering bercerita tentang keluarga kecilnya. Dan berakhir dengan penjelasan Haruka mengenai ibu kandung Satoru yang tidak peduli terhadap anak-anaknya. Satoru kecil kurang mendapat kasih sayang dari keluarganya, marah terhadap Nagisa yang lebih beruntung darinya. Akhirnya Nagisa mengerti dan mencoba menghentikan egonya untuk bercerita tentang keluarga.
YOU ARE READING
Apapun Dirimu (TAMAT)
RomanceCACAT FISIK apa yang membuatmu DIBENCI oleh semua orang? . -Bagaimana dengan cacat klamin. Satu orang memiliki dua jenis klamin dalam satu tubuh. Karena cacatku ini, semua orang menganggapku menjijikan. Bahkan tidak berani membaca cerita ini. . Ter...
Apapun Dirimu 6
Start from the beginning
