The Meeting

2.8K 167 38
                                    

Chanyeol merebahkan diri di ranjang empuknya. Dominasi merah menyala bermotif phoenix tergambar apik menutupi tempat ia berbaring. Uapan demi uapan terjadi. Entah, jika dihitung sudah berapa puluh kali ia menguap. Serangan rasa kantuk memang semakin tak terkendali belakangan ini.

Muka Chanyeol terlihat kusut dengan mata merah. Beberapa kali, air mata bahkan keluar. Tentu saja bukan karena ia menangis, namun karena efek kantuk yang semakin sulit untuk ditahan.

Berulangkali, ia berusaha mengerjapkan matanya dengan harapan bisa meredakan kantuk yang melanda. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Setiap kerjapan mata malah membuatnya semakin ingin menutup mata dan tidur. Chanyeol benar-benar ingin tidur pulas—namun, ia sadar ia tak boleh melakukannya. Belum saatnya. Ya, ia belum boleh tidur untuk saat ini.

Akhirnya, pemuda bertubuh jangkung itu menepuk-nepuk pipinya sambil bangkit berdiri. Kamar mandi adalah tujuan utamanya. Mungkin sergapan kantuk akan menghilang saat ia membasuh muka. Semoga saja.

~ . ~
--------------

~ . ~

-Flashback on-

"Kris—" Panggilan itu begitu lirih.

Chu

Dua bibir itu menempel.

Tak sampai lima detik, Tao menarik bibirnya menjauhi bibir Kris—membiarkan pemuda berambut pirang itu tercengang dengan tindakannya. Ditegakkan tubuh yang sempat ia bungkukkan saat mencium pacarnya itu. Ia menggoyang-goyangkan tangan yang pegal setelah menumpu tubuhnya yang tinggi.

Posisi ciuman tadi memang sangat tak romantis. Kris duduk di kursi dengan Tao yang berdiri di depannya—sedikit membungkuk. Sebuah meja memisahkan mereka. Karena itulah, mau tak mau Tao terpaksa mencondongkan diri demi merasakan bibir kekasihnya. Kris, seorang pemuda yang tenar karena kejeniusannya. Pacar Tao sejak seminggu yang lalu.

Kris bergeming. Sungguh, kejadian yang baru saja terjadi—Ia tak bisa memercayainya. Tao menciumnya secara mendadak? Astaga! Ini kali pertama Kris berciuman! Tao, siswa populer di sekolah karena bakatnya di bidang olahraga, baru saja menciumnya? Mereka baru saja seminggu berpacaran! Mengapa Tao melakukannya? Ayolah, Kris ingin ada yang mencubit dan menyadarkan dirinya bahwa kejadian barusan bukanlah mimpi.

Tao mendudukkan diri di kursi di depan meja Kris dengan muka tanpa ekspresi. Ia menguap. Ia memutar bola matanya malas sambil menopang kepala dengan tangan kanannya.

"Kris—Lebih baik kita putus," kata Tao datar tanpa memandang Kris.

Mendengar pernyataan Tao barusan, Kris terang saja terkejut. Padahal, ia belum sepenuhnya sadar akibat sudden kiss itu. "Eh? Putus?" Pertanyaan singkat yang tanpa sadar ia lontarkan—sebuah pertanyaan spontan karena Kris takut ia salah dengar.

"Eoh. Putus." Tao memandang Kris lekat dan menganggukkan kepala. "Hei, Kris. Pernahkah kau merasa iri dengan hubungan yang lain? Kurasa sangat menyenangkan bisa berkencan sekaligus bermain bersama kawan-kawan."

Kening Kris mengernyit. Ia tak begitu mengerti dengan perkataan Tao. "Apa maksudmu, Tao? Apa kau tak suka menemaniku di sini? Lalu, yang barusan tadi apa?" serang Kris meminta penjelasan.

"Ayolah, Kris. Aku anak populer di sekolah. Sebelum pacaran denganmu, aku selalu bebas menghabiskan waktu untuk bermain bersama yang lain. Namun, semenjak berpacaran dengan orang jenius sepertimu, kebebasanku terbatasi. Aku merasa terkekang. Apa orang jenius sepertimu tak bisa bersenang-senang?" Tao mendengus. "Tadinya, kupikir berpacaran denganmu akan terasa berbeda dan menantang. Ternyata aku salah." Tao mengalihkan pandangan ke luar jendela.

God who Falls in Love [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora