[39]

4.9K 453 55
                                    

Kakek memiliki sebuah topi sombrero berwarna hitam-merah, dengan hiasan yang super heboh dan mencolok mata. Benda itu didapatnya dari salah seorang sahabatnya saat sedang berkunjung ke Mexico. Tak satu pun orang di keluarga kami—selain Kakek, tentu saja—yang pernah mendapat kesempatan menggunakan topi itu, sebab Kakek terlalu mencintainya.

Namun menjelang sore, saat aku sedang bersiap-siap menuju mobil di depan mansion, kulihat Martijn sedang berbincang dengan Mr. Hansen. Topi sombrero milik Kakek bertengger di atas kepalanya. Kumis palsu tebal berwarna cokelat pun tak lupa menambah kekonyolan penampilannya. Dia beberapa kali menggerakkan kepala, sengaja menggoyangkan hiasan yang menggantung di tepi topi tersebut.

"Apa yang kaulakukan dengan topi itu?" tanyaku, hampir berteriak saking tak percaya dia mengenakannya.

Martijn menoleh dan berseru girang, "Senorita!"

Kulayangkan pukulan tepat di bahunya. "Jangan bercanda! Kembalikan topi itu!"

Martijn mencabut kumis palsunya dan meludah. "Benar-benar berbulu," katanya sambil mengamati kumis di tangan. Dia lalu menatapku. "Kakekmu sendiri yang memberikan topi ini padaku."

"Yang benar?" Aku menganga tak percaya.

Martijn kembali memasang kumis palsu ke atas bibirnya. Dia lalu berbicara dengan aksen Spanyol yang dibuat-buat. "Mana mungkin aku berbohong, Senorita?"

Selagi memasuki mobil, aku bertanya, "Bagaimana bisa?"

Martijn duduk di sebelahku dan membenarkan posisi topinya yang sempat tersangkut saat masuk ke dalam mobil. "Entahlah. Aku sedang menyanyikan Yellow Submarine di koridor dan tanpa sengaja bertemu kakekmu. Dia bilang, 'Apa kau mau mengenakan topi sombrero?' dan kuiyakan saja. Lalu ia memberiku topi ini."

Aneh. Benar-benar aneh. Saat aku berpamitan dengan Kakek, Kakek bahkan tidak sekali pun menyinggung nama Martijn. Dan yang lebih, lebih, lebih aneh lagi, mengapa Kakek memberikan benda kesayangannya pada Martijn? Dia bahkan baru bertemu dengan makhluk ini dua hari yang lalu.

"Ah iya, Kakek juga memberi ini."

Martijn menyodorkan beberapa lembar foto padaku. Kuamati benda itu satu per satu.

Foto yang pertama berwarna hitam dan putih, menunjukkan Martijn dan aku yang berangkulan di depan mansion. Laki-laki itu mengenakan jaket berwarna hitam, dengan mata yang agak sedikit membengkak akibat tertidur di mobil. Meski begitu, matanya tetap memancarkan rasa senang. Senyumnya lebar, walau rambutnya agak sedikit berantakan. Sementara aku yang berdiri di sebelahnya juga tersenyum, hanya saja jelas sekali menampakkan kebingungan yang berusaha ditahan.

Foto ini akan sangat sulit untuk dipotong.

Tapi aku juga tidak berencana memotongnya sampai kapan pun.

Foto yang kedua adalah foto yang bukan diambil oleh Kakek, melainkan oleh fotografer pernikahan Ilse. Foto itu menunjukkan saat aku dan Martijn tengah berdansa. Kedua lenganku memeluk lehernya erat, sementara laki-laki itu menempelkan bibirnya pada keningku dengan mata terpejam. Benar-benar momen yang pas. Rasa haru melanda diriku saat mengamatinya.

Foto yang ketiga diambil oleh Kakek sendiri. Foto itu menggambarkan saat aku dan Martijn duduk di panggung, membawakan sebuah lagu. Aku bahkan sama sekali tak menyadari kapan Kakek menjepret momen ini. Martijn memeluk gitar, sedangkan aku duduk di sebelahnya sambil memegang mikrofon. Kami saling berbalas pandang dan menyengir.

Boyfriend with Benefits Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin