Part 19

4K 139 0
                                    

"Eh, kamu udah dateng. Duduk," ucap Siska senang. Sejak tadi, ia tak henti-hentinya tersenyum membayangkan kencannya yang akan berjalan romantis bersama Dika.

Sedangkan Dika, sepanjang perjalanannya ke sana tadi ia hanya cemberut saja. Membayangkan betapa bosannya ia saat bersama Siska nanti, yang mungkin akan didominasi oleh celotehan Siska.

Dika menghela napasnya. Ia merasa bosan. Bahkan, baru lima menit ia duduk, rasanya seperti seharian.

Matanya menatap malas ke arah Siska yang dari tadi tak henti-hentinya berceloteh tentang baju-bajunya dan barang mewahnya yang lain.

"Kalo gue di sini cuma dengerin lo ngoceh nggak jelas selama sejam, mending gue pulang aja 'deh," ucap Dika. Ia berdiri dan bersiap untuk pergi. Namun, pergerakannya terhenti saat ia melihat seorang laki-laki yang ia kenal bersama dengan seorang gadis di sebelahnya.

Gadis itu terlihat senang. Terbukti dengan senyuman yang tercetak jelas di bibirnya.

Apalagi saat laki-laki di sebelahnya menggandengnya untuk masuk, gadis itu terlihat sangat semangat.

Dika pun terduduk kembali. Dan Siska tersenyum saat melihat Dika duduk kembali, walau dengan ekspresi yang sulit ditebaknya.

"Lo nggak jadi pergi? Pasti nggak tega 'kan buat ninggalin gue sendiri di sini? Ah, udah gue duga," ucap Siska sambil bertopang dagu.

Dika menatapnya tidak suka.
Ge-er banget lo, batinnya.

"Eh, kita boleh gabung nggak?"

***

"Thalia, kamu pake baju ini aja, ya. Ini dulu punya Ibu, dibeliin sama Ayah kamu," saran Santi. Ia mengeluarkan sebuah dress selutut berwarna biru laut tanpa lengan, dan terdapat pita berwarna biru matang di tengahnya. Sementara itu, pada kerahnya dihiasi sebuah mutiara yang melingkar.

"Ah, pasti cocok 'deh sama kamu. Kamu cobain dulu 'deh," suruh Santi.

Thalia mengambilnya dan mencobanya. Ucapan ibunya memang benar, dress itu pas di badannya dan terlihat sangat cocok dengannya.

"Tuh 'kan, pas di badan kamu. Nanti, kalo Ibu punya uang, Ibu akan beliin kamu dress kayak gitu," ucap Santi saat melihat anak perempuannya memakai dress miliknya.

"Nggak usah, Bu. Lagian, aku nggak butuh-butuh banget 'kok dress kayak gini," tolak Thalia.

"Terserah. Yang penting, Ibu pengen beliin kamu dan harus kamu pakai. Oh ya, sekarang waktunya dandan, bentar lagi jam tujuh loh."

Thalia mengangguk. Ia kembali ke kamarnya dan mulai berdandan. Ia memakai bedak dengan tipis, dan memoleskan lipstik pada bibirnya.

Ia menyisir rambutnya dan membiarkannya terurai untuk malam ini. Tak lupa, ia memakai bandana berwarna biru laut, biar senada dengan dress yang ia pakai.

"Selesai," gumamnya. Ia pun keluar untuk menghampiri ibunya. Tapi, ternyata ibunya sudah duluan masuk ke kamarnya. Jadi, ia pun duduk kembali di kasurnya.

"Nih, kamu pakai wedges ini, ya, bisa 'kan?" tanya Santi sambil menunjukkan sepasang wedges berwarna hitam dengan selingan coklat.

Thalia mengangguk patuh dan mengambilnya. Kemudian, ia memakainya.

"Wah, anak Ibu jadi makin cantik 'deh, pasti Rival naksir sama kamu 'nih," puji Santi.

Thalia tersipu malu mendengar pujian yang dilontarkan ibunya. "Ibu apaan 'sih," ucapnya.

"Loh, kenapa? Emang bener 'kan?"

"Iya 'deh, Ibu memang paling benar dalam segala hal."

"Ah, kamu."

My Boyfriend is My Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang