Sembilan

397 47 4
                                    

Wohooo ....

Alif bersorak dan bersiul dalam hati. Memang rezeki playboy tobat sepertinya. Langit cerah sore ini bahkan kalah cerah dengan suasana hati Alif. Pria itu seperti membawa matahari pribadi di depan kepalanya. Wajahnya bersinar terang. Ingin rasanya dia melompat-lompat mengelilingi kampus, berjalan di atas kursi taman, dan menari-nari seperti Dian Sastro dan Ariel pada video klip Peterpan.

Sekali lagi Alif menemukan penampakan bidadarinya. Baru saja dia keluar dari perpustakaan dan melangkah ke kantin, dia menemukan Indira sedang duduk sendirian di kantin. Dia sedang menunduk karena sibuk dengan handphonenya. Rambutnya yang panjang kini dikuncir satu ke atas sehingga menunjukkan lehernya yang jenjang. Poni samping yang lumayan panjang sedikit menutupi wajahnya. Namun hal itu tidak mengurangi kecantikannya, malah dia makin indah di mata Alif. Kemeja putih dan rok denim membuatnya terlihat anggun.

Ah, rasanya Alif tidak rela kalau Ihsan bertemu dengan Indira. Temannya itu kan terobsesi dengan perempuan yang memakai rok. Tapi itu bisa dikondisikan lain kali, saat ini Alif lebih memilih untuk menyelami keindahan yang tersaji di depannya.

Sungguh, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?

Alif duduk di depan Indira dengan mengambil jarak satu meja dengannya sehingga dia bisa berpuas-puas diri untuk memandangi wajahnya dan mengamati gerak-geriknya. Tingkahnya tidak berbeda dengan Jaka Tarub yang mengintip bidadari yang tengah mandi di sungai. Semenjak bertemu dengan bidadari ini entah kenapa hidupnya penuh dengan dongeng, hikayat lama, dan cerita rakyat.

"Lo serem, Lif. Senyum-senyum sendirian."

Pemandangan indah di depan Alif tiba-tiba berubah menjadi perut Sam—yang sama sekali tidak indah. Lalu berganti wajah Sam—yang makin tidak enak dipandang mata. Pria itu sedang mengerutkan kening ke arah Alif.

Alif menggeram. "Minggir lo, Sam. Merusak pemandangan."

"Kenapa sih?" Sam mengikuti arah pandang Alif. Dia menoleh ke belakang. "Cewek cantik tuh."

"Indira," sahut Alif.

Sam berbalik. "Eh, itu Indira? Gue pangling."

Sam baru saja membuka mulut namun Alif langsung membungkamnya dengan tempe goreng yang ada di atas piring Sam.

"Gak usah bikin keributan."

Sam mengunyah tempe gorengnya. "Udah kenalan? Eh tapi kok mejanya pisah?"

Alif menggeleng.

"Bego!" seru Sam. Alif berdecak sebal karena terlambat membungkam mulut Sam. "Kenapa gak lo samperin? Udah di depan mata. Apa perlu gue yang bergerak?"

Sam hendak berdiri dari tempat duduknya namun Alif cepat-cepat menahannya. "Diem aja lo, Sam."

Sam mengedikkan bahu, memilih untuk memakan nasir sayur dan tempe goreng di atas piringnya. Sementara Alif memusatkan pandangannya ke depan.

"Geser, Sam."

Sam malah menggeser tubuhnya sehingga menutupi Indira sepenuhnya.

"Kancut!" Alif meninju bahu Sam.

Sam mendengus tapi menggeser badannya ke samping supaya tidak mengganggu pandangan Alif. Dia menyenandungkan sepenggal lagu Naif untuk menyindir Alif.

"Curi ... curi-curi pandang. Curi ... curi-curi pandang."

Alif tidak menghiraukan. Telinganya sengaja dia buat tuli supaya Sam merusak hari indahnya.

Gadis itu meminum air di gelasnya tanpa sekalipun mengalihkan mata dari layar handphone. Jari-jari kurusnya mengetikkan sesuatu. Alif penasaran dengan siapa Indira bertukar pesan sekarang? Atau mungkin dia sedang menunggu seseorang?

Coffee with Sugar (Alif)Where stories live. Discover now