Terlepas dari penganiyayan jenis itu, beberapa dokumen yang para karyawan kumpulakan pada Nagisa, terkadang disisipi sebuah kertas yang berisi kata-kata tambahan yang bertuliskan parasit, atau penjilat, gigolo, muka tembok, pergilah, mati sana!, dan masih banyak lagi. Yang membuat Nagisa harus menyortirnya kembail satu-persatu, agar kata-kata bijak itu tidak samapai pada Hasegawa Fujiki, kakak Satoru yang sementara ini menggantikan posisinya.

Kalau itu hanya menyakiti Nagisa scara fisik saja, tidak masalah baginya. Tapi semua perlakuaan yang ia terima, rupanya berpengaruh juga pada psikisnya. Ditambah lagi perlakuan orang kantor yang sepertinya memberinya tugas lebih berat. Mereka sengaja membuat kesalahan kecil yang membuat pekerjaan Nagisa menjadi dua kali lipat.

Kemudian stres berlebih membuat kondisi tubuhnya lebih buruk dibanding sebelumya. Pada pagi hari, ia sering kesusahan mengakhiri mual dan pusing yang selalu datang. Hal itu berdampak pada mual yang sekarang tidak hanya ia alami saat bangun tidur, tapi juga saat sedang berada di kantor.

Nohara sering kali memperhatikan Nagisa yang berkali-kali pergi ke kamar mandi untuk muntah, tetapi juga sama sekali tidak perduli apa yang dilakukannya. Ia hanya meperhatikan, tidak bertanya, maupun menolong.

Sesekali dirinya ingin menghubungi Satoru. Tapi sampai saat ini, Satoru juga sama sekali tidak menghubunginya. Mungkin dia tengah sibuk. Pikir Nagisa. Dia juga tidak ingin membebani Satoru dengan hal lain. Karena Satoru sendiri saat ini sedang berjuang mengatasi masalahnya.

Sampai akhirnya kondisi Nagisa mencapai batas. Sehari, dua hari, tiga hari, Nagisa tidak dapat keluar dari kamarnya karena kondisinya. Dia sama sekali tidak dapat bangun dari tempat tidur karena mengalami pusing yang sangat hebat dan menyebabakan dirinya tidak dapat pergi bahakan ke kamar mandi yang jaraknya hanya beberapa langkah.

Merasa dirinya tidak becus dalam melakukan tugas-tugasnya di kantor, bahkan dokumen-dokumen yang harusnya di serahkan empat hari yang lalu masih bertengger manis di mejanya. Nagisa memilih keputusan yang sangat besar dan mungkin ia sesali kemudian hari.

Cup. Chocochip

Satu minggu setelah absenya Nagisa dari perusahaan.

Pukul 07.00 pagi. Sebelum karyawan datang dan bekerja. Nagisa masuk dalam ruangan direktur yang seminggu ini tidak ia masuki.

Ia telah kehilangan sahabatnya dalam kurun satu bulan, tapi ia merasa perjumpaan itu terjadi setahun yang lalu. Membayangkan Satoru sedang duduk di kursinya sambil menandatangani beberapa dokumen, dan memandangnya dengan perasaan rindu yang dalam. Hingga menjadi kehampaan ketika melihat kursi itu menjadi kosong. Nagisa menghirup udara dalam ruangan dalam-dalam, berharap masih terdapat sisa parfum Satoru yang tertinggal untuk dapat menenangkan perutya yang mual. Tidak hanya rasa mual yang menderanya tiap waktu, Nagisa juga merasa ada yang aneh pada tubuhnya, ketika beberapa hari ini ia menyadari bagian bawah perunya menjadi sangat keras dan membuncit. Padahal badannya kini hanya tersisa kulit dan tulang.

Dan tebakkanya mengarah pada dirinya yang sedang mengalami kurang gizi atau busung lapar. Pola makan yang tidak teratur dan kebanyakan berjenis roti manis adalah penyebabnya. Walau punya stok Ramen Cup selemari penuh, Nagisa sama sekali tidak berniat memakanya. Ia sendiri juga merasa aneh dengan perubahan selera yang menderanya.

Kembali pada tujuan awalnya pergi ke kantor, Nagisa mendekat ke tempat duduk direkturnya dan menempatkan sebuah amplop coklat di atas meja dengan rapi.

"Maafkan aku Satoru, tapi ini untuk kebaikan perusahaan. Seorang sepertiku sudah tidak layak bekerja di sini." kata Nagisa lirih sambil menahan air mata. Ia juga menempatkan sebuah note kecil di meja Nohara yang menginformasikan tetang hal yang sama.

Apapun Dirimu (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora