D.U.A.B.E.L.A.S

476 40 12
                                    

Suara gemercik air menemani Naya di dalam kegelapan, ia berhasil kabur dari kejaran penjaga yang menyeramkan, manusia berkepala buaya. Berusaha sekuat tenaga untuk memberanikan diri dan mengalihkan pikirannya dari rasa takutnya akan gelap.

"Sekarang kalau aku tertangkap mungkin aku akan jadi santapan mereka," gumam Naya, ia mengintip. Meskipun tak terlihat apa-apa karena gelap namun matanya mulai bisa menangkap bayang-bayang karena telah terbiasa.

Ia melangkahkan kaki perlahan, keluar dari mulut gua tempatnya bersembunyi sebelum kakinya mengerucut akibat lama terendam air. Ia tidak dapat mengandalkan penglihatannya namun masih bisa mengandalkan penciumannya. Dirasakannya aura di sekitar, Naya tidak bisa mencium aura Emily. Sekali pun ia tidak pernah tau seperti apa bau aura sahabatnya itu tapi dia sangat tau perbedaan aura dari dua alam yang berbeda.

Naya tersadung batu dan terjatuh, ia meringis. Rasanya sakit, biasanya tidak sesakit ini. Bukankah yang pergi hanya jiwanya saja, harusnya ia tidak merasakan sakit.

Crauk... crauk....

Terdengar suara sesuatu dicabik-cabik atau digigit mungkin, Naya mengikuti arah suara itu. Ternyata dia kembali lagi ke tempat semula, tempat dimana Adi dan Ratu Buaya Putih bernegosiasi. Di terangi oleh cahaya rembulan, terlihat jelas sang Ratu sedang menyantap makan malamnya.

Naya tiba-tiba mual dan terperangah melihat permandangan di balik mulut gua itu, dia menatap sang Ratu tanpa berkedip. Ratu itu sedang menguliti, menggigit lalu menjilat tulang-tulang kaki, tangan hingga rusuk. Naya tidak sanggup menahan kakinya, ia terjatuh di tanah, tangannya bergetar hebat.

Naya meneteskan air mata saat melihat yang tersisa di atas meja batu itu hanyalah tulang belulang dan baju pengantin, sudah jelas sekali bahwa santapan sang Ratu adalah seorang manusia, dia tantenya Emily.

Gadis berkulit putih itu menangis dalam diam, gaun putihnya sudah sangat kotor. Ia termengu menatap tulang-tulang di sana, mungkin dia terlambat. Sangat terlambat untuk menyelamatkan Emily.

Dinginnya malam mulai dirasanya, saat semua orang berkumpul di pusat gua. Sang Ratu kembali ke singgasana, tak ada yang menyadari kehadiran Naya. Hingga seorang pengawal menyampaikan sebuah berita.

"Mana mungkin ada manusia masuk ke istanaku!" pekik sang Ratu. Naya terlonjak kaget mendengarnya.

"Maafkan hamba yang mulia Ratu, saya pikir dia bukan manusia biasa. Saya kehilangan jejaknya begitu saja," ujar salah satu pengawal yang badannya paling tegap dan tinggi namun tetap saja wajah mereka sama semua, wujud buaya.

"Cari penyusup itu sampai dapat, aku tak suka dengan apa pun yang bertamu diam-diam," ujar Ratu Buaya geram, ia menghentakkan tongkatnya hingga menggema.

Naya kembali berdiri dengan tergesa-gesa, ia takut akan berakhir di meja makan seperti pengantin wanita. Ketika hendak melangkah, Naya kembali terdiam. Bukan saatnya untuk menjadi seorang pengecut.

Dengan tekad yang kuat dan segenap keberanian yang telah dikumpulkannya, Naya melangkahkan kaki. Bukan menjauh dari mulut gua namun memasuki sarang buaya.

Semua perhatian tertuju padanya, mata sang Ratu berkilat menahan amarah. Naya gemetar takut sebelum akhirnya membuka suara.

"Maafkan saya karena lancang," ujar Naya. Ia berdiri di depan singgasana.

Mata hijau itu masih berkilat tajam, membungkam mulutnya saat melihat Naya berdiri tanpa penghormatan di depannya. Betapa beraninya seorang gadis memasuki istananya tanpa izin.

"Jika Ratu bersudi untuk menyelamatkan...."

"Diam, aku tidak ingin kau bicara," potong sang Ratu, menghentikan kalimat Naya. "Aku tidak suka kau masuk diam-diam seperti penyusup dan kau pasti ingin mencuri sesuatu dariku," lanjutnya.

Half Blood PrincessWhere stories live. Discover now