Lima

759 63 11
                                    

"Rekor baru lo, bray. I proud of you."

Seseorang menepuk pundak Alif kemudian memijatnya dengan keras. Alif yang sedang menyeruput es teh hampir tersedak karenanya. "Apaan sih lo, Sam!"

Sam mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya yang membentuk huruf V. "Sori, bray. Tenang, santai, atasi. Belanda masih jauh. Masih pagi udah kayak bapak-bapak gak dikasih jatah sama istrinya aja. Senggol dikit bacok!"

"Kaget gue, Sam! Lo nepuk pundak gue gak liat-liat. Hampir aja nyembur." Alif menyeruput es tehnya lagi.

Dengan santai Sam duduk di kursi depan Alif. Dia menaruh sepiring nasi sayur dan segelas es jeruk di meja. Dia menunjuk muka Alif dengan sendoknya.

"Dua minggu tanpa bolos sama sekali. Entah gue kagum sama lo atau gue merasa ada firasat buruk yang akan terjadi. Tumben lo rajin," katanya sambil menyendok makanan di piring lalu membawanya ke mulut.

Sudah dua minggu ini Alif tidak menghiasi notifikasi ponsel Sam setiap pagi, padahal biasanya Alif selalu mendapatkan SMS selamat pagi dari Alif. Isinya tidak lain tidak bukan adalah untuk mencarikan tempat duduk kalau saja Alif terlambat masuk kelas.

Alif membalas dengan berdecak. "Temen mau berubah jadi lebih baik malah lo tumbenin," sahutnya asal.

Sam tertawa terbahak-bahak. "Ini bukan lo banget. Nggak inget rekor bolos lo selama SMA?" Mata Sam memicing. "Katakan apa yang terjadi!" ucap Sam dengan gaya berlebihan. Seratus persen yakin kalau Sam sudah terkontaminasi film India yang sering dia liat ketika ada di rumahnya.

"Ini jeleknya lo, Sam. Yang lo omongin masa lalu mulu. Makanya susah move on." Alif melontarkan ejekan tanpa memandang Sam.

"Sampah banget omongan lo, panci siomay!" cela Sam.

Alif tidak menggubris sindiran Sam. Sedari tadi dia terlalu sibuk memperhatikan ke satu titik. Ke gedung yang letaknya tidak jauh dari kantin. Yaitu gedung perpustakaan. Matanya menjelajahi setiap titik di gedung itu, berharap menemukan seseorang yang dicari-carinya.

"Lo perhatiin apa sih?" Sam mengikuti arah pandangan temannya. Dia mendengus, bosan. "Lagi?"

Alif melanjutkan acara menyumpit mie ayam sambil terus siaga ke gedung itu. Mie ayamnya terangkat ke atas lalu masuk ke dalam mulutnya. Alif melahapnya. "Gue kemarin ngimpi paha ayam lagi, Sam."

Beberapa hari ini, setiap malam Alif selalu bermimpi tentang paha ayam secara berturut-turut. Sejak dia menemukan kembali si pemilik betis yang membuatnya terpana, mimpi itu selalu datang.

Mata Alif menerawang. Jauh ... menembus gedung perpustakaan.

Plak!

Kaget. Rasanya raga Alif seperti ditarik kembali ke meja kantin.

Alif merasakan kepalanya berdenyut, sakit. Ternyata Sam baru saja mengeplak tempurung kepalanya. "See! Intuisi gue selalu bener. Gue mencium bau-bau cewek liat perubahan sikap lo. Pantes kagak pernah bolos. Ternyata lo kuliah juga demi nyariin dia."

Badan Alif maju untuk balas mengeplak kepala Sam. Sam berhasil menghindari tangan kanan Alif yang terulur dengan bergeser ke kanan, namun dengan sigap Alif mengulurkan tangan kirinya dan Sam tidak menyadari kecepatan tangan kiri Alif. Sam tidak berhasil menyelamatkan kepalanya dari keplakan Alif.

Plak!

"Bego lo," umpat Alif. "Udah temenan sama gue berapa tahun kok baru tau sekarang?"

Sam mengelus kepalanya sebelah kanan. Alif sama sekali tidak mengurangi kekuatan keplakannya. Dasar, biji salak!

"Kenapa lo gak nyari ke dalam aja sih? Kalo lo nyari dari sini mana ketemu? Cuma perhatiin orang lalu lalang di dalam perpustakaan. Kayak orang gila. Sekalian aja pasang CCTV," ejek Sam dengan santai. "Lo juga bilang pas pertama liat, it means pas kita Ospek, cewek itu gak pake seragam SMA kan? Jadi senior dong. Makin susah nyarinya, Lif!"

Coffee with Sugar (Alif)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant