Lima Belas (2/2)

Mulai dari awal
                                    

"Prilly." Dia memeluk Prilly sambil mengecup bibir Prilly sekilas, lalu kembali memeluk Prilly erat. "Ali," Prilly berkata dengan tangisan yang masih belum reda. "Tenang sayang, kau aman bersamaku." Ali mengelus pelan punggung Prilly, berusaha meredakan tangisannya.
"Apa kau baik-baik saja?" Ali bertanya.

"Justru aku yang akan menanyakannya, apa kamu baik-baik saja?" Prilly berbalik menanya dengan tangisan yang masih tersisa. Ali hanya tertawa kecil sambil kembali memeluk Prilly, mencium harum Prilly.

"Aku baik, jika kau baik." Ali menjawab.

Mereka berpelukkan dalam diam, mereka terlarut dalam pikiran masing masing.

"Cukup waktu berpelukannya?" Suara pria dari kegelapan itu membuat Ali dan Prilly berdiri.

"Rian?" Prilly membelakkan matanya. "Apa yang-- bukannya kau--"

Rian tertawa kecil lalu menyeringai. "Kenapa kau begitu bodoh Prilly sayang? Kau masuk kedalam jebakanku."

"Diam kau, berani-berani nya kau mengikut campurkan Prilly dalam urusan kita." Ali geram, ia memindahkan Prilly ke belakang tubuhnya, ia akan menjaga Prilly sampai kapan pun. Ali menghela nafas pelan, "Rian ini kompromi ku, kau berdamai dengan Prilly, atau aku akan membuat perusahaan mu hancur dalam sekejap"

"Kompromi mu kurang menarik, sayang sekali aku tidak peduli perusahaan ku hancur, asalkan Prilly hancur, itu cukup sebanding." Rian menyeringai. "Rian, berhentilah, masa lalu cukup dilupakan dan menjadi pelajaran bagimu. Stop membenci adik angkatmu sendiri." Ali memelas, ia takut apa yang Rian akan lakukan benar-benar terjadi.

"Adik angkat?" Kini Prilly bersuara. "Iya, kau memang adik angkatku. Tapi aku tidak peduli status kita, aku ingin kamu benar-benar menghilang dari dunia ini, kau penghancur segalanya!" Rian berteriak, lalu mengerluarkan senjata api yang sudah dia simpan di kantung celananya, dia sudah ingin menarik pelatuk tersebut.

"Kau bilang penghancur? Kalau yang kau bilang Prlly adalah penghancur, lalu siapa penghancur keluarga Prilly? Siapa pembunuh kedua orang tua Prilly? Siapa yang membuat Prilly amnesia? Siapa?" Ali membalas berteriak, ia memegang erat tangan Prilly dibelakangnya, bersiap jika tiba-tiba Rian menarik pelatuk, dia siap untuk menjadi pelindung Prilly.

"Stop!" Teriak Prilly disaat Ali dan Rian berteriak ke sesamanya. "Apa yang kalian katakan? Aku masih tidak mengerti!"

"Diam kau adik kecil, kau tidak mengetahui apa-apa karena kau amnesia. Ah, aku cukup bahagia ketika mendengar kau amnesia. Tapi aku akan lebih bahagia jika kau pergi bersama orang tuamu." Rian menyeringai.

"Tidak akan, langkahi dulu mayatku sebelum kau melakukannya." Ali berucap. Rian hanya berdecak.

"Bodoh, seharusnya aku langsung memberikan badan istrimu itu ke temanku tadi, agar nasib percintaan menjijikan kalian seperti ibuku dan ayah ku dan Prilly. Ayah yang menghamili wanita lain ketika masih bersama dengan ibuku! Ayah menjijikan!" Rian menarik pelatuknya, dan menembak ke atap-atap. Prilly berteriak, Ali tetap memegang kuat tangan Prilly dan menatap geram kearah Rian. "Bajingan! Berani-berainya kau menjual istriku?" Ali menggeram.

"Stop berdendam dengan masa lalu mu, Rian! Ibumu sudah masuk kedalam Rumah Sakit Jiwa!"

"Itu yang membuat ku semakin benci padamu, Prilly! Kau penghancur keluargaku! Kau penghancur!" Rian kembali berteriak.

"Stop mengatakan penghancur kearah Prilly, dia tidak bersalah!"

"Diam!" Rian berteriak kembali. Suasana di ruangan ini semakin mencekam. Rian lalu tertawa terbahak-bahak, "Aku bisa saja menembak kalian berdua saat ini juga, tapi sebelum membunuh kalian, aku ingin bermain-main dengan kalian."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang