Chapter 37

9.8K 301 53
                                    

SHUBUH pun tiba, Zacquine terbangun tatkala Adzan berkumandang dan ia tertidur di dekapan Hafidz.

Rupanya, Zacquine terlelap setelah Hafidz bercerita tentang keluarganya. Ia pun tak menyadari jika ia sudah berada di kasur. "Sayang, bangun yuk. Adzan Shubuh udah kedengeran..." ujar Zacquine yang masih berada di kasur. Ia masih tidur-tiduran dan berpindah posisi persis di hadapan lelaki itu. Sebenarnya, ia ingin berlama-lama menatap Hafidz yang masih tertidur, tapi waktu makin menipis.

"Sayang... sebentar lagi iqomat, kamu gamau shalat di masjid?" tanya Zacquine. "Hmm..." gumam Hafidz tak jelas.

"Sayang—"

Seketika, tubuh Zacquine menegang karena Hafidz tiba-tiba memeluknya. "Kamu disini aja, sebentar. Aku masih mau meluk kamu." ucapnya pelan. Zacquine mengangguk dalam pelukannya. Tanpa Hafidz ketahui, jauh di dalam sana... jantung Zacquine mesti extra bekerja keras memompa darah ke seluruh tubuh karena perlakuan Hafidz yang begitu manis.

"Kamu diem-diem ngeliatin aku, 'kan?" tanya Hafidz yang masih memeluk Zacquine.
Sementara yang ditanya terdiam namun tersenyum malu. Pipinya sudah merona seperti tomat.


"Geer ih, udah ah." elak Zacquine lalu melepaskan pelukan kemudian duduk sebentar lalu berlari kecil ke kamar mandi.

"Lucu ih, baru digituin doang." batin Hafidz kemudian tersenyum kecil. Ia pun berdiri kemudian berjalan ke kamar mandi, begitu sampai di depan pintu kamar mandi, ia mengetuk pintu. "Humaira, bukain pintunya dong, sayang. Kita wudhunya berdua." ujarnya berusaha menggoda Zacquine. Sementara Zacquine masih berdiri di belakang pintu, berusaha menetralkan degupan jantungnya.

"Bentar lagi aku selesai," ucapnya kikuk. Padahal ia hanya menghindari tatapan Hafidz yang bisa membuatnya berhenti bernapas.

"Ya udah, deh. Cepetan ya, Humaira." goda Hafidz sambil terkikik geli. Lalu Zacquine mengambil wudhu, tak ingin membuat suaminya menunggu lama.

Suami.

Ya, suami.

Mengingat kata itu, ia tersenyum sendiri.

Setelah usai, mereka pun melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Hafidz tidak jadi ke masjid karena ia belum hafal benar jalan perkomplekan rumah ini. Usai shalat, mereka memanjatkan do'a dan setelah selesai, Hafidz mengecup kening Zacquine, lama.

Tak perlu menunggu lama, Zacquine lalu merapikan alat shalat kemudian bertanya pada Hafidz, "Kamu hari ini kerja?" tanya Zacquine.

"Iya, walimah-an kita seminggu lagi, 'kan?" jawab Hafidz.

"Iya" jawab Zacquine sambil mengangguk.

"Aku mau ke Annisa dulu, ya" ucap Hafidz lagi. Zacquine mengangguk.

Oh ya, dia milik kak Annisa, batin Zacquine.

"Aku siapin sarapan ya," ucap Zacquine kemudian Hafidz tersenyum.

Ia keluar kamar untuk menemui istri pertamanya, Annisa Mardiyah.

Ia terlupa. Zacquine mesti merapikan kamar. Selesai berbenah, Zacquine keluar kamar kemudian berjalan menuju dapur di lantai dasar. Di dapur, ia berjumpa dengan Annisa yang sedang membuatkan teh untuk Hafidz.

Aku terlambat, batin Zacquine.

Zacquine melihat Hafidz tengah duduk di sofa dan membaca koran.

"Kak Annisa..." gumam Zacquine yang masih bisa didengar Annisa.

"Ya? Sini, Queen. Bantuin aku buat sarapan." jawab Annisa antusias.

The beauty from heart (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang