Being a Better Man

983 93 14
                                    

Pagi itu, Chanyeol tengah menikmati sandwich isi tuna sambil membaca koran. Mata sang Dewa akan tetap terfokus pada bacaannya, jika sosok dengan piyama anjing lucu tak muncul di dekatnya.

Byun Baekhyun. Siapa lagi? Sang pengawal itu tampak mengucek mata tertutupnya. Hebatnya, si pemuda mungil itu berjalan dari kamar menuju dapur dengan mata masih terpejam dan langkah gontai! Benar-benar ia masih mengantuk. Ia masih butuh tidur!

"Pagi, Baekkie!" sapa Chanyeol ceria. Sang Dewa melipat koran paginya dan meminum segelas susu di depannya.

"Mm—pagi!" sahut Baekhyun malas. Tanpa membuka mata, ia menanggapi sapaan Chanyeol. Seolah dengan tak membuka mata, Baekhyun bisa memperpanjang siklus tidurnya. Bahkan pemuda itu mengambil susu dan menghabiskan cairan dalam gelas hingga habis, dengan kondisi yang sama!

Chanyeol hanya mengabaikannya. Selesai dengan sarapannya, ia bangkit berdiri, membereskan peralatan makannya dan bergerak menuju tempat cuci piring.

Baekhyun memilih duduk dan meletakkan kepalanya di atas meja makan. "Chanyeol ah," panggil Baekhyun dengan suara sedikit serak. Matanya masih terpejam. Belum rela untuk benar-benar bangun, rupanya.

Chanyeol melirik pengawalnya sekilas. Keningnya berkerut kala menangkap satu keanehan pada diri Baekhyun. Namun, Chanyeol memilih diam dan meneruskan kegiatan cuci piringnya.

"Mm—ada apa?" sahut Chanyeol tanpa menoleh.

"Tadi malam, pulang jam berapa?" Baekhyun menguap lebar.

"Mm—Jam berapa ya?" Aktivitas membilas piring terhenti. Chanyeol berusaha mengingat jam berapa ia pulang semalam. "Mungkin jam 12 atau jam 1. Entahlah, aku tak tahu persis. Memang ada apa? Kau menungguku?" lanjutnya.

Sebuah decihan terdengar. "Aish, pantas! Aku menunggumu begitu lama. Sekarang aku jadi kurang tidur karenamu!" Baekhyun mengubah posisinya. Ia gunakan tangan untuk menopang dagu sebelum membuka mata dengan malas.

"Salahku? How come? Aku tak memintamu untuk menungguku, kan?" Selesai mencuci peralatan makannya, Chanyeol menempatkannya pada rak.

"Aku tak mau tahu! Semua salahmu! Salahmu! Kau harus membayar denda! Belikan aku aksesoris terbaru! Harus!" teriak Baekhyun bak anak kecil tengah berdemo.

Sang Dewa hanya menautkan alisnya—bingung dengan jawaban Baekhyun. "Ya! Byun Baekhyun! Mengapa kau meminta denda padaku? Dan, apa kau tak sadar kamarmu sudah penuh dengan anjing, eoh? Lama-lama, akan kujual barang-barangmu itu, Byun Baekhyun! Dan, berhentilah membuat alasan untuk memaksaku membelikanmu benda-benda semacam itu! Kau sungguh membuatku kesal! Kau tahu? Aku bisa bangkrut!" Chanyeol mendengus. Sungguh, mengapa ia harus melewati indahnya pagi dengan keributan tak penting seperti itu?

Jiwa Rottweiler Baekhyun terbangun mendengar perkataan Chanyeol. "Apa katamu?" Baekhyun bangkit berdiri. Matanya membelalak lebar. Senyuman penuh artinya kembali.

Chanyeol menyadari kesalahannya. Sialan. "A-apa? Tidak. Tidak, Baekkie. Aku tadi bercanda." Sang Dewa terkekeh kikuk. Tak ingin ia menjadi korban pengawalnya pagi ini.

Baekhyun menautkan alis. "Tapi, tadi aku mendengarmu berencana menjual koleksiku, Tuan Park-Chan-Yeol." Pemuda bertubuh mungil itu sengaja memberi tekanan kala menyebutkan nama Chanyeol.

Menyadari alarm bahaya sudah dibunyikan, sang Dewa mulai berkeringat dingin. "Ah, kau pasti salah dengar, Baekkie. Aku tadi bilang akan membelikan koleksi baru untuk. Apa pun yang kau mau, sahabatku!"

Chanyeol memaksakan senyuman—mencoba menidurkan kembali jiwa Rottweiler dari pengawalnya. Sungguh, ingin rasanya ia protes diberikan pengawal seperti Baekhyun. Pengawal yang sangat mengerikan tapi berwujud makhluk yang manis dan lemah—membuat Chanyeol tak tega melawannya. Mungkin karena itulah, ia tak pernah menang dari Baekhyun.

God who Falls in Love [END]Where stories live. Discover now