13. Tak Ada Yang Kedua

8.5K 698 23
                                    

Hari ini Ali masih terbaring di rumah sakit, dia masih harus istirahat dan perawatan pada lukanya sehingga dokter belum memperbolehkan Ali untuk pulang.

Sore sudah datang, namun dari pagi Prilly tak sekalipun memunculkan wajahnya, dia tak menengok Ali sama sekali untuk hari ini.

Padahal sedari pagi yang di tunggunya hanya wanita itu. Kemarin Prilly pulang setelah Resi kembali dari kantin, entah mengapa Prilly menjadi sangat diam setelah kejadian Ali yang hampir menciumnya.

Mengingat itu, Ali ingin sekali membawa masker agar bisa mengendalikan dirinya, atau bila perlu Prilly sekalian yang memakainya, agar dia tak bisa melihat merah muda bibir Prilly yang menggoda.

cklekk

"Sore cogan"

Pintu terbuka, membuat Ali menoleh dan langsung tersenyum saat Sally menyapanya dengan riang.

"hai, sore" balas Ali.

Matanya mencari-cari seseorang yang kemungkinan ikut bersama Sally, namun sampai Sally sudah berada di sampingnya, orang yang di cari dan diharapkan Ali untuk datang tak juga muncul.

"emmm, gimana keadaannya cogan?" Sally mengigit bibirnya salah tingkah saat menyadari Ali mencari seseorang, dan Sally sangat meyakini bahwa Ali mengira dia datang bersama Prilly.

"baik, lo nggak sama..."

"emm, nggak"

Ucapan Ali yang menggantung langsung di respon Sally, karena Sally memang tahu apa yang akan di tanyakan Ali.

"Dia benci sama gue ya?"

"Duh cogan apaan sih, dia cuma kesel aja"

"Apa bedanya"

Sally tersenyum kemudian menyeret kursi dan duduk di samping ranjang Ali.

"Dia cuma kecewa banget ganteng"

"Gue emang selalu mengecewakan"

"Kalau udah ganteng jangan lembek gitu"

"emangnya lo"

"Ck, cogan tega. Gini loh, dia tuh kecewa sama ganteng karna ganteng PHPin dia"

"PHPin gimana? gue serius sama dia"

"yakin?" Sally memicingkan matanya menatap Ali, membuat Ali menghembuskan nafasnya kasar kemudian meraup wajahnya yang pucat.

"Oke gue emang labil banget, gue emang nggak jelas sama perasaan gue, tapi jujur gue serius sama dia, soal ngajak dia nikah juga gue serius, cuma kalau ditanya cinta gue bungkam, gue takut lebih nyakitin dia Sel, gue masih nggak bisa lupain Agatha, dia masih disini" Ali membawa tangannya pada dada, menjelaskan bahwa Agatha masih dalam hatinya.

"Gini yah cogan, Sally suka heran sama cogan, bingung apa sih? jelas-jelas hati cogan udah jelas banget. sekarang Sally tanya nih, gimana perasaan cogan saat bareng sama Prilly?"

Ali terdiam, dia membawa pikirannya saat dia bersama dengan Prilly, jujur dia nyaman, dia happy dengan manjanya Prilly, dengan bawelnya Prilly.

"gimana cemburunya cogan pas denger Prilly deket sama cowok lain?"

Ali memejamkan matanya mengingat bahwa dirinya seakan buta saat sudah cemburu pada Prilly, dia gelap mata dan suka bertingkah arrogant saat mendengar Prilly jalan, pulang, dekat atau apapun itu bersama orang lain.

Prilly itu miliknya, dia tak rela membaginya dengan yang lain.

"Sepanik apa saat Prilly sakit?" Sally masih terus mengoceh meskipun Ali tak meresponnya. Namun Sally tahu dari ekspresi Ali, seperti saat ini. Ali tersenyum mengingat dia selalu mengomel dan memberi nasehat seperti ibunya yang bawel jika melihat Prilly sakit.

"Dan semanis apa perlakuan kamu sama Prilly, itu semua udah nggak bisa di raguin lagi ganteng, Prilly udah masuk ke hati cogan"

Ali menatap Sally, membuat Sally menutup wajahnya dengan tangan, "Cogan jangan liatin gitu, Sally jadi nervous"

Ali tersenyum kemudian menatap langit-langit, memikirkan ucapan Sally dengan baik.

"Tapi bagaimana perasaan gue sama Agatha? gue masih belum bisa lupain dia, gue juga selalu peduli apapun tentang dia, bahkan gue pernah ninggalin Prilly saat mendengar Agatha kecelakaan"

Sally menghembuskan nafasnya berat, ini bukan pekerjaan yang mudah. Ali yang pintar dan dewasa sungguh tak bisa mengenali hatinya sendiri. payah!

"Gini yah cogan, nggak bakalan cogan jatuh cinta sama dua orang, logikanya kalau cogan cinta sama dua wanita cogan harus pilih yang kedua, karena jika cogan mencintai yang pertama, tak akan pernah ada yang kedua"

Ali menoleh dengan kaget pada Sally, dia kaget karena perkataan Sally benar-benar membuat Ali sadar.

Jika dia mencintai Agatha dia tak mungkin sepanik, semanis, seperhatian itu pada orang lain kan?

"Sally nggak mau menyimpulkan sih, karena Sally tahu, cogan udah bisa menyimpulkan sendiri, kalau masih bingung panggil Sally aja deh, Sally siap jadi pilihan utama cogan"

Ali tersenyum kemudian menepuk tangan Sally sekali, tanda terima kasih karna ocehannya.

°°°°°°°

Setelah Sally pergi, kini Mamah dan Papahnya yang menemani Ali, hari sudah mulai gelap, sehingga Papah Ali bisa menemani Ali setelah pulang dari kerja.

Jangan lupa sosok Agatha yang baru saja datang karena pekerjaan Ali memang tak bisa di tunda, hanya tanda tangan surat perjanjian kontrak dengan perusahaan yang akan bekerja sama dengannya.

"Mau buah li?"

Agatha bertanya setelah membereskan mapnya dan diletakkan di kursi, Mamah Ali dan Papah Ali pergi keluar entah kemana, sepertinya Mamah Ali menemani suaminya untuk makan.

"Kamu kenapa?" Ali bertanya tanpa menjawab pertanyaan Agatha terlebih dahulu. Dia ingin sekali bertanya dari awal Agatha masuk dengan tampilan yang kacau, mata bengkak, hidung merah, juga sedari tadi Agatha tak banyak bicara.

"Kenapa? Aku baik, mau apel?" Agatha mengambil satu apel merah kemudian menatap Ali untuk mencari jawaban.

Ali yang masih heran hanya mengangguk mengiyakan.

Saat mengupas Apel, Ali tak sengaja melihat Agatha tak melihat cincin pertunangan Agatha, sehingga dia bisa menyimpulkan ada yang tak beres.

"Emm, kamu nggak sibuk emangnya?"

"Nggak"

"Urusan pernikahan emang udah kelar?"

"Nggak ada pernikahan"

"Maksudnya?"

Ali kaget saat Agatha mengucapkan kalimat itu, Agatha nampak menyembunyikan tangisnya dengan menunduk.

"Kenapa tha?" Ali kembali bertanya.

"Enggak akan ada pernikahan li, aku nggak jadi nikah"

Pecah sudah tangis Agatha kali ini, sedari tadi dia memang hanya mencoba bersikap biasa saja, mencoba tegar seakan semuanya terjadi dengan baik, namun dia sudah tak bisa lagi berkelit saat Ali menanyakan cincinnya, karena satu sisi dia memang ingin sekali mencurahkan semua kesedihannya, mungkin Ali pilihan yang tepat.

Ali bangkit dari tidurnya kemudian mengambil Apel dan pisau dari tangan Agatha, selanjutnya hal yang Ali lakukan adalah menarik tangan Agatha kemudian merapatkan tubuhnya pada Agatha, memeluk dengan erat sambil terus menenangkan Agatha.

Ali hanya bisa melakukan itu, saat ini dia bingung dengan perasaanya, karena saat mendengar Agatha tak jadi menikah, Ali justru meraskan hal biasa saja, dia tak senang karena Agatha bukan milik orang lain lagi, dia hanya merasa kasihan karena kondisi Agatha yang seakan sangat terpuruk.

Dalam pelukan Agatha justru Ali semakin yakin, perasaannya pada Agatha hanya sebagai teman atau bahkan saudara yang sudah sangat dekat, tak lebih.

Dalam pekukan Agatha, dia sadar, bahwa hatinya memang sudah sepenuhnya milik Prilly.

°°°°°°°

Cinta Kita [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang