Chapter 39

3.5K 162 14
                                    

WAKTU demi waktu terlewati, tak terasa sudah 2 bulan sejak Yousef meninggal dunia.
Mixel masih menjalankan masa 'iddah sekitar sebulan 10 hari lagi.

Sementara Zacquine tengah merapikan kamar. Akhir-akhir ini keadaan benar-benar membaik. Hafidz yang menjadi penerus perusahaan ayah, disambut sangat baik oleh para pekerja disana. Perusahaan garmen yang ia geluti, dijalankan oleh temannya yang sudah ia anggap saudara sendiri meski terkadang Hafidz sesekali terjun langsung untuk mengawasi perusahaan itu. Tak lama usai merapikan kamar, tak sengaja ia mendengar percakapan Hafidz dan Annisa. Pintu kamar mereka terbuka sedikit membuat ia ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi.

Kamar mereka berhadapan, jadi tak sulit mendengar percakapan mereka, namun... ia tak bermaksud untuk menguping.

"Mas, aku hamil!" ucap Annisa bahagia. Hafidz yang mendengar pernyataan Annisa terkejut bukan main.

"Beneran? Alhamdulillah..." ucap Hafidz lalu memeluk Annisa erat. Binar bahagia terpancar jelas dari sorot matanya.

"Iya, mas. Alhamdulillah..." ucap Annisa lagi.

Zacquine yang mendengar hal itu, tersenyum lalu berucap syukur, akhirnya... Kak Annisa diberi kepercayaan oleh Allah untuk menjadi seorang Ibu. Terbesit rasa cemburu di hatinya, namun ia tepis jauh-jauh.

Terimakasih ya Allah, Engkau telah mempercayakan kak Annisa untuk mengandung, tapi Ya Rabb, akankah Engkau memberikan kesempatan yang sama pada hamba untuk mengandung? Namun, mengapa rasanya mustahil? Mas Hafidz pun belum pernah menyentuhku, apa aku belum pantas, ya Allah?

"Astagfirullah." gumam Zacquine. Tak ingin berlama-lama disana, Zacquine mempercepat langkahnya menuju lantai bawah.

~~~

Matahari makin meninggi, sekitar empat jam yang lalu Hafidz memutuskan untuk ke kantor karena ada sedikit masalah mengenai permintaan para pemegang saham. Berhubung hari libur, Zacquine dan Annisa tengah bersantai di ruang keluarga, walaupun biasanya mereka tidak bekerja, karena itu adalah permintaan dari Hafidz,


"Pekerjaan terbaik seorang wanita adalah menjadi ibu rumah tangga, karena dari sanalah pemimpin generasi bangsa lahir dan di didik."

"Hmm, Queen" panggil Annisa.

"Iya kak? Kenapa?" jawab Zacquine sedikit terkejut.

"Kakak hamil," ucap Annisa to the point.

Zacquine yang memang telah mengetahui berita bahagia itu, tersenyum bahagia lalu memeluk Annisa,

"Alhamdulillah, kakak nunggu si buah hati juga udah lumayan lama 'kan? Berarti do'a kakak sama mas Hafidz di ijabah sama Allah." jelas Zacquine, walaupun jauh di dalam lubuk hatinya ia juga menginginkannya.

"Iya, makasih, Queen. Semoga kamu nyusul, ya." ucap Annisa lagi.

Zacquine tersenyum dan mengaminkan ucapan Annisa di dalam hatinya.

Keesokan harinya, Annisa memutuskan untuk mengunjungi ayahnya di Korea, bermaksud untuk memberitahukan kabar kehamilannya juga sekalian ingin bersilaturahmi dengan suami mendiang kakaknya.

"Semua udah disiapin?" tanya Hafidz memastikan perlengkapan yang dibawa Annisa.

"Udah." jawab Annisa singkat.

"Kamu kenapa sendiri perginya? Bertiga aja sih kesananya," tanya Hafidz, walaupun dari jauh-jauh hari ia telah mengatakannya juga.

Annisa berhenti mengemas. Ia menatap Hafidz. "Aku cuma tiga hari, sayang. Kamu ngizinin, ga? Kalo engga yaudah aku cancel, lagian juga... 'kan ada Queen. Dia butuh kamu, dan kayanya..." ucap Annisa terhenti.

The beauty from heart (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang